Dua Puluh Lima

2K 327 20
                                    

Suta meletakkan sendoknya dengan gemas. Membuat orang- orang yang mengelilingi meja makan itu tergemap.

"Ini kayaknya kita lagi makan siang, bukan rapat anggota DPR kan, ya?" ujarnya sinis. Ratih langsung merasa tak enak hati.

Sementara Randi diam. Dan Laras berusaha menengahi dengan memanggil Mbak Ermin untuk mengeluarkan makanan penutup berupa puding kacang hijau yang dibuat Laras dan Ratih pagi- pagi buta sebelum berangkat ke pasar tadi.

"Maaf, Mas."

"Hmmm," sahut Suta. "Aku juga minta maaf, Tih. Cuma aku nggak pengin ada perdebatan di meja makan begini. Nantilah kalian lanjutkan di taman belakang atau teras depan."

"Sori, Man ..."

"It's okay, Man. Mungkin gue aja yang lagi nggak enak hati. "

Ratih menunduk sekilas, setelah melihat kakaknya menggeleng. Ratih sendiri tak menyangka bahwa obrolan santai tentang kemandirian perempuan dengan tamu sang kakak ipar itu, berubah jadi ajang debat kusir di atas meja makan.

Randi menyangkal pernyataan bahwa perselingkuhan itu adalah kesalahan dari pasangan itu sendiri. Orang ketiga sama sekali tidak bisa disalahkan atas retaknya sebuah hubungan yang sebenarnya memang sudah rapuh.

Randi mengatakan bahwa Ratih berpikir tidak realistis. Karena Ratih belum pernah punya hubungan, Randi mengatakan bahwa komentar gadis itu tidaklah valid.

Perdebatan semakin panas ketika Ratih melontarkan pendapatnya, bahwa Randi terlalu takut pada pasangannya. Takut bila perempuan itu lari karena merasa bosan pada Randi dan lain sebagainya.

Dikatai begitu, tentu saja Randi yang tak terima. Siapa sih gadis bau kencur, anak kemarin sore, yang berani menasihati Randi yang sudah banyak makan asam garam tentang kehidupan. Terlebih percintaan!

Sepulang dari acara belanja tadi, Laras dan Ratih langsung bersalin pakaian. Laras dengan daster yang sejuk, sementara Ratih mengenakan kaus dan celana. Kemudian, keduanya segera mengeksekusi belanjaan untuk makan siang.

Karena cuaca panas, mereka memutuskan untuk memasak sayur asem, ayam goreng kalasan, sambal terasi, tahu dan tempe bacem.

Laras sempat menanyakan keberadaan suaminya, karena tak melihat lelaki itu di mana pun. "Oh, Mas Suta pergi bareng Mas Randi, Mbak Laras." Beritahu  Mbak Ermin. "Tadinya Mas Suta kayak agak kesel, karena Mbak Laras tinggal ke pasar. " Mbak Ermin mengatakannya dengan nada menggoda dan raut tersipu.

"Saya senang deh, akhirnya Mas Suta itu punya hidup yang teratur kayak sekarang. Nggak kayak dulu waktu masih sama Non Felisha." Seakan teringat sesuatu, Mbak Ermin lantas buru- buru menekap mulut dengan telapak tangannya.

"Maaf, Mbak Laras. Saya teh nggak bermaksud buat ngomong gitu. Nggak mau ungkit masa lalu juga. Cuma rasanya teh bungah pisan ngelihat Mas Suta kayak gini. "

Laras hanya menanggapi dengan gelengan. "Ya sudah. Ini kita mau masak makan siang. Bikin tahu tempe bacem sama ayam goreng kalasan sama sayur asem.  Nah, sayur asem bikinan Mbak Ermin kan bikin aku terngiang- ngiang terus deh tuh, jadi bagian Mbak Ermin bikin sayurnya ya. "

"Sip kalo gitu mah Mbak Laras. " Mbak Ermin berlalu sambil membawa senyum di wajahnya yang ramah itu.

***

Ketika Suta kembali sekitar pukul setengah dua belas siang bersama Randi, mukanya sudah asem banget. Butek mirip sayur asem ala Bojong bikinan Mbak Ermin yang agak keruh itu.

"Kamu ke luar nggak bilang- bilang ya?" sungutnya. Laras saat itu tengah membawa sajian tahu- tempe bacem ke meja makan.

Dalam balutan daster batik berwarna hijau tua, rambut diikat buntut kuda, keringat yang membasahi wajahnya, Laras seperti sudah siap diajak untuk syuting film bokep.

Miss Dandelion Where stories live. Discover now