7 - Pegat

1.1K 167 17
                                    

Kresna detik itu juga mengambil handphonenya, lalu mengetikkan sesuatu beberapa menit. Gue udah nggak peduli dia makai informasi gue buat apa. Sejenak kemudian alisnya mengerut.

"Kamu Wage ya?"

Apa pula itu. "Hah? Apaan Wage?"

"Pasaran jawa. Mas cek di kalender, kamu Rabu Wage."

Mana gua tahu! Gue terdiam. "Terus?"

Kresna menurunkan ponselnya. Lalu ia memandangi gue lama, matanya seolah-olah nyesel banget. Sementara gue bingung banget. Masih belom abis kebingungan gue soal Wage, ini lagi diliatin sama Kresna sebegitunya. Emang kenapa dia ngeliatin gue begitu? Apa jangan-jangan dia kentut tapi nggak bilang? Masa sih, tapi nggak bau kok.

"Sha, Mas minta maaf banget harus ngomong ini ..."

Yah, dia kentut beneran kayaknya.

"Kayaknya kita berdua nggak jodoh. Hasilnya 'pegat'."

"SUMPAH LU?"

Gue membatu. Kresna juga. Sama-sama kaget.

Yang satu kaget karena nada gue kenceng banget, yang satunya kaget karena kelepasan kasih reaksi yang terlalu antusias. Padahal gue yakin itu harusnya berita buruk.

Iya, itu harusnya berita buruk. Weton kita nggak cocok. Gue harusnya sedih, dong. Reaksi gue harusnya 'masa sih' dengan nada sedih dan backsound gwenchana, bukan 'SUMPAH LU' macem dapet lotere! Bego!

Perhatian gue teralihkan sama pintu ruangan meeting yang terbuka, menampilkan sejumlah bapak-bapak berdasi yang keluar dari dalam sambil tertawa-tawa. Nggak tahu ngetawain apa, tapi mereka semua mengarah ke Pakdhe yang keluar belakangan sambil ketawa juga. Tentu dengan tawa khas bapak-bapak yang sekeras naga, bikin beberapa pengunjung jadi nengok karena kaget.

"Pak Tion ini bisa aja ya, bisa-bisanya kepikiran lawakan itu di tengah perdebatan kita sama konsultan tahun lalunya." ujar salah satu dari mereka menepuk bahu bos gue.

"Iya, padahal sudah panas tadi. Udah pusing kepala saya, untung Pak Tion bisa menawarkan solusi sambil mencairkan suasana. Jadi bisa cepat selesai." sahut yang lainnya. "Padahal saya kira kita akan berantem lama sama mereka."

Pakdhe cuma tertawa. "Gitu lah Pak. Hidup sekali-sekali mesti santai. Jadi masalah cepat selesai."

Gue cuma mengerutkan alis. Hmm. Pasti lagi-lagi Pakdhe mengeluarkan bakat srimulatnya di meeting. Emang keahlian bos gue satu itu nggak bisa ditiru siapapun. Gue curiga dia punya ADHD, karena bapak-bapak itu suka nyeletuk random aja disaat semuanya lagi serius. Seringnya ngeselin, tapi anehnya kadang bisa bikin dia dapet klien baru.

Tapi ini kebetulan banget ya. Begitu gue chat SOS, meetingnya langsung kelar.

Apa itu berarti akal-akalan Pakdhe buat cepet kelarin meeting?

Gue ngakak dalam hati. Jangan ge-er, Tasha. Mana ada orang secanggih itu. Kelarin meeting sama klien cuma gara-gara lu minta tolong nggak penting.

Kelihatan gerombolan penyamun itu saling berpamitan ke bos gue, sementara setelah semuanya pergi, bos gue menghampiri meja kami dengan cepat. Ekspresinya yang tadinya sumringah seketika langsung horor lagi. Tentu saja, Krisna yang daritadi ikut teralihkan saking kerasnya suara mereka, langsung mengangguk sopan ke arah Pakdhe.

"Mas ... eh Bang ..."

"Hmm." sahutnya dengan suara berat sambil duduk di hadapan gue. "Kau nggak masalah kan aku duduk sini?"

Tasha! (A Sequel of Pakdhe!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang