Kamu Dan Kenangan

54 3 2
                                    

Genre : Drama, Slice of Life

Suara ombak memecah karang kian nyaring terdengar. Seolah simfoni malam sedang dimainkan. Perlahan aku semakin mendekatkan diri ke bibir pantai. Air lautnya mulai menyapa. Sembari memainkan telapak kaki kecilku, aku menikmati angin laut yang berembus menabrak kulitku. Aku memejamkan mata, menikmati kesendirian ini.

Untuk sesaat, kenangan indah itu menyeruak. Kenangan milikku, dia dan pantai ini. Pantai yang selalu menjadi tempat favoritnya. Yang kini hanya bisa kukunjungi seorang diri. Aku menghembuskan nafas sesak. Seketika air mata itu jatuh dari sudut mataku.

Kenangan kami memenuhi kepalaku. Saat aku bersedih untuk kegagalan hidup dan dia yang selalu ada dan berusaha menemaniku. Juga dia yang selalu ada di saat-saat bahagiaku. Semua kenangan itu kini tumpang tindih memenuhi kepalaku. Kilasan demi kilasan terputar layaknya sebuah rol film. Seluruhnya. Hal menyedihkan dan bahagia.

Aku terus berjalan, hingga tak sadar telah berada jauh dari bibir pantai dengan bagian tubuhku yang hampir terendam air laut sepenuhnya. Aku baru menyadarinya kala seseorang meneriakiku dari kejauhan. Wajahku membiru, selain kedinginan, aku juga tak bisa berenang. Sementara ombak yang besar semakin berdatangan. Seluruh tubuhku gemetar. Tanganku menggapai-gapai udara. Bibirku tak hentinya berteriak memohon pertolongan.

Mataku sudah memerah. Bukan hanya karena tangisku akan tetapi karena air laut yang terus masuk ke mataku. Di tengah keputusasaan, seseorang menarik tubuhku kembali ke daratan. Kesempatan ini aku gunakan untuk meraup udara sebanyak-banyaknya. Orang itu berenang ke tepian sambil membawa tubuhku kembali ke bibir pantai.

"Uhuk...Uhuk... Terima kasih. Uhuk..." ucapku terbatuk-batuk. Berusaha bernafas setelah hampir saja tenggelam.

"Kamu idiot ya? Apa kamu mencoba bunuh diri di tempat ini?" teriak penolongku dengan kesal.

"Maaf. Aku tak berniat seperti itu, sungguh. Aku hanya terlampau menikmati pemandangan pantai di malam hari. Tanpa terasa tubuhku membawaku semakin jauh dari pantai." ucapku penuh penyesalan. Aku sendiri tidak sadar mengapa bisa sampai sejauh itu berjalan dari bibir pantai.

Ia berlalu dengan kemarahan yang nampak nyata di wajahnya. Pria ini bahkan berenang menyelamatkanku masih dengan kemeja dan sepatunya. Perasaan menyesal semakin menggelayutiku. Sambil tak hentinya kuucapkan terima kasih. Ia berlalu seolah tak mendengarnya.

Dengan tubuh yang kebasahan, aku kembali ke rumah pantai untuk berganti baju. Sungguh angin laut di malam hari sangatlah dingin. Apalagi dengan tubuh basah seperti ini. aku sendiri tak habis pikir, mengapa aku bisa begitu ceroboh hingga nyaris mencelakai diriku sendiri?

Malam kian larut. aku coba untuk menutup kedua mataku. Namun kenangan itu kembali muncul. Kenangan saat aku dan dirinya masih bersama. Sambil bersandar pada sisi ranjang, aku dudukan diriku. Membuka ponsel lalu mencoba menggali kenangan lewat album foto yang masih tersimpan rapi. Perlahan tapi pasti, perasaan kecewa, sedih dan menyesal menarikku kembali pada kenangan-kenangan yang seharusnya aku lupakan.

Aku terus menggulir album foto di ponselku dan menemukan foto-foto kami berdua yang membuat istana pasir dan gambar hati di pantai ini tahun lalu. Air mata itu jatuh lagi. Kali ini aku terisak. Dengan menggenggam tangan, aku pukul dadaku mencoba mengurangi rasa sesaknya.

Dia yang selama tujuh tahun ini selalu membersamaiku, dengan mudah mengucapkan maaf dan terima kasih, lalu pergi meninggalkanku. Apakah aku begitu mudahnya ia tinggalkan? Apakah kenangan selama tujuh tahun itu tak berarti?

"Sialan lu, Andre, kalau lu emang mau pergi, kenapa sikap lu selalu baik-baik aja ke gue. Lu jahat. Kenapa disaat gue terpuruk, elu tinggalin gue? Kenapa disaat hidup gue lagi berantakan, lu nambahin luka baru? Mana kesabaran yang elu agung-agungkan itu, Ndre?" tangisku sambil membanting pigora foto kami berdua yang selalu aku bawa hingga kacanya pecah berkeping-keping.

12 AMDove le storie prendono vita. Scoprilo ora