Chapter 05. Gue Mau Nikah Sama Lo

8.9K 823 48
                                    

Hi! Terima kasih ya, yang sudah mampir, vote dan comment di cerita ini.

Jangan malu-malu untuk bertanya, review, kritik saran atau sekedar asbun di sini, ya. 

Happy reading <3

***

Mereka duduk di meja sudut luar, di bagian yang diteduhi pohon ketapang kencana. Sangga dengan kopi hitamnya dan Bina memegangi mojito sementara semilir angin sore menyapa. Kafe kecil itu terletak tepat di seberang komplek apartemen Sangga. Sebenarnya, ia tidak terlalu menyukai kualitas kopi yang mereka sajikan di sini, tetapi tidak ada tempat lebih tenang untuk pembicarakan pembicaraan serius keduanya.

"Jadi?" Sangga angkat bicara setelah sekian menit. "You haven't answered my question. Kenapa gue?"

Bina menyesap mojitonya sejenak. Rasa asam segar yang menyapa lidah membuatnya memejamkan mata sebelum membukanya kembali, lalu mempertemukan tatap dengan Sangga.

Kenapa Sangga? Sebenarnya, ada banyak alasan hingga ia mungkin harus membuat daftarnya satu persatu. Dan Bina melakukannya. Dengan cepat, nyaris tanpa jeda. Dia secara otomatis melakukan rap.

"Pertama, pernikahan gue literally minggu depan. Gue ngabisin hampir seratus juga tabungan gue buat pesta ini, dan nggak ada cukup waktu buat nyari pengantin lain yang siapa tahu butuh, atau nyari calon suami baru. Gue juga belum bilang ke ortu gue. Gue nggak bisa bayangin gimana perasaan mereka kalau tahu pernikahan gue harus batal. Mereka udah se-excited itu ngundang banyak orang dan nyeritain ke semua orang kalau gue mau nikah. mau gue taruh mana muka gue nanti? Gue nggak sanggup ngecewain mereka. Dan... dan .... "

Sekelebat ingatan menyentuh benak Bina. Mengingatkannya tentang alasan kenapa Sangga adalah orang pertama yang akan selalu ia libatkan di dalam tiap bagian hidupnya. Memori sejak awal pertemuan, hingga ke hadiran itu di momen-momen terpenting hidupnya.

"Karena ... lo selalu ada di daftar pertama dan satu-satunya, laki-laki yang bisa gue percaya."

Seharusnya, semua itu cukup untuk meyakinkan Sangga. Bina menatap pria itu penuh harap. Hanya dia yang bisa menyelamatkan Bina. Hanya dia harapan satu-satunya. Tetapi ketika pria itu menatapnya tepat di mata, Bina merasa .... goyah.

This can't be good.

"I feel honored that you trust me. Tapi pernikahan itu nggak sederhana, Binara Hima. Bukan hal yang bisa kita permainkan." Pria itu menggeleng, dan jantung Bina, beserta harapannya, luruh begitu saja. "I can't help you."

Kali ini Bina bahkan tidak punya tenaga untuk menahannya. Itu adalah sebuah penolakan final. Sehingga dia diam saja ketika Sangga beranjak untuk membayar, lalu pergi. Meninggalkannya, dan pernikahan impiannya itu untuk hancur dalam hitungan satu minggu dari sekarang.

***

Bina menyandarkan kepalanya pada kaca taksi daring yang sedang dia tumpangi. Biasanya, dia akan lebih memilih naik ojek saja agar lebih hemat dan cepat sampai. Tetapi hari ini kepalanya sedang penuh dan badannya terasa amat lelah.

Hari ini Jumat. Sabtu di pekan berikutnya, seharusnya menjadi hari paling membahagiakan baginya. Seandainya ia tidak melihat dengan mata kepala sendiri tunangannya itu bercumbu di kasur dengan sahabatnya sendiri. Salahnya memperkenalkan kedua orang itu, nyaris dua tahun yang lalu. Saat itu hujan, dan pacar Mila tengah pulang kampung ke Medan, malam sudah larut dan Bina hanya mencoba menjadi teman yang baik. Jadi dia menyuruh Mila ikut bersamanya yang sedang dijemput Satya dengan mobil kantor. Lalu, karena apartemennya paling dekat, Bina turun paling awal, menyuruh Satya mengantarkan temannya itu sampai rumah dengan selamat. Mungkin di situ awalnya. Karena, setelah ia ingat-ingat lagi, dua bulan berikutnya Satya mulai berubah. Dia tidak lagi seposesif biasanya. Tidak lagi se-excited itu menceritakan harinya pada Bina dan mendengar hal yang sama. Dia juga mendadak akrab dengan Mila saat mereka berpapasan.

Emergency Hubbyحيث تعيش القصص. اكتشف الآن