14. Skandal

381 24 2
                                    

Tengah malam, aku terbangun karena lapar. Leila tertidur di dekat ranjang dalam posisi duduk. Kepalanya direbahkan di kasur. Kasihan sekali. Kuselimuti tubuhnya agar tidak keinginan, baru keluar mencari makanan.

"Eh?"

Rasanya aku melihat seseorang lewat di depan kamar. Rasa lapar seketika menghilang. Aku berusaha mengikuti bayangan tersebut.

Ternyata Joana. Dia pergi ke taman. Di sana seseorang tengah menunggu. Mereka berpelukan sejenak. Geli sekali melihat seseorang tengah kasmaran.

Namun itu hak Joana. Eh, tapi dia mencintai Dariel, dan laki-laki yang dipeluknya itu ... tidak terlihat jelas. Beo kuning berisik berselingkuh? Yang benar saja.

Ah, sudahlah. Aku tidak mau mengurus hal-hal seperti itu. Sekarang waktunya menenangkan perut yang bergejolak karena lapar.

Mengisi tenaga lebih penting. Besok hari yang sibuk. Aku harus membuat rincian perjalanan yang akan kulakukan bersama Pashenka. Pria itu akan datang ke mari dan melakukannya tugasnya mulai besok.

Lebih baik aku pergi saja. Tak enak mengamati kencan tengah malam sepasang kekasih. Nanti malah timbul rasa iri karena aku jomblo sendiri.

"Apa tidak masalah, jika istrimu melihatnya?" tanya Joana.

Langkahku terhenti. Beo kuning itu, dia mengencani pria beristri. Mengerikan sekali, seperti orang yang tidak laku saja.

"Kurasa, dia tak bisa melakukan apa pun. Dia sendiri yang mengatakan tepat di depan wajahku, bahwa dia tidak mencintaiku."

"Walau bagaimanapun dia istrimu. Bagaimana bisa, kau mengajakku bertemu tengah malam saat dia terlelap sendirian di kamar?"

"Sudahlah, kenapa harus membahas wanita itu?"

"Jangan meremehkan begitu! Sekarang, dia sudah berubah. Mau ditekan sekuat apa pun, tidak akan berpengaruh. Bahkan dia mulai bergerak dengan mengumpulkan pengikut yang tak bisa disuap!"

"Sayang, aku memanggilmu ke mari karena rindu. Kenapa malah membicarakan Giselle?"

Aku tersentak. Lalu mendekat beberapa langkah ke depan. Sinar bulan tak menerangi wajah mereka karena dilindungi pepohonan.

Kuharap angin segera bertiup agar dedaunan itu tersingkir sejenak. Dan ... keinginanku terkabul. Mataku memanas. Kenapa dari awal aku tidak mengenali suaranya?

"Dariel," desisku tak percaya.

Lututku lemas. Ternyata laki-laki yang Joana temui adalah Dariel. Aku tidak cemburu, tapi tak seharusnya mereka melakukan hal demikian di mansion.

Ada aku di sini. Kapan pun aku bisa melihatnya. Baiklah, istri yang tak dianggap, tapi tidak ada salahnya sedikit menghargai keberadaanku.

Bukan hanya Dariel yang membenci pernikahan ini, tapi aku juga. Kami sama-sama terjebak. Seharusnya bukan hanya dia yang dendam. Aku juga!

"Hah!" Napasku tersengal di tengah air mata yang bercucuran begitu deras, sesak.

Kurang ajar, mereka orang-orang menyedihkan yang tak bermoral. Nafsu binatangnya sangat mengerikan. Aku benci mereka berdua.

Tiba-tiba seseorang meletakkan tangan di depan mataku. Pandangan mengerikan itu tak terlihat lagi. Saat menoleh, ternyata Lionel.

"Kau ... " bisikku.

"Tidak usah dilihat jika menyakitkan," ujar Lionel.

Mataku menatap penuh tanya. Pria itu berdehem. Kentara sekali sedang gugup.

"Saya mengikuti Anda, Nona."

"Mengikutiku? Untuk apa? Untuk menahanku agar tidak melihat kelakukan tuanmu?" cercaku.

Me And The Bad Husband [On Going]Where stories live. Discover now