20 - Simulasi jadi Bapak

1.4K 223 26
                                    

Sebetulnya mengingat keanehan cara kerja otak bos gue, gue udah mulai bisa menebak keabsurdan-keabsurdan lain yang bakal dia lakukan di kehidupan ini. Gue udah mulai merasa kalau dia tiba-tiba bengong sambil mainan karet bekas nasi padang di tengah zoom meeting adalah hal normal. Atau kalau tiba-tiba dia ngajak ngobrol ikan cupangnya Mas Wawan, OB kantor, itu hal yang wajar aja.

Tapi datang kerja di weekend dengan bayi di gendongannya, sama sekali nggak masuk dalam prediksi gue.

Kosa kata bahasa Indonesia lenyap dari kepala waktu Pakdhe masuk ke ruangannya nggak sendirian. Bayi perempuan berusia sekitar dua atau tiga tahunan terlihat anteng memeluk boneka beruang di gendongan pria itu. Lengkap dengan dot warna biru muda di bibir mungilnya. Polos menatap gue dengan sepasang mata belo.

"Halo. Sori telat." Pakdhe menutup pintu ruangannya dengan suara seolah nggak ada apa-apaan. Di tangan satunya juga ada satu goodie bag warna biru berukuran besar, entah apa isinya.

Hah, bentar-bentar.

Bukannya agenda hari ini harusnya gue sama dia bahas report klien? Apa ini ada acara sekalian simulasi jadi bapak, atau gimana sih? Kenapa tiba-tiba dia dateng bawa bocah? Ini bocah ikut diskusi apa gimana nih? Kan mana tau bocah sekarang dari kecil udah mainnya valuasi saham.

Bocahnya masih diem aja pula sambil nge-dot.

Tunggu, BOCAH ITU ANAK SIAPA YA?!!

Mata gue membulat sambil memekik tertahan dalam hati. Pakdheee gantengku maniskuuu, itu anak siapa yang lu bawaaa?!! Pak, itu anak orang bukan anak kucing! Lu tau nggak siiih berapa tahun penjara buat penculik anak!!

"Sebelum lu teriakin gue predator penjual anak, gue klarifikasi dulu. Ini Jia, anak temennya si Tri, umurnya dua tahun harusnya." ia mendudukkan si bocah di sofa, lalu duduk di sebelahnya. Cenayang emang bos gue, bisa bae nebak isi kepala orang.

"Temen deketnya dia kadang nitipin Jia kalau dia ada kerjaan proyek. Tapi hari ini Tri kebetulan lagi berhalangan, jadi Tri titip ke gue. Gue sih hepi aja dititipin anak kecil."

Gue menghela nafas lega. Syukur deh, setidaknya dia bukan tiba-tiba ngambil anak orang. Kan berabe kalo bos gue tiba-tiba jadi tersangka penculikan, nanti siapa lagi yang tandatangan reimburse dan overtime gue di kantor.

"Lu nggak keberatan kan kalau si Jia disini?" tanyanya sambil membuka tas dan mengeluarkan laptop. "Anyway, dia juga yang bakal lead diskusi kita hari ini."

"AH MASA IYA?"

"Ya bohong dong."

Yah. Kan kirain. Kan sama lu mah di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin.

"Tenang aja. Dia nggak nakal kok. Tuh, main sendiri dia sama bonekanya. Gue udah bawa perlengkapan tempur juga dari emaknya." pria itu membuka goodie bag yang tadi dibawa. Ternyata isinya boneka kecil-kecil. Bentuknya macam-macam, mulai dari boneka ayam, barbie, anjing, kucing, dan tuyul.

Bohong dong. Mana ada boneka tuyul. Tuyul beneran sih ada cuma rada tua, noh bapak-bapak yang pake kaos item depan gue.

"Diskusinya di meja sini aja mau nggak lu? Duduk bawah aja kita, karpetnya bersih kok. Gue sambil jagain si Jia, takut dia jatoh."

Gue mengangguk. Di depan sofa Pakdhe ada meja bulat kayu berukuran pendek, kami berdua duduk berhadapan sambil ngemper, dengan laptop masing-masing di atas meja.

Seru kan kerja sama bos gue? Kapan lagi lu diskusi sama bos sambil jagain bocah balita, pake ngemper pula duduknya.

Tapi Pakdhe bener. Jia itu kalem banget buat ukuran bayi kisaran dua tahun yang suka hiperaktif kelakuannya. Beberapa saat berlalu dengan Pakdhe dan gue fokus kerjain report, sementara dia masih sibuk goyang-goyangin boneka beruangnya sambil sesekali ketawa-ketawa sendiri.

Tasha! (A Sequel of Pakdhe!)Where stories live. Discover now