26. Terluka

749 143 27
                                    

Vote dulu sebelum baca❗

Spam next sebanyak banyaknya, habis itu aku bakal up lagi

Happy reading

*******

Sudah dua puluh menit lebih Zayyan membiarkan pria di sana menyiksanya tanpa henti. Ikatannya pun makin lama semakin melilitnya. Dia tidak bisa bergerak, kakinya yang baru saja diinjak itu terasa begitu ngilu.
 
"Kalo kaya gini terus gue bisa mati sia-sia disini," gumamnya.
 
O iya Zayyan lupa menyebutkan karakteristik masing-masing ketiga pria itu, singkatnya ada yang berambut pirang, hitam, dan tidak memiliki rambut alias botak.
 
"Ngomong apa lo tadi, bocah?!"
 
"Jangan panggil gue bocah, iblis!" sahut Zayyan cepat.
 
Bugh!
 
Pria itu memukul perut Zayyan. Hingga berhasil membuat Zayyan kembali meraung kesakitan. Cairan merah nan kental keluar dari hidungnya. Nafasnya sudah tidak normal lagi, bukan, bukan gara-gara pukulan itu, tapi karena jantungnya yang kembali bereaksi. Disaat-saat seperti ini kenapa harus sekarang, kenapa jantungnya selalu membuatnya merasa sakit?
 
Tubuh Zayyan mengejang hebat, keringatnya mulai membasahi anggota tubuhnya. Dadanya sesak, dia tidak bisa melakukan apapun. Selain memohon pada Tuhan.
 
"Arghhhh..." Zayyan menggeram kesakitan.
 
"Belum gue apa-apain juga, udah mau mati aja" ucap pria–berkepala botak.
 
"Bukan gara-gara lo, setan!" Zayyan menghirup nafas dalam-dalam kemudian membuangnya, ia lakukan lagi berulang-ulang. Sampai-sampai pria itu bingung apa yang sedang dilakukannya.
 
Zayyan semakin berusaha menahan sakit yang menjalar keseluruh tubuhnya, malam ini Zayyan belum meminum obatnya. Dia lupa.
 
Zayyan melirik pria–berambut pirang. "Lepasin gue tolong... Gue ngga bisa nafas..." ucapnya lirih. Pasokan oksigen yang masuk kedalam ruangan tak cukup untuk Zayyan.
 
"Ckk... punya penyakit ternyata" pria–berambut pirang berdecak.
 
Hening beberapa menit. Pria di sana tertawa melihat Zayyan kesakitan. Namun, beberapa menit setelahnya Zayyan kembali membaik, kemudian dia memilih menenangkan pikirannya dulu. Dia yakin rasa sakitnya akan segera hilang setelah itu. Dia mencoba menghirup nafas perlahan berulang kali, untuk sekedar merilekskan badan.
 
"Mau dibantuin ngga?!"
 
"Emangnya lo peduli?!" sahut Zayyan. Setelah pria itu membiarkan Zayyan kesakitan tadi Detak Jantungnya kini mulai normal kembali, Zayyan yakin ini adalah pertolongan dari Tuhan.
 
"Maksud gue Bantuin biar makin cepet matinya" pria–berkepala botak itu terkekeh, bersama satu temannya, dan pria–berambut hitam hanya duduk dan sibuk dengan ponselnya. Zayyan juga tidak tau dia sedang berkomunikasi dengan siapa.
 
Zayyan tersenyum licik. "Boleh, tapi ada syaratnya"
 
Sontak pria itu kaget, bagaimana dia memperbolehkannya? Sungguh ini adalah kali pertamanya dia menyiksa tapi seperti disiksa balik. Ini adalah sebuah kemustahilan.
 
"Apa syaratnya?"
 
"Buka ikatan rantai ini, habis itu kita main bantai-bantaian. Gimana?" tawar Zayyan.
 
"Jangan sok deh lo, bocah!"
 
"Udah gue bilang! jangan panggil gue bocah, setan!" Zayyan marah, namun ikatan rantai itu menghalangi untuk dirinya membalas. "Bilang aja kalo kalian takut kalah kan?!" Zayyan melirik ke arah mereka.
 
Merasa ditantang, mereka semakin mendekatkan dirinya pada Zayyan. Dan menampilkan pergerakan yang seperti marah. Jika tidak ada topeng pasti Zayyan akan melihat jika muka marahnya akan telihat jelas. Zayyan hanya melihat urat-urat otot yang menonjol di sana. Nafas mereka menembus permukaan kulit Zayyan.
 
"Kalah? Kita ini udah profesional, ngga mungkin bakal kalah" bisik pria–berambut pirang di telinganya.
 
"Oh"
 
"Oh doang?"
 
"Ya terus?" tanya Zayyan. "Lagian ngapain muka di pakein topeng segala!" Zayyan tertawa pelan. "O gue tau, bilang aja kalo muka kalian burik kan?"
 
"Burik matamu" tukas salah satu pria.
"Kami hanya menjalankan tugas"
 
"Tugas apa? Mending kerjain tugas matematika gue, besok dikumpulin soalnya"
 
"Cerewet lo,"
 
"Bodo! Lepasin gue dulu. Katanya mau bunuh gue, apa kalian ngga malu, bunuh gue dengan cara curang? Katanya profesional. Di mana harga diri kalian, hm?" Zayyan masih berusaha memancing amarah mereka. Dia sangat puas.
 
Amarah mereka kian memuncak, rahang mereka mendadak mengeras, baru kali ini harga diri mereka diinjak-injak seperti ini.
 
"Gimana bro? Lepasin aja ngga nih?!"
 
"Jangan! Gue yakin dia punya rencana"
 
"Gue ngga punya rencana apa-apa, kalo mau adu bogeman ya buruan! Itung-itung lemesin badan, lama juga gue ngga pemanasan"
 
"Alah... Lo bocah lemah aja belagu!"
 
"Buktiin dulu, habis itu baru komen!" sahut Zayyan.
 
"Oke gue lepasin. Tapi jangan salahin kita kalo tiba-tiba lo mati disini"
 
"Kalo gue mati, mana mungkin gue salahin kalian, pe'a!"
 
Mereka terdiam, tertampar oleh ucapan Zayyan. Kemudian salah satu mendekat ke arahnya dan melepaskan rantai besi itu dari tubuhnya. Zayyan bersorak bahagia dalam hati.
 
Setelah rantai itu lepas, Zayyan mulai berdiri. Kemudian menggeliat sembari meluruskan otot-ototnya yang terasa linu. Zayyan tersenyum penuh kemenangan, tubuhnya itu tinggi, matanya indah. Postur tubuhnya sangat ideal. Dia nyaris sempurna.
 
"Ternyata selain suka ngatain, lo juga ngga sopan ya sama orang yang lebih tua" celetuk pria–berambut pirang.
 
"Ternyata kalian Sadar diri kalo udah tua?" Zayyan terkekeh. "Bagus deh, tapi kalo udah tua ya mending makin deketin diri lah sama yang di atas, malu sama Tuhan. Udah tua tapi banyak tingkah dosanya."
 
"Banyak omong lo–"
 
Bugh!
 
"Ups... Ngga kena" ucap Zayyan sembari tertawa melihat pria–berkepala botak itu kesakitan akibat ulahnya. Zayyan menghindari pukulan, sehingga pukulan itu mendarat di dinding belakangnya.
 
"Kurang ajar!"
 
"Kurang apa?!" tanya Zayyan agar pria itu mengulangi kalimatnya.
 
Bugh!
 
Zayyan terdorong beberapa senti kebelakang. Satu pukulan mendarat sempurna dibagian perutnya, kali ini pria itu perhasil. Zayyan merasakan ngilu di perutnya, dia kemudian menyentuh bagian yang sakit itu dan sesekali merintih.
 
Tak hanya itu, bukannya memilih kabur, karena posisinya yang sudah dekat pintu, Zayyan justru berlari ke arah pria yang tadi memukulnya.
 
Bugh!
 
