22. Bahagia?

827 132 31
                                    

Yang bacanya dari chapter ini bisa dipastikan ngga bakal paham sama alurnya.  Emang udah kurang nyambung, di tambah lagi bacanya di lompatin, pasti makin ngga nyambung dong. Kenal Albian ngga?

Btw happy reading🍒🍒

*******

3 hari kemudian

"Gue denger-denger lo kemaren masuk rumah sakit, Sakit apa emangnya?" tanya seorang laki-laki dengan penampilannya yang rapih dan terlihat sangat dewasa. Angin di Rooftop membuat rambut kedua orang di sana berantakan. Namun, mereka masih tetap saja tampan.

Zayyan menoleh ke arah lawan bicaranya.

"Kecapean aja, btw udah lama ya? Gue ngga ketemu lo, bahkan sebelum gue masuk rumah sakit gue juga ngga liat lo," ujar Zayyan sembari menatap seorang laki-laki yang berada di sebelahnya.

Setelah bel istirahat berbunyi, Zayyan memutuskan untuk pergi ke Rooftop, dan justru tidak sengaja melihat Albian yang juga sudah berada di sini, di tempat dengan beribu kenangan.

"Iya soalnya gue ngga masuk, gue pergi ke Surabaya," jujur Albian.

Selain sikapnya yang dewasa dia juga sangat baik pada Zayyan. Terlebih lagi jika sedang berbicara pada seseorang yang sudah Albian kenal, Albian akan lebih terbuka dengan orang itu, salah satunya Zayyan. Atau mungkin hanya Zayyan dan keluarganya? Karena memang Albian tidak terlalu suka berteman.

"Ngapain?" tanya Zayyan.

"Ke rumah papa sama mama" jawab Albian.

"Hah maksudnya lo beda rumah gitu?" Zayyan bingung, karena memang Zayyan belum terlalu mengenal teman barunya itu, jadi wajar saja jika dia tidak tau.

"Mama sama Papa gue punya rumah di Surabaya, kalo yang sekarang gue tempati itu rumah hadiah dari Papa buat gue di Jakarta, makanya kadang gue suka bolak-balik dari Jakarta ke Surabaya. Atau yang lebih sering itu Mama yang bolak-balik ke sini, buat ngecek keadaan gue baik-baik aja atau ngga. Soalnya gue lebih milih pindah sekolah di sini." Jelas Albian pada Zayyan, dan Zayyan mengangguk paham.

Beberapa setelahnya suasana mendadak hening. Zayyan terdiam sembari meratapi nasibnya, beruntung sekali Albian. Dia di sayangi lebih oleh orangtuanya, apalagi ibu. Zayyan juga ingin kasih sayang itu, Tuhan.

Merasa suasana sudah sangat aneh, Zayyan kembali bersuara. "Beruntung banget lo, Al." Zayyan tersenyum penuh arti.

Terkadang bagi orang lain mendapat perhatian kecil dari orangtua adalah hal biasa yang kadang tersepelekan. Namun, berbeda dengan Zayyan, mau seberapa kecil perhatian orangtua, terutama Ibu, dia akan merasa perhatian itu melebihi segalanya. Sudahlah, Zayyan yakin ini semua hanya takdir dari
Tuhan. Dan manusia biasa seperti Zayyan tidak akan bisa mengubahnya.

Albian merubah raut wajahnya bingung "Gue emang beruntung, tapi lo lebih beruntung," ucap Albian. Netra hitamnya menatap Zayyan lekat. Apakah selama ini hidup Zayyan tak seberuntung hidupnya? Albian juga merasa Zayyan sedang menyembunyikan sesuatu. Cuaca hari ini terlihat mendung sama seperti raut wajah Zayyan. Itu yang sedang Albian definisikan.

Zayyan tersenyum kecil. "Emangnya lo tau apa tentang hidup gue?," tanya Zayyan tanpa memalingkan pandangannya pada Albian, ditambah lagi angin di Rooftop membuat mereka semakin betah berada di sana.

EXSBLASS & ZAYYAN [BELUM DI REVISI]Where stories live. Discover now