BAB 12

9.8K 462 6
                                    

"Kamar nomor tiga."

"Kamar nomor tiga."

"Kamar nomor tiga."

Atmaja terus melafalkan kata-kata tersebut seraya melihat satu demi satu angka yang tertera di depan pintu kamar dalam lorong klinik kandungan tengah disusuri.

Langkah kaki semakin dipercepat saat nomor yang dicari belum tertangkap oleh matanya.

Masih ada beberapa kamar di depannya, pasti salah satunya adalah nomor tiga.

Atmaja menggerakkan kaki dengan pikiran yang terus memutar ucapan Sayana beberapa menit lalu saat wanita itu meneleponnya.

"Aku ada di klinik, Mas. Aku akan menggugurkan anak kita."

"Aku tidak bisa melanjutkan kehamilanku karena kita sudah bercerai."

"Aku ingin meneruskan karierku di Kanada. Kehamilan ini akan menggangguku meraih impianku. Lebih baik aku gugurkan."

"Kamu juga bangkrut, Mas. Akan sulit bagi kita punya anak dengan ekonomi kamu yang tidak stabil."

.....................

Menenggak berapa pun gelas minuman beralkohol, bayang-bayang dari mimpi buruknya tak akan dapat hilang jika sudah tergiang-giang di dalam benaknya.

Bisa saja dengan memakan obat-obatan resep dari psikiater, lebih ampuh dibandingkan satu botol vodka yang telah dihabiskan.

Namun, Atmaja enggan semakin sering menggantungkan trauma dengan pengobatan medis. Ia tak nyaman saat titik lemah dalam dirinya kian terekspos.

Tentu, dokter yang menanganinya selama ini, tidak akan membocorkan semua data tentang trauma dialaminya ke khalayak publik hingga bisa memperburuk citranya.

Walaupun begitu, salah satu sisi lemah dalam hidupnya sudah menjadi aib yang akan membekas sampai kapanpun.

Sudah tentu membebaninya, namun ia juga masih terlalu lemah menyingkirkan trauma. Justru semakin sering menghantuinya.

"Mas Atmaja ...,"

Panggilan dari mantan istri jalangnya.

"Berengsek!"

Belum ada satu jam berlalu sejak ia ingin membunuh wanita itu. Dan berani-beraninya Sayana menampakkan diri di depannya dengan peringai terlihat begitu tenang.

Tak kah dimiliki rasa takut sedikit pun?

Padahal wanita jalang itu nyaris meregang nyawa. Namun sepertinya sangat kebal. Tak gentar dengan sikap kasarnya tadi.

"Kapan Mas akan tidur?"

Atmaja merasakan lebih banyak bara panas di dada karena amarah yang perlahan mulai menyala oleh kehadiran sang mantan istri.

"Aku tidak ingin sendirian di kamar."

"Pergi, Jalang!" Atmaja berseru emosi ketika Sayana terus bergerak mendekat ke kursi yang tengah dirinya tempati.

"Bukankah malam ini, kita harus merayakan malam pengantin kita seperti dulu, Mas?"

Sebelum sang mantan suami mengeluarkan umpatan penuh emosi, Sayana coba cepat memangkas jarak di antaranya dan pria itu.

Tenty, mulut mereka saling menyatu.

Sayana melumat lembut bibir sang mantan suami yang telah resmi menjadi pasangan hidupnya itu lagi. Ia ingin tahu reaksi Atmaja.

Apakah akan menghentikannya atau malah terpancing dengan cumbuan panasnya.

Butuh bermenit-menit lamanya tiada henti memagut bibir Atmaja, sampai akhirnya pria itu mulai balik mencumbu dengan kasar.

Sayana tahu Atmaja masih menginginkan dirinya. Mereka harus bercinta.

Mantan Suami AntagonisOn viuen les histories. Descobreix ara