11 - Our Little Time

78 13 0
                                    

11 – Our Little Time

Malam itu, Elaine tidak bisa tidur. Ia tak bisa berhenti memikirkan Reed dan mengkhawatirkan pria itu. Terlebih, ia tak bisa menyingkirkan perasaan menyedihkannya yang tak berguna bagi Reed di situasi seperti ini.

Elaine bicara besar tentang dia akan membantu Reed. Namun, bantuan macam apa yang bisa ia berikan pada pria itu? Sahamnya? Kekuasaannya? Apa itu cukup untuk membantu pria itu?

Karena saat ini, Elaine sadar betapa tak berdayanya ia. Ia tak punya koneksi seperti kakak-kakaknya. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah meminta tolong pada kakak-kakaknya dan mereka akan melakukan apa pun untuknya. Dengan kata lain, ia hanya meminjam kekuatan dan kekuasaan kakak-kakaknya.

Sebelum ini, Elaine berpikir, itu cukup. Karena ia tahu, sebesar apa kekuatan dan kekuasaan keluarga Darwin. Namun, itu bukan miliknya. Dan mungkin ... dalam kesempatan kali ini, kakak-kakaknya ingin membuat Elaine sadar akan itu.

Elaine mengerang dan berbaring telungkup untuk membenamkan wajah di bantalnya. Menyedihkan.

Suara dering ponselnya kemudian membuat Elaine tersentak bangun. Ia menolehkan kepalanya ke sekeliling kamar untuk mencari sumber suara. Ia melongok ke samping tempat tidur dan menemukan ponselnya yang jatuh ke karpet kamarnya. Ia bahkan tak menyadari jika ponselnya jatuh.

Elaine turun dari tempat tidur untuk mengambil ponselnya dan langsung mengangkat telepon yang ternyata dari Reed itu.

"Halo, Reed?"

"Hi ..." Suara pria itu terdengar lelah.

Elaine mengernyit. "Kamu ... apa kamu baik-baik saja?"

"Ah, maaf, aku tidak bermaksud membuatmu khawatir." Reed terdengar benar-benar menyesal. "Aku baru punya waktu untuk meneleponmu dan sebenarnya, aku tidak berpikir jika kamu akan mengangkat teleponku karena ini sudah larut. Jika aku mengganggumu ..."

"Terima kasih sudah menghubungiku," sela Elain.

"Huh?" Reed terdengar bingung.

"Reed, aku ... I'm sor—"

"Jangan," sela Reed dari seberang. "Jangan meminta maaf. Jangan menunjukkan jika kamu menyesal. Karena aku juga tidak menyesal. Ini keputusanku. Karena itu ... jangan pernah mengatakan maaf padaku untuk masalah seperti ini. Ini bukan masalah besar untukku, Elaine. Ini bukan apa-apa."

Mata Elaine terasa panas mendengar itu. "Kalau begitu, terima kasih," ucap Elaine. "Aku tak pernah melawan kakak-kakakku hingga sejauh ini. Karena itu ... terima kasih karena berada di sampingku."

"Itu terdengar lebih baik daripada permintaan maaf," balas Reed. Elaine bisa mendengar senyum dalam suaranya.

Tanpa sadar, bibir Elaine mulai menyunggingkan senyum. Lega. Suasana hatinya yang memburuk sejak siang tadi, dalam sekejap membaik karena pria itu.

"Memilihmu ... adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat," Elaine mengaku. "Terima kasih, Reed."

Tak ada tanggapan selama beberapa saat. Lalu, Reed berdehem pelan dan berkata,

"Ini sudah sangat larut. Sebaiknya kamu segera istirahat. Aku akan menghubungimu lagi besok. Kuusahakan aku akan menghubungimu lebih awal. Karena itu ... sampai besok ..."

"Hm ... sampai besok lagi, Reed," balas Elaine sembari tersenyum.

Bahkan setelah menutup teleponnya, Elaine masih tak bisa berhenti tersenyum. Ah, ia akan tidur dengan sangat nyenyak malam ini.

