Gengsi.

209 33 128
                                    

Suara murid berlalu lalang memasuki indra pendengaran Ice. Pemuda itu melirik jendela, terdapat kupu kupu biru memasuki ruangan. Kupu kupu itu mendekati tangan Ice, mengusapkan sayapnya pada jemari pemuda itu.


"Sopan?" Ice tersenyum dalam diam, ia teringat dengan juniornya dulu. Kupu kupu berwarna biru terbang mengelilingi Ice seolah tau dan mengerti maksud perkataannya. Kupu kupu itu kemudian kembali terbang, ia mengarahkan ke pintu kelas. Seketika senyum Ice luntur ketika melihat pemuda yang sedang berdiri di ambang pintu, Blaze.

"He ... Ell. Tumben cepet?" Blaze tersenyum gugup, ia melangkah mendekati Ice. Pemuda itu hendak duduk di tempat duduknya, disamping Ice.

"Ekhem." Ice berdehem lalu berdiri. Ia mengambil semua alat tulisnya, menuju pada meja paling pojok. Disana memang tidak ada penghuni karna murid hanya 30 sedangkan meja di kelas ada 16 dengan 2 murid duduk bersebelahan. Blaze terlihat mengatup mulutnya rapat rapat. Ia berniat menyentuh Ice namun ia memberhentikan hal tersebut.

'Ell ... Gue gengsi anjing.'

Blaze duduk di kursinya, ia memikirkan apapun yang akan membuat hubungan mereka kembali dekat. Sedangkan bel berbunyi, Ice masih sibuk dengan buku gambarnya. Yups, Ice adalah Seniman yang terkenal di sekolah, ia juga pernah mengikuti kompetisi FLS2N.

"Ell, yok baris." Blaze mengulurkan tangannya, berharap Ice akan menanggapi itu dengan baik. Tapi tidak, sudah dipastikan. Ice diam, ia berdiri lalu berjalan keluar kelas, menolak mentah-mentah tawaran Blaze. Pemuda yang ditolak kembali menarik tangannya, menghela nafas lelah. Ia berjalan ke arah aula. Kini jadwal kelas mereka untuk melakukan senam pagi.

Saat sampai disana, Blaze sedikit terlambat. Ia jadi berbaris di belakang. Senam terasa biasa hingga akhirnya netra jingga nya menatap Ice yang sedang bercanda tawa dengan teman kelas lainnya. Blaze tidak masalah dengan itu, hanya saja mereka terlihat ... Dekat. Blaze menggerutu, Ia menyimpan dendam pada teman sekelasnya itu.

Seusai senam, Blaze berjalan kesal ke kelas. Ia menghentakkan kaki membuat semua murid di lorong memberinya akses bebas untuk lewat. Blaze berhenti di depan pintu, Ia melihat Ice kembali bercanda tawa dengan teman sekelasnya itu, sebut saja Raka.

Blaze berjalan lunglai, Ia duduk di kursinya, menenggelamkan kepala nya pada kedua lengan. Pemuda itu menangis, sulit baginya untuk jauh dari Ice. Ia kesepian, tidak ada manusia yang mengisi kekosongan itu selain Ice.

"Van, misi mau ke wc." Ice melambai di pintu, meminta izin pada ketua kelas. Vano mengangguk, memberi jempol pada Ice. Pemuda itu keluar ruangan meninggalkan Blaze yang sedang remuk dalam pikiran nya sendiri.

Tak lama guru fisika memasuki ruangan, Blaze dengan cepat menghapus air matanya walau masih terlihat sedikit bengkak dengan hidung yang memerah. Guru itu seperti paham, ia meminta Blaze untuk mencuci muka.

Blaze mengangguk, ia berdiri dengan kaki gemetar, wajah pemuda itu pucat. Blaze terus berjalan di lorong, menatap ke bawah.

"Janji lo sampah." Dia menendang tembok. Bodoh, ia malah merasa sakit sendiri. "Napa?" Fang muncul dari belakang Blaze, anak itu sedang memakan telur gulung.


"Jancok, gue cemburu anjing liat Ice deket sama Raka bangsat." Blaze masi mengelus ujung kakinya yang berkedut. "Minta maaf sana." Fang memberi satu lidi telur gulung pada Blaze. Pemuda itu menerimanya dengan wajah kesal.

Sinting Gila Miring S2 ✔Where stories live. Discover now