"Akh..." pekik pria–berkepala botak, Zayyan berhasil memukul pergelangan kakinya keras, sehingga pria itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Dan Zayyan juga sempat menginjak perut pria itu sampai darah dari mulutnya keluar. Tak hanya itu, setelah melihat pria itu memejamkan matanya, Zayyan tersenyum dan kembali berulah, dia sudah seperti kehilangan akal sehatnya sekarang. Menatap pria–berambut pirang dan tersenyum miring. Kemudian ia mengangkat sebuah kursi kayu di sana dan mengayunnya beberapa kali lalu menghantamkannya pada pria itu.
 
Brukk...
 
Pria–berambut pirang, terjatuh. Dan pingsan, hantaman itu sangat kuat, membuat pria itu langsung memejamkan matanya. Zayyan tidak tau mereka masih hidup atau tidak, tapi yang pasti dia merasa apa yang tadi ia rasakan sudah sedikit terbalaskan. Penampilan Zayyyan sudah sangat kacau, bajunya juga telihat lusuh. Dadanya naik turun, nafasnya tersenggal-senggal. Dia kelelahan.
 
Masih ada satu pria lagi yang masih berdiri kokoh, yaitu pria–berambut hitam lebat. Dia sedari tadi hanya diam. Kenapa? Zayyan juga tidak tau.
 
"Kenapa lo diem aja? temen-temen lo udah sekarat tuh. Ngga mau juga?" tanya Zayyan. Walaupun kakinya masih terlihat pincang, namun rasa amarah yang daritadi ia pendam kini sudah terbayarkan.
 
"Gue ngga akan lawan lo" jawabnya.
 
Zayyan merubah raut wajahnya bingung. "Maksudnya?"
 
"Ini" pria–berambut hitam itu, mengangkat sebuah jerigen berisi cairan penuh didalamnya.
"Ini yang akan gue lakuin ke lo" lanjutnya.
 
Sial. Jerigen itu berisi minyak tanah yang kapan saja akan terbakar jika tersentuh api. Tubuh Zayyan melemas. Dadanya naik turun, mendadak hampir kehilangan separuh nafasnya. Jantungnya kembali bereaksi.
 
"Kenapa? Takut?"
 
Tidak, Zayyan tidak takut. Namun ada satu hal yang ia khawatirkan. "Gudang akan terbakar. Dan bisa-bisa sekolah juga akan kena! Lo jangan bodoh!"
 
"Emang itu tujuan kita" sahutnya. Lalu menungkan satu persatu cairan itu.
 
"Henti–"
 
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, jantungnya lebih dulu merenggut semuanya.
 
"Akh..." dia kesakitan, dadanya terasa sesak. Matanya sudah tak sempurna menangkap jelas ruangan itu. Namun Zayyan masih sesekali melirik pria itu, yang sedang menuang-nuangkan cairan seperti bermain-main, ternyata dia yang diam lebih kejam dibanding mereka yang berbicara keras.
 
"Jangan... jangan bakar gudang ini... Lo juga bakal ikut mati, bodoh!," ucap Zayyan semampunya. Tubuhnya meluruh ke bawah, kedua lututnya bertumpu pada lantai untuk menopang tubuhnya yang hampir ambruk. Tanganya ia letakkan dibagian dadanya, nafasnya yang tersenggal-senggal juga tubuhnya yang gemetar membuat pria yang sedang mengguyur ruangan itu tersenyum puas.
 
Satu, dua, tiga, empat, lima botol terakhir Sudah dituang habis di ruangan itu, seperti tak ada cela-cela yang kering.
 
"Gue ngga akan mati, tapi raga lo dan gudang ini yang akan mati!" sahut pria itu.
 
Pria–beramput hitam itu mengeluarkan korek api daridalam sakunya. Kemudian ia menyalakan korek api itu dalam satu kali tekan. Zayyan masih menatapnya lekat. Dia tidak berdaya sekarang, walaupun melihat pria itu sedang mempermainkannya, Zayyan tak bisa apa-apa dia seperti orang bodoh di sana.
 
"Selamat tinggal, bocah stres!" dalam satu ayunan pria itu langsung membuang korek api yang menyala itu kesembarang arah. Api di dalam ruangan itu mulai menyala, dan merambat ke mana-mana.
 
Zayyan mematung saat melihat kobaran api. Pria itu langsung pergi dan membangunkan kedua temannya yang tergeletak dilantai akibat ulah Zayyan tadi.
 
