Chapter 9 : Berbeda

27 6 0
                                    

Keisya memeluk lengannya saat angin malam berhembus kencang menerpa tubuhnya yang sialnya hanya dibalut oleh baju tidur berbahan tipis. Kedua kakinya yang hanya dibalut sendal seadanya terus mengikuti langkah besar Nathan yang persis seperti maling sekarang. Selain fakta bahwa mereka berdua masuk ke area sekolah lewat halaman belakang sekolah, Nathan juga sibuk menyoroti tiap sudut sekolah dengan lampu ponselnya sembari berjalan mengendap-endap.

Keisya memukul dahinya beberapa kali, sibuk merutuki keputusannya untuk menemani Nathan. Ah tidak tidak, keputusannya ini tidak benar-benar tulus dari hati Keisya yang paling dalam. Nyatanya, Keisya hanya tidak sengaja menganggukkan kepalanya pasca Nathan memintanya menemaninya ke sekolah. Salahkan saja rasa terkejutnya ini yang beberapa saat lalu berhasil membuatnya tidak bisa berpikiran jernih.

Sekarang Keisya harus rela melewati tindakan yang sudah mirip seperti uji nyali ini bersama pria yang tidak akrab-akrab sekali dengannya ini.

Bukh!

"Auhh" Keisya mengusap dahinya yang terasa nyeri karena dirinya yang tiba-tiba membentur sesuatu. Begitu dia pastikan rupanya hanya dada bidang Nathan. Keisya menyengir lebar kemudian dia mundur dua langkah ke belakang. "Sorry" cicitnya.

Nathan mendengus sebal, "Bisa nggak sih lo nggak usah menyesali keputusan lo buat temenin gue" kata Nathan dengan tajam yang membuat senyuman Keisya luntur seketika. Ketahuan juga ternyata isi hati Keisya. Sepertinya Nathan ini memiliki ilmu kebatinan. Sakti sekali dia itu.

Nathan melepaskan jaket jeans-nya lalu melemparkannya pada Keisya sampai menutupi kepala Keisya. "Tuh pake" kata Nathan agak ketus, kemudian dia melanjutkan langkahnya menaiki tangga.

Keisya menarik jaket milik Nathan dari kepalanya lalu melangkahkan kakinya mengejar Nathan. "Than jaket lo gede banget sih" ucap Keisya yang dibalas angin lalu oleh Nathan. Keisya mendengus sebal kemudian dia mengulurkan tangannya yang setia memegangi jaket itu ke hadapan Nathan, memblokir jalan Nathan. "Lo pake aja lagi nih. Gue nggak mau make" ujar Keisya dengan tegas.

Nathan mendengus kasar mendengar penolakan yang ia dapatkan dari Keisya. Ia pun menggulirkan bola matanya ke sisi kanannya, menatap Keisya dengan tatapan dinginnya. "Pake atau lo gue dorong biar lo jatuh sekalian?!" Ujarnya dengan penuh penekanan.

Keisya menyengir lebar kemudian segera menarik kembali jaketnya. Ia pun segera memakai jaket Nathan yang memang kebesaran ditubuhnya ini dengan sedikit terburu. "Udah gue pake" ujar Keisya dengan tegas. Lalu ia meringis ketakutan melihat ke belakangnya yang notabenenya diisi oleh deretan undakan tangga. "...jangan dorong gue" cicit Keisya.

Nathan menghela napasnya pelan. Tanpa banyak bicara, dia langsung melangkahkan kakinya melewati Keisya.

Keisya pun kembali mengikuti langkah Nathan sampai mereka menginjak lantai tiga. Ah, tunggu dulu, Keisya sepertinya mengenal tempat ini.

Iya. Ini kan arah menuju ke kelasnya.

"Nathan, lo mau ke kelas ya?" Tanya Keisya sambil berlari berniat menyamakan langkahnya dengan langkah Nathan.

BRUKK!!

"AW!"

Sialnya Keisya malah terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.

Nathan menghela napasnya panjang saat melihat tingkah teman sekelasnya itu. Bisa-bisanya berjalan di lantai yang rata saja dia terjatuh.

"SIAPA DISANA?" teriak seseorang dari lantai bawah.

Refleks Nathan pun membulatkan matanya terkejut bukan main. Dia pun segera mematikan cahaya di ponselnya lalu menarik tangan Keisya untuk bersembunyi di lorong yang mengarah ke kelasnya.

CROSSROADWhere stories live. Discover now