B A B 8 : Rencana pernikahan

26 2 0
                                    

"Kami sepakat kalau pernikahannya akan diadakan Minggu depan!"

Perkataan dari Erlangga mampu membuat Izora terkejut. "Minggu depan, Pa?"

Erlangga mengangguk. "Iya, Sayang."

Izora lalu menatap Kaivan yang hanya diam di sampingnya. Sedari tadi laki-laki itu hanya diam tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Kaivan, apa kamu gak keberatan?" tanya Erlangga.

Kaivan menggeleng. "Tidak, Om."

Erlangga tersenyum. "Kalau begitu Om tinggal dulu, kalian mengobrollah." Erlangga meninggalkan Kaivan dan Izora di ruangannya.

Kaivan beranjak dari duduknya, berniat untuk pergi dari kediaman Andeska. Tapi, langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan Izora.

"Gue mau bicara sama lo."

Kaivan mengangguk, ia kembali duduk di kursi. Kali ini Kaivan duduk di depan Izora.

"Gue mau membuat kontrak nikah."

"Hah? Maksud kamu?"

Izora memutar malas bola matanya. "Kita akan menikah, tapi cuma setahun. Dalam setahun kita akan menjalankan wasiat Mama gue, setelah itu gue akan membebaskan lo dari wasiat ini."

Kaivan mendesah kasar. "Apa pernikahan adalah sebuah permainan di mata kamu, Zora?"

Izora terdiam.

"Zora, saya tidak mau mengikuti keinginan kamu untuk menikah kontrak. Pernikahan itu sakral, kita mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan tuhan. Kalau kamu  menganggap pernikahan ini permainan mending dari awal kamu tidak usah menerima perjodohan ini, Zora."

Brak!

Izora mengebrak meja dengan kasar hingga membuat Kaivan terkejut. "Kalau gue bisa, udahgue lakukan dari dulu."

"Zora, saya tidak pernah memaksa kamu untuk menerima perjodohan ini. Saya bahkan sudah bilang sama kedua orang tua saya, kalau misalnya kamu menolak perjodohan ini, mereka tidak akan memaksa kamu."

Izora diam saat mendengar ucapan Kaivan. Memang tidak ada yang memaksanya untuk menerima perjodohan ini. Tapi, ketika melihat wajah Erlangga yang berharap lebih, membuat Izora terpaksa menerima perjodohan ini.

"Tapi keadaan yang maksa gue," Izora mengusap air matanya kasar, ia kembali menatap Kaivan. "Selain itu gue juga punya pacar."

Kaivan terdiam menatap Izora yang menangis, bahkan laki-laki itu tidak bergerak untuk menenangkan calon istrinya.

Kaivan mengangguk pelan sambil mengusap wajahnya. "Oke, saya mengerti," serunya sambil beranjak.

Izora menatap Kaivan sinis. "Mengerti?" Izora tertawa kecil menatap Kaivan. "Gak ada yang ngerti gue sekarang! Gak ada satu pun orang yang mengerti keadaan gue!"

"Zora, ada banyak orang yang mengerti bagaimana perasaan kamu saat ini, tapi kamu tidak pernah melihat siapa orang itu." Kaivan tersenyum sambil menyodorkan saput tangannya. "Saya tidak ingin calon istri saya sakit karena memikirkan perjodohan ini, saya mau kamu bahagia," ujarnya lalu pergi meninggalkan Izora.

KAIZORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang