Prolog

1K 67 11
                                    

Data. Laporan. Permintaan klien rewel. Revisi. Scratch from zero. Semuanya adalah hal yang harus Sangga geluti tiap harinya, tanpa mengenal libur. Tidak bahkan di hari Sabtu cerah di mana jalanan di bawah apartemennya ramai karena orang-orang sedang berlomba-lomba menuju tempat kencan masing-masing, memenuhi sudut-sudut kafe, mal-mal, lalu berakhir di hotel. Ia bekerja sesuai tenggat.

Tetapi kedatangan Binara Hima yang melempar sepatu, jaket dan tasnya ke sembarang tempat tidak ada dalam daftar rencana hari itu.

"Sangga! Tolong gue haus banget! Capek banget liftnya lagi perbaikan, terpaksa gue manjat tangga ke sini! Anjir! 10 lantai!!! Gue rasa kaki gue auto berotot!"

Sangga meringis. Barusan, ia berencana menyegarkan mata sejenak dan membuat jus apel menggunakan juicer-nya yang jarang terjamah. Belum juga diminum, gelas di tangannya itu telah berpindah ke tangan Bina, gadis itu tanpa permisi menenggak lebih dari separuh minumannya.

"Seger banget," komentarnya tanpa rasa bersalah, lantas duduk dengan santai di sofa. "Btw ini Sabtu, lo nggak ada kegiatan apa, gitu?"

"Macet, males," jawab Sangga seadanya. Ia menggeser kaki Bina dengan kakinya sendiri, lalu duduk di sisi gadis itu. "Lo sendiri ngapain ke sini?"

"Nggak sopan banget? Sama tamu itu tawarin makan dulu, kek."

"Nggak ada. Sisa mi instan mau?"

Bina tidak menjawab, alih-alih ia membuat gestur akan muntah.

"Jadi, ada apa, Princess?" Sangga merebut gelasnya lagi dari Bina, meminumnya tanpa rasa canggung meski gelas yang sama telah menempel di bibir gadis di sampingnya. "Lo ke sini pasti ada maunya. Kenapa? Minta anterin ke salon? Fitting baju? Atau mau nego catering lagi?"

"Ih, sudah beres kok semua-muanya. Tenang! Gue kan bukan orang yang suka ngerepotin."

Bukan orang yang suka ngerepotin, katanya? Sangga menemukan bolamatanya berputar. Otaknya dengan cepat membuat daftar panjang tanpa akhir tentang kerepotan apa saja yang telah gadis itu sebabkan selama hampir dua puluh tahun ia mengenalnya. Hanya saja ia sedang malas berdebat.

"Ya udah." Sangga meraih kembali minumnya. Ia tidak sungkan-sungkan meminum langsung dari gelas yang tadi digunakan oleh Bina.

"Jadi, Ga, lo Sabtu nanti sibuk, nggak?"

Sangga menggeleng pelan.

"Lo ada lagi deket sama cewek, nggak?"

Lagi, sebuah gelengan.

"Atau lo justru naksir cowok?"

Jus yang tengah diminum Sangga sampai muncrat demi mendengar pertanyaan itu. Lehernya dengan cepat menoleh, menatap Bina dengan kedua mata melebar dan kening nyaris bersatu. "Lo gila?"

"Enggak." Bina cepat-cepat menolak dengan gelengan kepala, lalu senyum manis tertoreh di bibirnya. Senyum ada maunya, Sangga menamainya. Senyum yang ada di sana, hanya jika Bina menginginkan sesuatu darinya. Dan firasat Sangga seketika berkata ini tidak akan menjadi ide bagus.

"Gini... Kalo lo nggak sibuk .... lo mau nggak, Sabtu depan, nikah sama gue?"

Seketika, gelas yang Sangga pegang, jatuh mengenai karpet.

***
(skip if you're not into faceclaim :))

Binara Hima

Hattala Sangga

Yang lain menyusul ✨

Emergency HubbyWhere stories live. Discover now