Chapter 04. Calon Istri

480 64 29
                                    

TW: Agak kasar, agak NSFW. Disarankan hanya untuk pembaca berusia 17 tahun ke atas.

.

Bukan Binara Hima namanya, Binara yang berarti menara, dengan harapan gadis itu akan menjadi sosok yang tangguh, jika ia menyerah begitu saja.

Pagi-pagi, Sangga terbangun oleh aroma hangat masakan dan berisik bunyi gesekan wajan dan spatula di dapur. Sangga duduk dengan mata tertutup dan meregangkan tubuh, hanya untuk terkejut sendiri tentang suara-suara di dapur itu. Baru teringat olehnya bahwa dia tinggal sendirian. Lantas, bunyi apa itu?

"Eh, calon suami udah bangun?" Bina menyapanya dengan senyum cerah, daster berwarna kuning motif bunga, dan rambut yang digelung asal.

Membuat Sangga berdiri di ambang dapur dengan takjub. Bukan, bukan, bukan jenis terpesona. Lebih ke ... kegilaan macam apa ini?!

"LO NGAPAIN PAGI-PAGI?! PAKE DASTER PULA?!"

Bina tidak tampak terpengaruh, ia dengan anggun memindahkan nasi goreng ke piring, menambahkan hiasan berupa dua iris timun, tomat dan sosis di atasnya sebelum bergerak ke arah Sangga untuk memamerkannya.

Sangga menatap masakan itu dengan ragu. Wanginya meyakinkan. Tetapi senyum wanita di depannya ini ... terlalu aneh, terlalu mencurigakan.

"Sejak kapan lo bisa masak?"

"Apa sih, yang seorang Binara Hima nggak bisa?" Lagi, senyumnya melebar. Bina menyendokkan nasi goreng dan meletakkannya di depan bibir Sangga. "Aaa~"

Sangga diam saja, jadi Bina menginjak kakinya hingga mulut pria itu terbuka. Nasi goreng yang (terlalu) kaya akan lada segera memasuki mulut Sangga, membuat pria itu tersedak.

"Sori! Sori!" Buru-buru gadis itu meraih air mineral dan memberikannya pada Sangga. Ia menunggu pria itu selesai minum sebelum kembali berbicara. "Gimana? Enak kan masakan gue? Lo bayangin, punya istri cantik, walaupun pas cuma pake daster di rumah, pinter masak, pinter bersih-bersih juga. Sayang banget nggak, sih, buat ditolak?"

Tetapi, Sangga tidak tampak terkesan. Tatapannya amat sangat datar, kalau ada lomba datar-dataran dengan penggaris, penggarisnya pasti juara dua, pikir Bina.

"Emang lo bisa bersih-bersih?"

Bina hanya menyengir, lalu menyelipkan rambut ke belakang telinga. "Itu ... bisa diatur nanti. Pokoknya kamar lo gue beresin! Berangkat kerja gue masakin! Kalau lo ajak ke kondangan gue nggak bakal malu-maluin! Gimana? Udah gue kasih kisi-kisi dapat calon istri idaman ini."

"Lebih ke kisi-kisi rumah gue bakal berantakan dan dapur kebakaran sih."

Ketika Sangga berbalik, senyum Bina runtuh. Strateginya tidak berhasil. Jadi dia langsung beralih ke plan B, memasang wajah memelas sembari memegangi lengan pria itu.

"Sanggaaa, ih Sangga. Plis bantuin gue sekali ini aja? Nikah sama gue apa susahnya?!"

Tetapi Sangga dengan mudah melepaskan diri. Berkali-kali setiap Bina mencoba menahannya. Terakhir, pria itu mendorong kepalanya sampai terjatuh ke sofa. Kasar sekali!

"Sanggaaaa lo mau kemana?!"

"Mandi!"

"Mau ditemenin, nggak?"

Sangga berbalik. Tatapannya tajam. "Lo mau diem atau gue panggil satpam?"

***

Ketika Sangga ke luar kamar mandi, ia melongokkan pandang ke sekitar. Sunyi. Sepertinya gadis gila itu sudah pulang. Ia pun melangkah dengan lebih leluasa, dengan handuk yang membalut pinggang dan air yang menetes-netes dari ujung rambut ke seluruh badan. Sangga mengambil handuk kecil dan mengusakkannya ke kepala.

Emergency HubbyWhere stories live. Discover now