BAB 16

6.4K 387 39
                                    

Dipagi yang tenang, aku terbangun setelah mendengar suara teriakan yang memekakan telingaku. Suaranya dipenuhi antara penyesalan dan kebencian.

Jantungku yang berdegup sangat kencang membuatku kesulitan bernapas, hingga dengan cepat aku berlari menuju pintu untuk keluar dari kamarku.

"El?, kau terlihat seperti telah bermimpi buruk."

Ucap Izekiel yang tampak mencuat, sepertinya ia akan mengetuk pintu kamarku.

"Aku tidak apa-apa, bisakah aku pulang sekarang Izek?."

Jawabku dengan susah payah, napasku berat dan dadaku terasa kembang kempis.

"Baiklah, aku akan mengantarmu setelah sarapan."
Lirih Izekiel, wajahnya penuh dengan kekhawatiran.

"Maaf Izek, aku ingin pulang sekarang juga."
Bantahku terhadap ucapannya, karena ntah mengapa aku merasa hal buruk akan terjadi.

"Jika itu keinginanmu, aku akan menurutimu. namun, ada hal yang harus kau lihat sebelum kembali."

Masih mengenakan pakaian tidurku, Aku menganggukkan kepalaku dan kemudian Izekiel menuntunku kembali ke penjara bawah tanah, terlihat Dame yang telah menjadi abu.

"Tubuhnya terbakar sebelum mengucapkan beberapa kalimat."
Ucap Izekiel dengan nada yang sedikit geram.

"Apa yang dikatakannya? Apakah suatu pentunjuk telah didapatkan?."

Tanyaku dengan penuh rasa penasaran.

"Ia adalah seorang penyihir yang membantu selir suamimu untuk merebut milikmu, sepertinya wanita itu sangat terobsesi."

Mendengar jawaban Izekiel membuatku mengerutkan dahi.
Ntah mengapa tiba-tiba saja kekhawatiranku menghilang dan aku berubah menjadi kesal.

"Kumohon Izek, antarkan aku pulang sekarang. Aku ingin melihat apakah suamiku telah disihir, atau sifatnya yang memang mudah berpindah kelain hati."

                             ***

Setelah aku dan Izekiel bersiap tanpa sarapan, akhirnya kami kembali ke negaraku, di duchy  tempat yang selalu membuatku menahan luka.

Kali ini Izekiel membuka portal itu langsung dari istananya, hingga tanpa menunggu lama, dengan sekejap aku dan Izekiel tiba di halaman belakang rumahku.

Perlahan aku berjalan ke arah pintu untuk memasuki kastil itu, dikejauhan Izekiel terus memperhatikanku.

"Darimana saja kau semalaman ini? Sampai ksatriaku tak mampu menemukanmu dimana pun?."

Kemarahan Derrick menjadi sambutan saat aku membuka pintu.

"Berarti kau harus mengganti ksatriamu dengan yang lebih kompeten." Jawabku acuh.

"Elena, apa kau tak tahu Bella mengkhawatirkanmu hingga ia menangis semalaman?."

Aku tersenyum tipis mendengar kalimat yang dilontarkannya, hingga perlahan aku berjalan menuju ke kamar Bella yang kini telah berpindah tempat, dari kamar tamu, menjadi kamar selir dan bertepatan disebelah kamar Derrick.

"Baiklah, aku akan menemuinya. Agar kekhawatirannya itu tidak percuma."

Aku melenggang cepat dan tanpa mengetuk pintu, aku masuk ke kamar Bella, aku sedikit terkejut melihat wajahnya yang sembab serta mata bengkaknya itu.

"Ku dengar kau menangis semalaman karena mengkhawatirkanku,  tapi kurasa bukan itu. Apakah kau menangis karena penyihir yang membantumu telah mati?."

Bella tersentak hingga ia berdiri sambil menatapku tajam.

"Apa yang kau lakukan padanya? Kau pembunuh."

Bella kembali menangis, seketika itu hatiku senang dan merasa lega. Aku tertawa kecil, sambil berkata.
"Haha, seorang yang akan membunuh nyonya rumah menyebutku pembunuh? Lucu sekali."

"Kau, lihat saja apa yang akan ku lakukan nanti padamu."
Seru Bella membelalakkan matanya.

"Bukankah penyihir itu telah mati? Apalagi yang bisa kau lakukan tanpanya? Dan sebentar lagi Derrick pasti akan mengusirmu."

Timpalku dengan nada kasar untuk membuatnya goyah.

"Tidak, Tuan selalu mencintaiku, kau harus camkan itu."

Bella mendorongku kasar, hingga aku kesakitan karena tubuhku terbentur ketembok.

"Apa yang terjadi?."
Teriak Derrick yang tampak tergesa-gesa mendatangi kami.

Seketika itu Bella berlari dan memeluk Derrick.

"Tuan, nyonya telah mengancamku , ia berkata Tuan hanya bermain-main denganku dan setelah bosan, anda akan mencampakkanku seperti seonggok sampah."

Bella mengejekku dengan senyuman tipis. Dan mendengar ucapannya itu membuatku kesal karena selalu dituduh.

"Kau? Tidak Derrick ia telah berbohong."

"Elena, sudahlah aku tidak ingin mendengar apapun darimu, kau selalu saja seperti itu dan sekarang kau malah mengancam Bella, ingatlah dengan ucapanku tempo lalu, namun sepertinya kau tidak akan hamil karena ntah mengapa aku tidak sudi untuk menyentuhmu, dan mendengar kau menyebutku dengan namaku, itu sudah tak menggetarkan hatiku lagi."

Setelah mengucapkan kalimat yang kejam itu, ia membawa Bella pergi meninggalkanku, dengan cepat aku berjalan keluar dari kamar ini. Ternyata mereka masuk ke kamar utama, kamar Duke yang memimpin rumah ini.

"El, apakah kau baik-baik saja?."

Izekiel secara tiba-tiba muncul dihadapanku dan ia mengusap air mataku yang telah beruraian.

"Apa kali ini kau menerima tawaranku untuk meninggalkan tempat ini Elena?."

Aku menggelengkan kepala, dan perlahan aku menjauhkan diriku dari Izekiel.

"Aku yakin suamiku telah disihir, dan aku ingin membuktikan itu Izek. Tolong bantu aku untuk mengungkapkan padanya. Setelah itu aku baru bisa memutuskan bagaimana selanjutnya."

Lirihku pelan dengan air mata yang masih berlinang.

Tak ada jawaban apapun dari bibir Izekiel, dan saat aku menatap kearahnya, ia telah menghilang.

____________________________________

Yang belum follow yuk follow dulu ya akun wattpadku dan jangan lupa selalu memberi vote setelah membaca cerita ini 🤗

pecintasenjamu

Duke, Kita Lihat Saja Nanti! [EBOOK]Where stories live. Discover now