"Bro bangun! ayo buruan, mau mati bareng sama dia lo?!" tanya pria di sana membangunkan dua temannya. Suara itu terdengar samar oleh Zayyan.
 
Sementara Zayyan yang melihat mereka akan pergi, dirinya juga memaksakan tubuhnya untuk bangkit dan pergi dari dalam ruangan, dia tidak bisa hanya diam di sana. Sebelum pria-pria itu keluar, ternyata Zayyan lebih dulu sampai di depan pintu. Langkahnya yang gontai itu ia paksakan agar tidak jatuh. Tinggal beberapa langkah lagi dia akan keluar dari ruangan itu.
 
Brukk!
 
"Akhhh...." pekik Zayyan, tubuhnya tersungkur ke bawah saat salah satu pria di sana menendang punggungnya keras.
 
Pria–beramput pirang tersenyum melihat Zayyan yang berada di depannya sekarang, dia memang sudah terluka tapi setelah melihat Zayyan, rasa sakitnya seperti sudah terbayarakan. Dia juga tersenyum puas karena sudah diambang pintu, dia akan segera keluar dan pergi meninggalkan api bersama Zayyan. "Jangan harap lo bisa selamat." ucapnya dan langsung menutup pintu, lalu segera mengunci Zayyan yang masih ada di dalam. Mereka keluar.
 
Asap sudah menyeruak di dalam ruangan, membuat Zayyan susah payah mengatur saluran pernafasanya yang semakin tersumbat.
 
"Mah... Zayyan mau pulang..." ucapnya kian melirih, udara di ruangan itu semakin memanas membuat Zayyan merasa gerah, tetapi kening sampai lehernya sudah banjir keringat dingin. Dadanya masih sangat sesak.
 
Api di sana kini mulai membesar dan hampir melahap habis ruangan itu. Harapan selamat untuk Zayyan sangat tipis. Mata Zayyan memberat, dia hampir kehilangan nafasnya.

******

 
"ASAP WOY!!" teriak Sing keras, dadanya terasa sesak. Begitu pun yang lainnya, melihat kejadian itu mana mungkin mereka masih bisa berpikir positif.
 
Asap itu terlihat jelas dari luar gerbang sekolah, dan mereka sangat khawatir jika benar Zayyan ada di dalamnya.
 
"Lo bawa kunci gerbang?!" tanya Lex cepat pada Hyunsik, tubuhnya seakan bergetar. Dia tidak tau rasanya jika memang Zayyan ada di sana terbakar bersama gudang.
 
Hyunsik mengangguk, dia memang selalu membawa kunci gerbang sekolah. Dia anak pemilik sekolah itu, jadi wajar saja dia selalu membawanya. Jika dipikir untuk apa, jawabanya untuk kabur jika ia malas mengikuti pelajaran, dia juga bisa nakal. Tapi entah bagaimana dia bisa mendapatkan kunci itu tanpa sepengetahuan Ayahnya. "Ada!"  jawabnya, kemudian ia mengambil kunci itu dari dalam dompetnya.
 
Hyunsik memberikan kunci itu pada Lex "Ini"
 
Lex menerimanya dengan cepat, lalu segera memasukkan kunci itu ke dalam gembok pagar tergesa-gesa. Tanganya berkeringat, terasa begitu licin.
 
"Gue harap lo baik-baik aja Zay" ucap Erlangga dalam hati, meskipun dia tidak bisa berpikir positif lagi, tapi hati kecilnya bilang jika Zayyan itu pasti akan baik-baik saja.
 
"Ayo buruan!" ajak Lex memimpin.
 
Mereka kemudian berlari cepat menuju gudang. Jantung mereka seperti berhenti sejenak saat melihat gudang itu yang sudah terbakar habis. Mereka tidak tau apa yang masih tersisa di dalam, apakah masih ada nyawa yang selamat?

******

Banyak typo, kabarin ya

Spam next buruan❗

Jangan plagiat⚠️

Vote
Vote
Vote

Beneran sepi nih😞
 

EXSBLASS & ZAYYAN [BELUM DI REVISI]Where stories live. Discover now