5

369 47 1
                                    

Hua Jili diam di kamarnya. Ia sudah mengamati seluruh rumah Wen. Setiap sudut selalu ada penjaganya. Jili tidak bisa menyelinap begitu saja tanpa ketahuan. Mau lapor polisi? Hah... Ini juga termasuk di rumahnya sendiri jika melihat cacatan identitasnya.

Drt drt drt

Sizhui menelepon.

Benar, tuan muda nya pasti mencarinya.

Angkat atau tidak? Jili takut. Takut bohong!

Drt drt drt

Jili hanya menatap ponselnya yang berkedip nama Sizhui, sampai layar mati pun. Jili tidak berani menyentuhnya.

----

"Arggh...."

Brak!

Sizhui melempar ponselnya.

Yubin yang baru masuk, terlonjak kaget karena hampir saja itu terlempar padanya.

Memungut ponsel yang sedikit gores, Yubin melihat Sizhui.

"Ada apa Zhui?"

"Jili tidak mau mengangkat teleponku. Beraninya dia!"

"Mungkin tidak sempat diangkat."

Sizhui menatap tajam pada Yubin. "Majukan saja rapat bulanan hari ini."
Yubin menghela nafas melihat Sizhui sudah berdiri dan meninggalkan ruangan.

Nasib buruk karyawannya yang akan menghadapi bosnya yang sedang bad mood.

----

Satu bulan kemudian.

Tuan Han, sang kuasa hukum kakek Wen sedang membacakan wasiat terakhir.

Jili di sana diam dengan mata berkaca-kaca. Satu orang yang memperlakukannya dengan baik adalah kakek Wen.

"Setelah Hua Jili berusia 19 tahun. Seluruh kekayaan keluarga Wen akan di serahkan pada Wen Rouhan."

Singkatnya seperti itulah isi wasiat dari kakek Wen.

Zhao Hanyi dan Wen Yuwen berpelukan bahagia. Dan Wen Rouhan berbinar bahagia ketika menerima surat-surat kepemilikan seluruh kekayaan Wen.

Hanya Jili yang menangis sendirian.

Tuan Han pergi setelah urusannya selesai.

Jili melihat seringai dari ketiganya.

"Hey buruk rupa, sudah waktunya kamu pergi dari rumah kita." Wen Yuwen tersenyum senang.

Zhao Hanyi mendengus jijik melihat Jili.

Hua Jili tidak begitu berharap kebaikan dari mereka.

Bagun dan berdiri. Tanpa mereka usir pun sudah lama ia ingin pergi dari tempat menjijikan ini. Sudah lama juga ia tidak bertemu dengan tuan muda Sizhui.

"Berhenti di sana!" teriak Wen Rouhan.

Jili reflek berhenti. Ia berbalik menatap Papa yang tidak pernah memberinya kasih sayang.

"Meski kamu tidak berguna. Setidaknya kamu harus menebus semua biaya yang sudah kami keluarkan untuk menghidupimu."

Jili meremas dadanya. Kedua orang tuanya menuntut hidupnya.

"Aku tidak punya uang."

Tes.

Air mata Jili mengalir begitu saja.

Grep!

Wen Rouhan mencekal lengan Jili sampai membuatnya merintih sakit.

"Ada yang berbaik hati membelimu."

Hua Jili membulat sempurna.

Di jual?

Wang SizhuiWhere stories live. Discover now