***

"Tuan?" Panggilan Van itu menyadarkan Reed yang masih terpaku dengan ponsel menempel di telinganya.

Reed yang menyadari apa yang dia lakukan, segera menurunkan ponsel dan menangkup wajah dengan satu tangan sembari mengerang. Apa yang ia lakukan barusan? Seperti orang bodoh saja.

Hanya saja ... ia terlalu terkejut karena kata-kata Elaine tadi.

"Memilihmu ... adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat."

Reed tak pernah tahu, kata-kata seperti itu bisa mempengaruhinya seperti ini. Ia bahkan tak mengenal Elaine cukup lama untuk membiarkan dirinya larut dalam emosi karena gadis itu.

"Van," panggil Reed.

"Ya, Tuan?"

"Aku ingin kamu memesankan sesuatu untukku," Reed berkata.

Reed tak bisa untuk tak membayangkan ekspresi Elaine besok. Uh, ia berharap ia bisa pergi sendiri untuk melihat ekspresi gadis itu. Namun, ia harus puas dengan ini. Setidaknya untuk saat ini.

***

"Apa? Siapa yang mengirim apa?" kaget Elaine ketika mendengar Nancy yang membawa kabar pagi itu.

"Tuan Reed mengirim dua buket untuk Nona," Nancy mengulangi. "Asistennya sendiri yang datang untuk mengantar kemari."

Elaine yang baru bangun tidur, seketika turun dari tempat tidur dan berlari keluar kamar.

"Nona! Nona harus berganti baju dulu!" pekik Nancy.

Elaine mengabaikan itu. Namun di tangga, Nancy sudah menyusulnya dan membawakan mantel rajutnya. Wanita itu memakaikannya di bahu Elaine. Elaine tersenyum dan menyelipkan lengannya ke lengan mantel itu.

Namun, langkah Elaine terhenti ketika melihat keenam kakaknya sudah berdiri di depan pintu, menutupi pandangan Elaine dari pintu depan.

"What kind of bullshit is this?" Suara Davon terdengar kesal.

"Tuan Reed mengirimkan ini untuk Nona Elaine." Itu suara Van.

"Maaf, tapi Elaine tidak bisa sembarangan menerima hal seperti ini dari luar," tolak Jerome dengan tenang.

"Saya bisa memastikan jika ini tidak berbahaya untuk Nona Elaine," Van berkata.

"Kalau begitu, staf kami akan memeriksa ..."

"Please stop that!" Elaine tak lagi bisa tinggal diam mendengar instruksi Remia itu.

Reed mengirimkan buket kemari untuk Elaine dengan niat baik. Apa yang mereka lakukan ini?

Elaine melewati keenam kakaknya yang kini menoleh padanya dan berdiri di depan Van yang membawa dua buket. Elaine terkejut ketika melihat dua buket itu. Buket pertama masih normal, buket bunga. Namun, buket kedua adalah ...

"Cupcake?" Elaine tak bisa menahan keterkejutannya.

"Tuan Reed berpesan agar Nona tidak perlu khawatir. Dia berharap ini bisa membantu Nona lebih relaks," ucap Van sembari menyerahkan kedua buket itu.

Elaine ingat percakapannya dengan Reed semalam, lalu berpesan pada Van,

"Katakan pada Reed, aku tak sabar menunggu teleponnya."

Van tampak terkejut, tapi pria itu lantas mengangguk. Elaine bahkan sempat melihat samar senyumnya.

"Dan ... terima kasih untuk buketnya. Aku sangat menyukainya," lanjut Elaine sembari tersenyum.

"Saya akan menyampaikan itu pada Tuan Reed, Nona," Van menanggapi.

Elaine tadinya berpikir jika waktu mereka yang tidak banyak untuk bertemu atau bicara akan menyulitkan mereka. Namun, ini tidak buruk juga. Sedikit waktu untuk hal seperti ini ... tidak buruk juga.

***

Our Contract MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang