BAB 19

10.3K 600 23
                                    

"Ibu Sayana, kita sudah sampai."

Walau kedua mata memejam, telinga tetap dipasang dengan baik sehingga mendengar pemberitahuan dari ajudan

Sayana ingin langsung turun, saat netranya sudah fokus lagi, tapi mobil masih terkunci

Namun tak berselang lama, pintu kendaraan sudah dibukakan untuknya. Tentu, tak lagi dibuang waktu, segera keluar dari mobil.

Walau kepala sedikit pening, Sayana tetap bisa menjaga keseimbangan tubuh untuk berdiri dan juga berjalan cukup cepat.

Tempat dituju adalah lift.

Sayana akan menuju ke lantai empat belas, dimana apartemen Atmaja berada.

Ajudan yang bertugas mengawasinya, tentu juga akan ikut menaiki lift menemaninya.

Mereka hanya butuh seperkian detik untuk sampai di lantai dituju. Sayana segera saja mempercepat langkah menyusuri lorong yang membawanya ke bagian apartemen Atmaja.

Sangat ingin bisa bertemu dengan pria itu. Ia hendak melihat langsung kondisi luka dari Atmaja. Walau sebelumnya sudah menerima kabar sang mantan suami tak apa-apa.

Dalam artian, tangan Atmaja yang terluka telah diobati dengan baik di rumah sakit. Dan hanya perlu mendapat jahitan tanpa adanya penanganan medis lebih serius lagi.

Namun, jika belum memastikan dengan mata kepala sendiri, Sayana tidak akan tenang.

Dan tentu ia harus menyusul sang mantan suami ke apartemen karena Atmaja yang tak akan pulang ke rumah utama.

Dirinya diberikan akses bertemu dengan pria itu, walau masih dalam pengawasan ajudan. Mungkin dipikir ia berencana kabur.

Sama sekali tidak ada niatan tersebut. Justru Sayana memiliki niatan tak pernah pergi dari Atmaja selama pria itu dalam pemulihan.

Sang mantan suami terluka karena berusaha menolongnya. Tentu, ia harus balas budi, sekalipun Atmaja masih begitu membencinya.

Satu helaan napas yang panjang dikeluarkan, setelah memencet bel apartemen Atmaja. Posisinya berdiri tepat di dekat pintu. 

Jelas saja ada rasa cemas jika sang mantan suami tidak akan menerima kedatangannya, mengingat hubungan mereka yang buruk.

Mungkin saja, pria itu sudah tidur mengingat waktu telah menunjukkan jam satu dini hari.

Dan walau cukup pesimistis, Sayana bertekad tidak akan pergi kemana pun sebelum bisa bertemu secara langsung dengan Atmaja.

Cklek.

Napasnya seketika tercekat mendengar suara pintu apartemen yang dibuka dari dalam.

Selang beberapa detik, tampaklah mantan suaminya di depan matanya. Tentu rasa gugup menyerangnya semakin besar.

Sayana langsung mengarahkan atensi pada tangan pria itu yang terluka. Balutan perban cukup tebal membuatnya meringis di dalam hati. Atmaja pasti dijahit cukup banyak.

"Masuk, Sayana."

Pandangan dialihkan segera ke sosok sang mantan suami yang baru saja bicara.

Setelah sekian lama, namanya tidak pernah disebut oleh Atmaja, kini dialunkan pria itu dengan nada lembut yang dirindukannya.

Atas perintah sang mantan suami, Sayana mulai menggerakkan kaki masuk ke areal dalam apartemen mengikuti pria itu.

Ajudan yang bersamanya, menunggu di luar, sesuai dengan prosedur penjagaan.

Sayana mengikuti kemana Atmaja berjalan. Pria itu berjalan ke arah ruang tamu.

Lalu, duduk di salah satu sofa.

Sayana memilih berlutut di hadapan mantan suaminya sembari berani untuk menyentuh tangan pria itu yang diperban. Perasaannya kian sesak menyaksikan kondisi Atmaja.

Sayana mulai waspada dan juga menyiapkan diri, andaikan menerima sikap kasar dari sang mantan suami karena aksinya ini.

Namun, Atmaja hanya diam. 

"Maaf, Mas."

"Aku menyebabkan Mas terluka." Sayana pun bicara lirih dan merasa bersalah.

"Dan makasih Mas sudah mau menolongku," lanjutnya dengan suara mulai bergetar akibat menahan tangis agar tidak pecah.

Kemudian, ditatap tepat ke sepasang mata Atmaja yang tetap bergeming. Kenapa pria itu tetap bungkam dan tidak bicara apa-apa?

Beberapa detik menatap intens ke netra sang mantan suami, Sayana berusaha memaknai arti tatapan ditunjukkan oleh pria itu.

Atmaja tidak tajam memandangnya seperti yang selama ini sudah ditunjukkan. Sorot mata justru tambah sayu dan sedih.

Kenapa dengan sang mantan suami?

Sayana memutuskan untuk bertanya. Ingin dipastikan apa yang tengah pria itu alami.

Namun sebelum sempat kalimatnya terluncur, Sayana sudah menerima tarikan pada lengan dan membuatnya jatuh ke pangkuan Atmaja.

Lalu, pria itu memeluknya dengan erat.

Sayana juga merasakan bahu sang mantan suami. Isakan tangis turut masuk ke telinga dengan amat jelas. Atmaja kenapa?

Sayana semakin tidak tenang. Sikap pria itu berubah dalam hitungan jam saja. Padahal ia mengira Atmaja akan bersikap kasar.

Sayana memilih bungkam, walau beberapa pertanyaan muncul di kepala. Tidak akan ditanyakan sekarang pada pria itu.

Yang dilakukan hanya membalas dengan pelukan erat karena juga ingin mendekap sang mantan suami untuk membuat perasaan lebih tenang dari guncangan rasa bersalah.

"Mamahhh ...,"

"Mamahh ...,"

Sayana kaget bukan main mendengarkan panggilan lembut milik sang putra. Otomatis dilepaskan pelukan mantan suaminya dengan perasaan panik. Debaran jantung kencang.

Segera mencari sumber suara.

Satu demi satu ruangan diperiksa. Tentunya ia yakin jika sedang tidak bermimpi. Sangat jelas telinganya mendengar suara anaknya.

Dan pada akhirnya, Sayana menemukan sang buah hati di sebuah kamar, tepatnya Assena tengah tidur di atas ranjang.

Matanya sudah pasti tidak salah melihat.

Saat akan dihampiri sang putra, tangannya diraih oleh Atmaja yang ternyata mengikuti dirinya. Mereka lantas saling bersitatap.

Mata sang mantan suami tampak berair.

"Kenapa anakku ada di sini?" Sayana merasa harus menuntut jawaban. Dan Atmaja sudah pasti memiliki penjelasan mengapa Assena ada di apartemen pria itu.

"Aku sudah tahu semua, Sayana."

.............

Yok 100 vote dulu untuk next part. Ayo jan pelit vote, masa mau baca aja.

Yok ramaikan juga komennya.

Mantan Suami AntagonisWhere stories live. Discover now