12. Pemerasan Arkasa

51 11 2
                                    

Tok tok

Irina melihat ke arah pintu sebelum akhirnya Arkasa masuk membawa tentengan buah-buahan. Ia meletakkannya diatas meja, kemudian menuju pada Irina.

"Bu." Panggil Arkasa seraya mencium tangan Irina.

Mata lelaki itu sempat bertabrakan dengan mata Nadine saat memberi salam pada Irina. Ya, Nadine telah siuman sejak kemarin usai dua jam di operasi. Hari ini Irina yang bertugas menjaga sang putri.

"Kebetulan kamu dateng, Ibu nitip temenin Nadine dulu boleh? Soalnya Ibu mau jemput Nata disekolah."

Arkasa mengangguk pelan. "Nggih Bu. Biar saya yang nemenin Nadine."

"Yaudah, Ibu mau pergi dulu ya. Takut Nata kelamaan nunggu di sekolah." Irina memberi senyum. "Titip Nadine ya."

"Iya Bu."

"Ibu pergi jemput Nata dulu, kamu sama Arka dulu ya." Irina menatap Nadine, gadis itu hanya mengedip lemah untuk mengiyakan.

Usai kepergian Irina, tinggalah mereka berdua diruangan itu.

"Gimana keadaan kamu?"

"Baik. Makasih udah nolongin saya kemarin." Nadine menjawab tanpa melihat pada Arkasa. Ia merasa canggung, masih mengingat kejadian memalukan tempo lalu saat Arkasa jatuh diatas bongkahan dadanya.

"Gak gratis."

Mata Nadine terbelalak, ia menoleh pada pria yang berbicara barusan. Takut salah dengar.

"Maksud Mas?"

"Iya, gak gratis."

Sebelah alisnya tertarik keatas, Nadine mengangkat suara. "Saya bakalan bayar semua biaya pengobatan yang udah mas keluarin buat saya kok. Abis dari rumah sakit langsung saya transfer semua."

Mata Arkasa menyipit. "Saya gak mau dibayar pakai uang."

Nadine bingung. "Jadi maksud Mas gimana?"

Arkasa memandangi mata Nadine cukup lama. "Dua minggu ini temenin saya pergi."

Gadis yang setengah duduk berbaring itu menyipitkan mata makin tak mengerti.

Arkasa menangkap sinyal kebingungan Nadine, ia menjelaskan. "Saya gak mau dibayar pakai uang. Selama dua minggu ini, saya mau kamu nemenin saya pergi, makan, jalan-jalan."

Justru itu yang bikin Nadine terheran-heran.

"Kenapa harus nemenin Mas? Kalau saya gak mau gimana?"

"Saya gak suka ditolak."

Kening Nadine mengkerut. Kenapa Arkasa terkesan seperti memaksa? Kenapa laki-laki ini berkelakuan aneh hari ini?

"Saya punya hak buat nolak Mas. Saya bisa kembaliin semua uang yang udah Mas keluarin buat saya."

Arkasa tersenyum miring. "Kamu gak cuma utang uang loh ke saya, tapi utang nyawa juga." Jeda sejenak, Arkasa melihat ekspresi Nadine yang tampak sedikit kesal mungkin? "Kamu bisa bayar nyawa emangnya? Kemaren kalo gak ada saya, belum tentu kamu bisa selamat."

Sial. Kenapa Nadine merasa diperas? Ia memang berutang nyawa pada Arkasa dan ia sangat sadar. Tapi kenapa Arkasa seperti memanfaatkan hal ini?

"2 minggu aja kan?"

Mengangguk, Arkasa berkata. "Kamu juga harus saya anter tiap pulang dari kampus."

Entah harus berapa kali Nadine dibuat kaget bertubi-tubi oleh omongan Arkasa. "Saya bukan anak kecil Mas. Saya bisa pulang sendiri."

"Ibu kamu udah nitip ke saya untuk nganterin kamu pulang tiap hari. Kamu mau saya keliatan gak sopan sama Ibu kamu?"

Nadine sangsi. Tapi apa yang Arkasa bilang juga ada benarnya. Ia paham posisi Arkasa yang jelas-jelas tidak bisa menolak permintaan langsung dari ibunya.

TAUTANWhere stories live. Discover now