13

2 0 0
                                    

Malam ini rencana yang semula Nawa dan Raihan buat telah menjadikan gadis dengan rambut dikuncir satu itu kini telah siap didepan cermin. Merapikan tali sepatu yang ia pakai, sembari menamati dirinya yang begitu manis didepan kaca.

Baju putih yang dibalut dengan satin jacket yang berurukan crop berwarna lilac. Celana panjang yang seiras dengan warna tas selempang yang ia bawa, kombinasi yang sangat cocok untuknya percaya diri berkencan dengan pacar barunya yang telah lama.

Menuruni tangga dengan gembira, Nawa sesekali bersenandung kecil. Beralih mengambil minum didapur untuk menyemangati dirinya, Nawa berjalan kearah pintu. Menutup dan menguncinya, gadis manis itu berakhir duduk dikursi yang ada diteras dan menunggu balasan pesan dari Raihan yang telah ia kirim duapuluh menit lalu.

Raihan memang selalu dapat diandalkan dari dulu, selain jam janji yang tidak pernah ingkar, Nawa sendiri yakin Raihan tak akan mengecewakannya.

Tapi..

Apakah dua puluh menit menunggu tanpa balasan pesan itu masih pantas untuk dianggap baik baik saja?

Okay, Nawa sangat bisa bersabar. Mungkin sedang dalam perjalanan? Oh, atau mungkin sedang membuatkan sandwich untuknya. benar! Hal itu cukup membuat Nawa tersenyum kecil dan beralih bermain ponsel seraya menunggu untuk menghilangkan jenuh.

Detik demi detik, menit demi menit, sebentar, ini tepat 45 menit semenjak ia duduk disini. Apakah sebaiknya ia menelfon Raihan?

Ponselnye berdering, tapi tak kunjung diangkat. Sampai sekitar enam panggilan dari Nawa yang masuk, tapi tak kunjung diangkat juga.

Nawa khawatir, bagaimana kalau terjadi apa apa dijalan, atau sakit? atau bagaimana? Nawa mondar mandir didepan rumah. Jarinya ia gigiti pelan, perasaan tak enak mulai menyelimuti.

"Woi."

Itu Edzar, yang baru saja keluar rumah dengan hoodie maroon dan celana pendek. Seperti mau pergi juga.

Berjalan keluar dari pekarangan rumahnya, Edzar mendekat. "Kenapa?" Kedua tangannya ia masukan dalam saku hoodie. Melihat dengan bingung kecemasan yang menimpa pada Nawa.

"Gue lagi nunggu Raihan Zar, udah dari tadi banget tau gue tunggu katanya mau jemput."

"Oh, yaudah, semangat nunggu." Edzar berlalu, membalikkan badan dan mulai berjalan lagi.

"Zar."

Pria itu hanya menoleh, dengan kaki yang masih berjalan.

"Mau kemana?"

"Supermarket depan, beli koyo, mau ikut?"

Nawa ragu, ia bingung. "jalan kali aja?"

"Iya, ikut ga?"

Nawa menggeleng, "ga ah, gue nunggu Raihan aja disini."

"Oh yaudah."

"Hati-hati Zar."

"OKAII!!" Tatkala jarak yang terlampau jauh, Edzar berteriak.

Sedangkan ditempatnya, Nawa masih bingung. Ia tak tau harus menunggu lagi atau bagaimana. Tapi yasudah, mungkin memang kali ini Raihan telat. Semoga pria itu tak mengecewakannya.

Kembali duduk dengan tenang, Nawa memilih mendengarkan musik menggunakan airpods saja dan memejamkan mata seraya bersender kebelakang.

Memilih banyak jenis koyo yang berjejer, Edzar jadi bimbang. Mau yang cabe, atau yang hangat biasa.

"Dududududu."

Bersenandung pelan, mengelilingi sekitaran. Edzar akhirnya jatuh pada satu pilihan koyo yang mantab untuk ia pakai. Mengambil permenkaret dimeja kasir, lalu menunggu kasir menghitung miliknya.

ECHOES OF DESTINYWhere stories live. Discover now