15. Penyesalan

73 12 8
                                    

Mata Nadine mengernyit, ia terbangun lantaran merasakan sakit dibagian jahitan perut.

"Aaakh."

Mata Arkasa membelalak atas rintihan Nadine barusan, ia lekas menekan emergency button dekat ranjang.

Perawat datang dengan cepat- langsung memeriksa keadaan Nadine.

"Sah..kit." Suara Nadine menyiratkan kepedihan luar biasa. Cairan bening menetes dari ujung matanya.

Arkasa cemas menyaksikan gadis itu kesakitan, kepalanya kalang kabut dan tidak tahu harus apa. Sedari tadi hanya bisa menyaksikan perawat yang mengecek kondisi Nadine.

"Sebentar ya Pak, saya coba panggilkan dokter buat diperiksa." Tampaknya si perawat tidak bisa menemukan apa yang menjadi penyebab kesakitan Nadine. Sedetik kemudian, perawat tadi berlari kencang keluar.

Bulir keringat muncul dipelipis Nadine. Matanya setengah terbuka menahan sakit.

Dokter tiba bersama perawat lainnya. Baju Nadine diangkat sampai menunjukan perut ratanya yang dihiasi oleh jahitan.

"Aakkh." Lagi-lagi Nadine histeris atas sakit yang menimpanya.

Senter diarahkan ke jahitan itu. Dokter memeriksa seksama dan tidak menemukan darah atau cairan abnormal yang keluar. Hal umum yang sering terjadi akibat infeksi. Namun, tanda-tanda terinfeksi tidak terlihat.

Senter dimatikan, dokter menatap salah satu perawat disana. "Kasih antibiotik dan pereda nyeri ya."

"Baik dok."

"Kalau ada gejala demam, boleh langsung kasih pereda demam. Tapi kalau demannya tinggi, langsung hubungi dokter yang jaga atau langsung ke dokter spesialisnya."

"Baik dok."

Dokter menghampiri Arkasa. "Maaf Pak, sebelumnya pasien sempat angkat benda berat sebelum tidur atau bagaimana?"

"Ng-Nggak dok."

Mengangguk mengerti, dokter menjelaskan. "Saya cek jahitannya aman dan gak ada gejala infeksi. Takutnya pasien sempet angkat benda berat, jadi bikin tekanan diperutnya sakit."

***

Bughh

Bughh

Bughh

Darah segar keluar dari ruas-ruas jari Arkasa. Pria itu tengah berada didalam tangga darurat.

Bughh

Bogeman dilayangkan kembali oleh Arkasa. Urat nadinya bermunculan dileher, muka Arkasa merah dan tak bersahabat. Matanya menyalang marah.

Plakk

Kali ini Arkasa menampar mukanya.

Plakk

Cairan merah mengalir dari sudut bibir.

Tidak. Ini masih tidak sebanding dengan apa yang telah ia lakukan pada Nadine sampai gadis itu harus merasakan sakit. Karena ulahnya, Nadine meraung perih. Andai tadi Arkasa tidak melecehkan Nadine, pasti Nadine baik-baik saja saat ini.

Nafsu sialan!

Arkasa mengutuk atas aksi bejatnya.

Sial, sial, sial!

Kenapa ia begitu tega menyerang seorang gadis yang tak sadarkan diri? Dan gadis tersebut juga dalam kondisi pemulihan. Karena perbuatannya, Nadine menangis.

Bughh

Bajingan.

Arkasa merasa sangat brengsek. Atas hak apa ia boleh menyentuh Nadine sembarangan?

TAUTANWhere stories live. Discover now