⏳ 13 | Leo

506 71 8
                                    

"Apa kau pernah menabrak seseorang?" tanya Zayyan serius. Gelengan ringkih menjadi jawaban pertanyaannya.

"Pernah memukul seseorang? Menyakitinya dengan tanganmu?" Lagi-lagi hanya sebuah gelengan yang pemuda manis itu dapatkan.

"Kalau begitu coba katakan, pembunuhan seperti apa yang telah kau lakukan?"

Leo diam tak menjawab, netra sendunya masih setia menatap lemah pada tautan jemari mereka. Leo melirik sekilas, dapat dirinya tangkap dengan Indranya. Sosok pemuda manis yang tengah memandangnya tanpa memudarkan senyuman hangat, pemuda itu tampak tenang membalas perkataannya, padahal dirinya baru saja mengatakan hal yang begitu rentan. Tetapi, sejujurnya Leo bersyukur dengan itu. Reaksi damai Zayyan sedikit menenangkan hatinya.

Leo menurunkan padangan, posisinya sekarang menyerong kesamping sehingga tirai bawah dari jendela kaca yang terbuka adalah hal pertama yang dirinya lihat. "Menabrak seseorang tak pernah kulakukan tetapi membuat seseorang mati karena kecelakaan pernah kulakukan."

"Tepat sebelas tahun silam. Kau pasti mengetahuinya. Akulah penyebab kecelakaan beruntun tersebut. kecelakaan yang menewaskan seorang model wanita yang tengah naik daun kala itu, akulah pelakunya," ungkap Leo. Suaranya bergetar.

Zayyan terkejut bukan main tetapi kemudian segera menetralkan ekspresinya. Tidak ingin menunjukkan raut yang tidak seharusnya, meskipun dalam hati dirinya sungguh tertegun mendengar penuturan mengejutkan Leo.

Wanita itu, model yang baru saja Leo sebutkan. Zayyan tentu mengenalnya, wanita itu merupakan seorang aktris papan atas yang sebelas tahun silam begitu terkenal didunia permodelan Hongkong. Pada masa itu namanya tengah melonjak naik sehingga Zayyan seringkali melihatnya menghadiri acara-acara yang disiarkan di siaran televisi Korea. Wanita muda yang Zayyan nilai sangatlah cantik, wanita anggun yang mampu meluluhkan hati atasannya. Nyonya Guan Zhi. Ibu Leo. Kasusnya sempat menggemparkan dunia hiburan pada masa itu, dimana sang aktris cantik meninggal dalam kecelakaan beruntun saat sedang menjemput putra semata wayangnya dari sekolah dasar.

Menelan ludah singkat, Zayyan mengusap lembut punggung tangan Leo, mamatri senyuman hangat dibibirnya. "Aku bersedia mendengarkan jika kau mau bercerita."

Leo termenung sesaat. Zayyan paham betul arti diamnya pemuda itu, Leo sedang menguatkan hatinya. Tanpa berhenti melayangkan kehangatan dari netra secerah tara miliknya, dengan sabar Zayyan menunggu.

"Basic training telah tuntas kujalani, hari ini sudah waktunya aku kembali ke dorm. Sore tadi manager datang untuk menjemput. Ditengah perjalanan aku baru menyadari bahwa rutenya berbeda, bukan jalan menuju dorm ini. Manager membawaku ke Company. Dan diluar perkiraan, orang yang amat sangat kuhindari ada disana. Aku bertemu dengan ayah." Leo menggantung ceritanya sejenak, menarik napasnya kuat. Dia memang tidak menangis tetapi sinar matanya yang menampilkan setangkai bunga layu begitu mencekat hati.

Menahan rasa sakit didada, Leo sekuat hatinya melanjutkan. "Hubungan kami tidak buruk tetapi juga tidak dekat."

"Ibu meninggal karena diriku, Ayah sibuk berkerja, tak ada waktu untukku. Dulu, itu sama sekali bukan masalah karena ada ibu yang selalu bersamaku. Namun, orang bodoh sepertiku ini begitu tidak bersyukur. Mengeluh setiap hari, merengek, dan selalu menyusahkan ibu. Bahkan hari itu terjadi, juga akibat manjaku yang tak kenal waktu. Kecelakaan terjadi karena kecerobohanku. Ayah sangat mencintai ibu, lebih dari apapun. Kejadian itu membuatnya begitu terpukul, hubungan kami yang memang sudah jauh sejak awal semakin terasa jauh setiap harinya. Aku menyesal, Zayyan..."

Leo menunduk, menjatuhkan keningnya pada tautan tangan mereka. Dengan mata terpejam Leo menggenggam erat tangan hangat Zayyan. "Aku salah, aku salah, Zayyan. Itu salahku.. aku sadar dan aku membencinya..."

Memories [ Zalesing ]Where stories live. Discover now