Luapan

36 7 2
                                    

Tw// self harm




Perempuan paruh baya itu masih duduk di ruang tengah ketika Yeji turun dan sudah membawa tasnya lengkap dengan jaket dan sepatu yang sudah terpasang. Langkah kaki Yeji berhenti di anak tangga terakhir saat melihat presensi perempuan yang sudah melahirkan kembar Hwang 21 tahun yang lalu. Wajahnya langsung tidak bersahabat, matanya menyorot seakan itu adalah pedang yang begitu tajam. Jika tatapan bisa membunuh, jelas maminya akan tinggal nama saja. 

"Yeji sayang,"

Wajah Yeji semakin mengeras saat mendengar itu. Dia benci. Benci sekali dengan wanita ini. Ada alasan kenapa dia bisa memaafkan papinya, karena bagaimana pun juga Yeji akan membutuhkan papinya di masa depan. Namun maminya? Sejak maminya menelantarkan Yeji dan Hyunjin, Yeji merasa tidak punya urusan lagi. Toh jika menikah, wali yang dibutuhkan adalah papinya kan bukan maminya.

Yeji tidak menjawab dan meneruskan langkahnya keluar rumah.

"Yeji, tunggu mami!"mami Yeji mengejar namun jelas Yeji tidak mengidahkannya. Hingga Yeji menangkap sosok Jake yang sedang duduk di teras depan. Jake langsung berdiri namun Yeji membuang muka. 

"Sayang, mami mohon dengar mami sekali!"

"Berisik anjir! Pergi lo dari rumah ini! Pak, usir aja itu penyusup! Kunci pintu gerbang kalo ada wanita ini! Papi pasti gak akan setuju juga dia datang!"seru Yeji. Satpam langsung mengangguk-angguk namun ragu-ragu mengusir mantan nyonya besar di rumah itu.

"Gak mau pergi juga kan?! Gue yang pergi!!!"teriak Yeji sambil mendorong sebuah vas bunga yang besar milik maminya dulu ke depan maminya dan Jake. Mami Yeji dan Jake tersentak dan sontak menghindar. Yeji menatap mereka begitu tajam dengan mata memerah lalu pergi meninggalkan rumah itu dengan menaiki ojek online yang sudah dia pesan.

Selama perjalanan menuju shuttle bus yang akan membawanya kembali ke Jatinangor, Yeji cuma bisa mengusap-usap matanya yang terus berair. Dia tidak bisa tiba-tiba menangis disini, dia hanya mencakar kuat lengan kirinya hingga berdarah. Sakit. Akhirnya cakaran yang dalam itu berhasil merobek daging Yeji dan membuat Yeji merasakan perih yang teramat. Semakin perih saat rintik hujan mulai turun dan mengenai lukanya yang berdarah. Yeji menutup darahnya dengan sapu tangan. 

Rasa sakit itu berhasil mengalihkan dadanya yang sesak tidak bisa meluapkan emosinya. 

"Ini a', nuhun,"ucap Yeji singkat sambil memberikan uang cash pada driver ojol tersebut setibanya di shuttle bus. Driver yang berusia 30 tahunan itu menatap Yeji khawatir karena melihat darah yang menempel di uang tersebut. Yeji sadar, namun Yeji tidak mau pusing dan langsung menaiki salah satu bus menuju Jatinangor.

Hati Beomgyu seolah dicubit melihat penampilan Yeji yang basah kuyup di depan pintu kamarnya. Yang dia tau, kekasihnya pamitan ke Bandung tadi siang untuk mengambil beberapa buku dan barang untuk besok. Yeji bilang dia akan naik Damri besok pagi langsung ke kampus. Namun Yeji sudah disini, dengan kondisi yang cukup basah karena gerimis sepanjang dia menaiki ojol. Beomgyu langsung menarik Yeji masuk dan memeluknya.

"Kamu kenapa, Sayang?"

Ya, Beomgyu tau sesuatu terjadi. Tatapan dari mata siren itu terlihat sendu, kacau, seolah ada banyak emosi yang tidak bisa dilepaskannya namun akan segera meledak. Beomgyu hanya mampu memeluk gadisnya erat, mencoba meredakan emosi Yeji. Dikuncinya kamar namun masih memeluk gadisnya begitu erat. Sampai tangis Yeji pecah.

"Gue capeeeeekkk.....,"tangis Yeji.

"Gue gak mau hidup di keluarga yang kacau terusssssssssssss............,"Yeji terus menangis, suaranya sedikit diredam dalam dekapan Beomgyu. Beomgyu semakin memeluknya erat.

HELIOTROPE [BEOMGYU YEJI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang