18. Cerita di Nixam

264 24 1
                                    

"Apa kalian tahu keluarga Duke Edmont itu? Mereka sibuk bersenang-senang dengan kehidupannya yang bergelimang harta hasil pajak. Sementara kita di sini tak bisa melakukan apa pun selain berburu untuk makan."

"Benar, apa susahnya hidup menjadi seorang pemimpin? Tinggal meminta pajak, lalu berfoya-foya. Menyedihkan sekali. Anak dan ayahnya tak bisa memimpin Apore."

"Hei, kau salah! Apore tidak semuanya miskin. Wilayah yang dekat dengan kediaman Duke Edmont sejahtera semua. Hanya kita di sini yang berkutat dalam kemiskinan."

"Kau tahu dari mana?"

"Saudara jauh ayahku pernah pergi ke sana untuk berdagang. Dia pulang membawa kabar, ternyata hanya Nixam saja yang tenggelam dalam kegelapan. Setelah itu, dia pergi ke sana, menikah, dan hidup bahagia sebagai pedagang sukses."

"Wah, benar-benar keterlaluan."

Benar, mereka tidak salah. Wilayah yang berdekatan dengan mansion tidak semiskin Nixam. Kebanyakan dihuni oleh orang-orang berprofesi pedagang serta ahli kesehatan. Sementara perempuan bekerja di rumah tekstil atau butik.

"Dan kau tahu? Menantunya sangat menyedihkan. Nona Giselle tak bisa melakukan apa pun. Ibarat anak ayam di cengkeraman kaki elang, dia hanya bisa diam dan tak berani keluar mansion."

Wajahku memanas. Itu dulu, saat Giselle asli masih menempati raga ini. Sekarang giliranku hidup. Tak akan ada seorang pun mampu menekan atau mengancam diriku.

"Kudengar, putra Duke ingin menikah lagi dengan gadis kampung bernama Joana. Pasti Nona Giselle akan dicampakkan."

"Untuk apa memikirkan nasib orang lain? Lebih baik pikirkan saja bagaimana cara kita mendapatkan daging."

"Yah! Mau ditendang dari mansion atau tidak, Nona Giselle adalah anak seorang duke juga. Mana mungkin dia menderita?"

"Anak duke? Benar juga, tapi bukankah Duke Albern dan keluarganya tak pernah terdengar kabar lagi? Bahkan pemerintahan Adanac telah dipegang oleh adik Duke Albern."

"Ya, aku juga pernah mendengar kabar itu."

Jantungku seakan tercabut hingga akar. Ternyata Adanac telah diambil alih oleh Xabriel, adik ayahku.

"Kukira, saat orang-orang mengabarkan Nona Giselle memiliki hati malaikat, dia akan membantu kita. Ternyata sama saja."

"Berharap apa dari menantu lemah dan tak berdaya itu?"

Wajah Pashenka terlihat tidak enak. Lewat gelagatnya, ia terlihat hendak menghampiri tiga orang yang tengah menikmati bir, selang tiga meja dari meja kami.

"Pashenka, tidak!" cegahku sembari menggeleng lemah.

Kutarik napas dalam-dalam, lalu meneguk habis sisa minuman di gelas. Dengan penuh percaya diri, aku menghampiri meja tiga laki-laki itu dan menggebraknya sekuat tenaga.

Sontak saja dua di antaranya tersedak minuman. Mereka menatapku, terkejut, malah satu orang terlihat marah. Aku tersenyum manis dan duduk begitu saja.

"Oi, Nona! Dari mana asalmu? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Pria bertompel di pipi kanan menatapku heran.

"Jika ada masalah, katakan saja. Kau hampir membuat aku dan temanku meninggal tersedak bir," sahut pria berambut hitam lurus setelinga.

"Apa kau pikir jenis kelamin membuat kami segan menghajar dirimu? Hah?" Pria bermata besar ikut menimpali.

Tanganku menuang bir dari kendi ke tiga gelas sembari berkata, "Obrolan kalian seru sekali. Semangatku jadi membara sehingga tak sabar ingin bergabung. Apa kalian tengah membicarakan keluarga Duke Edmont?"

Me And The Bad Husband [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang