15

0 0 0
                                    

Pagi ini Nawa tak ada rencana kemana mana, selain Nawa boleh cuti dari mengurus Kiya, ia juga masih libur kuliah. Alhasil, dirinya hanya berdiri didepan rumah Raihan sembari cemas. Ia bingung mengetuk pintu atau tidak. Semalam ia baru saja berdamai dengan Raihan akibat marahnya yang tak kunjung sudah selama berhari hari sebab tak jadi keluar kala itu, namun pagi ini Nawa hanya ingin memberi kejutan pada Raihan dengan membawakan makanan buatannya pada Raihan.

Nawa memang tak pandai memasak, jadi dapat ia pastikan bahwa Raihan akan sangat senang jika dibawakan makanan buatannya. Meski belum pasti enak atau tidak, Raihan tipe manusia yang sangat menerima Nawa apa adanya. Belum lagi ia masih tak enak akan tingkahnya yang mendiami Raihan dua hari lalu, benar benar memalukan. Perdamaian yang terjadi semalam memang menghangatkan keduanya, namun entah, Nawa masih merasa tak enak.

Cklek..

Pintu yang belum juga Nawa ketuk dari luar telah dibuka dari dalam.

"Ngapain?!" Itu Mara.

Mencoba memasang senyum yang sangat tulus, Nawa mengangkat barang bawaanya. "Nawa bawain Raihan kue kak, sama buat bunda dan kak Mara juga." ia menunjukkan deretan giginya, mencoba agar suasanya tak canggung.

Walau begitu, Mara tak goyah. Dengan wajah datar yang senantiasa ia tunjukkan pada Nawa tak mengharuskannya agar ia merasa iba pada manusia didepannya ini.

Menyilangkan tangannya kedepan, dengan menghela nafas kasar. Mara memutar bola matanya, "Lo tuh gaada cape capenya ya, apasih yang lo mau dari Raihan? duit?"

"Eh. engga kak! aku udah kerja sendiri kok."

"Ohiya?! kerja apa?"

Sejenak Nawa diam, ia enggan mengucapkan. Meski tau Mara akan lebih mencemoohnya habis habisan.

"P-pengasuh bayi kak."

Sontak Mara tertawa, namun hanya sekejab. "Jaman sekarang kerja masih ngasuh anak orang, udah baik kemarin ditawarin jadi cleaning service."

Tak mau membahas hal ini lebih dalam, Nawa memendam rasa ingin berteriak nama Raihan saja agar pria itu segera keluar rumah dan menemuinya. Tapi, dengan adanya Mara seperti ini akan jauh lebih menyusahkannya.

Sebenarnya apa yang membuat kakak Raihan ini membencinya setengah mati, bertanya juga tidak akan menyelesaikan masalah. Meski ia telah bersifat baik selama ini, mencoba menghindari pertikaian, tetap saja, yang namanya manusia pasti ada yang tidak menyukainya.

"Maaf kak, Raihannya ada?"

"Ga ada."

Nawa tercekat, ini masih sangat pagi sekali. Dapat dibilang, waktu sekarang pun Raihan masih belum bangun juga kalau dari tidurnya. Kenapa justru tidak ada dirumah.

"Raihan nginep dirumah temennya." Mara melanjutkan, sembari membalikkan badan dan hampir menutup pintu.

Namun ditahan oleh Nawa, "Temen yang mana kak? Raihan gaada bilang ke aku-"

Jderr!!

Terlambat, semuanya sama saja. Tak ada yang memihaknya. Dengan perasaan kecewa, ia kembali menaiki sepeda motornya untuk kembali kerumah.

Nawa sebenarnya sangat tidak yakin, dengan Mara yang sangat membencinya itu, ucapan barusan apakah benar-benar nyata atau hanya pengalihan isu semata agar Nawa tak menemui Raihan.

Ia tahu Mara sangat membencinya, namun apakah ia juga membenci adiknya. Apakah ia selalu ingin mencegah kebahagiaan adiknya?

Bukankah ia sendiri tahu kalau Nawa satu satunya untuk Raihan?

Bersamaan dengan itu, dua menit sedari motor Nawa akhirnya melengos dari pekarangan rumah Raihan. Mobil Range Rover itu masuk, terparkir rapi dibagian samping taman rumah dan pemiliknya masuk kedalam rumah.

ECHOES OF DESTINYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora