Chapter 17 : Penyelesaian masalah

22 5 1
                                    

Tiara berjalan menuju ke ruang pembimbing OSIS sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Juan.

Meskipun raut wajahnya tampak tenang, tapi kalau ditanya bagaimana perasaannya sekarang ini maka Tiara akan menjawab dengan lugas kalau dia gugup sekali. Apalagi saat pintu bercat putih itu berada tak jauh dari pandangannya. Duh, rasanya Tiara ingin kabur saja dari situasi ini.

Jujur saja, baru diberitahu oleh Juan kalau dia dipanggil oleh pembimbing OSIS saja jantung Tiara sudah dag dig dug tidak karuan, apalagi saat dia tahu bahwa pembimbing OSIS ingin bertemu dengannya di detik ini juga. Ayolah, Tiara bahkan belum sempat menginjakkan kakinya ke kelasnya, tas ransel putihnya bahkan masih melekat dipunggungnya, bisa-bisanya Tiara langsung dihadapkan pada keadaan seperti ini.

Tiara menghembuskan napasnya keras untuk menghilangkan sedikit saja rasa gugup dihatinya. Dalam hatinya juga dia terus mengatakan banyak kalimat positif seperti yang lebih dulu Farrel katakan padanya. Bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan yang jahat akan kalah. Dalam konteks ini tentu saja bukan merujuk pada Tiara, sebab ia bukanlah pihak yang memiliki niatan jahat pada Mila atau pada siapapun itu. Entahlah sebetulnya kalimat itu lebih cocok diutarakan untuk siapa. Yang jelas, adanya orang jahat dalam permasalahan yang menyeretnya dan Mila agaknya lebih baik ketimbang permasalahan ini disalahkan sepenuhnya pada ia dan Mila.

Tok! Tok!

Tiara mengetuk pelan pintu bercat putih tersebut, sebelum dia mendorong pelan pintu tersebut.

Cklek!

Tiara memilih untuk tidak langsung masuk ke dalam, melainkan ia hanya menyembulkan kepalanya ke dalam ruang BK untuk mengecek situasi saat ini.

"Permi---si" suara Tiara mendadak melemah begitu dia melihat keadaan di dalam ruangan yang ukurannya lumayan luas ini. Keadaan yang tidak pernah Tiara duga sebelumnya.

Ruangan luas ini memang lebih dikenal dengan istilah 'Ruang BK', namun sebetulnya memuat beberapa ruangan lagi di dalamnya yang diberi sekat berupa cubicle. Selain dikhususkan untuk guru BK dan kepala jurusan di sekolah ini, ada juga cubicle khusus untuk pembimbing OSIS. Sebetulnya konsep ruangannya persis seperti Ruang Guru atau Ruang Tata Usaha, namun salah satu yang membedakan ruangan ini dengan ruangan-ruangan lainnya adalah tersedianya sofa nyaman dan juga meja untuk tamu yang notabenenya letaknya berhadapan langsung dengan pintu yang baru saja Tiara buka.

Seandainya saja area tersebut kosong seperti biasanya, tentu saja Tiara tidak akan sampai seterkejut ini.

"Ayo masuk Tiara" kata seorang pembimbing OSIS yang bernama Gibran.

Gibran adalah salah satu tenaga pengajar di sekolah ini yang juga menjabat sebagai bagian kesiswaan. Sehingga dia pun bertanggungjawab untuk membina OSIS di sekolah ini. Gibran terkenal sebagai sosok yang ramah dan bijaksana, namun karena dia juga menjunjung tinggi ketegasan alhasil wajar jika Gibran ini bisa dikatakan sebagai salah satu guru yang ditakuti oleh hampir semua anak-anak di sekolah ini.

Tiara sempat terdiam selama beberapa saat ketika Gibran memintanya masuk dengan nada suara ramahnya. Sangat jauh dari segala ekpektasinya yang sempat mengira Gibran akan menunjukkan raut tidak bersahabatnya padanya.

Setelah meyakinkan diri sejenak, Tiara pun langsung masuk ke dalam Ruang BK. Namun dia memilih untuk berdiri agak jauh dari beberapa siswi yang sudah berkumpul di sana dalam posisi yang serupa dengannya. Sementara Gibran sendiri duduk di atas sofa panjang yang berhadapan langsung dengan mereka.

Tiara benar-benar tidak paham dengan situasi saat ini, di mana tiga siswi yang berdiri berjajar itu sibuk menundukkan kepalanya dalam-dalam di sana. Ah, Tiara jelas mengenali mereka sebagai bagian dari OSIS. Hanya saja Tiara tidak mengerti kenapa mereka ikut dipanggil dalam situasi ini, sementara Jeje yang notabenenya sekretaris 1 di OSIS saja tidak dipanggil oleh Gibran.

CROSSROADWhere stories live. Discover now