Tiga Puluh Lima

2K 418 45
                                    

Enam bulan kemudian.....

Dengan perut yang masih  membuncit  setelah melahirkan , Laras tetap beraktivitas seperti biasanya meski agak kesulitan juga karena perutnya malah menggelambir bekas operasi yang  sebulan  lewat dua minggu berlalu itu,  belum pulih betul.

Pagi itu, setelah berbelanja ke pasar bersama Nuning, asisten rumah tangganya, ia segera mengganti terusannya dengan daster batik yang longgar dengan kancing depan untuk ibu menyusui.  Lalu lanjut berkutat di dapur mengeksekusi bahan belanjaan yang tadi dibelinya di pasar.

Sementara bayinya diasuh oleh sang Ibu yang sudah berada di Gayamsari  sejak Laras melahirkan.

Meninggalkan Bapaknya di Wates karena menunggui Windi si sulung yang harus ujian kenaikan kelas.

Rencananya, hari ini Ratih akan datang bersama keempat adiknya yang lain. Windi merengek ingin melihat adik bayi Mbak Laras, katanya.

Sementara Ratih sendiri sudah lulus dan diwisuda dengan predikat summa cum laude. Sebenarnya ia ditawari beasiswa pascasarjana oleh salah satu dosennya. Tapi Ratih menolak.

Alasannya karena ia ingin bekerja lebih dulu. Mencari pengalaman sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Laras bersyukur dengan berkah yang diterima oleh adik perempuannya itu. Paling tidak, Ratih bisa diandalkan. Ia berdoa supaya adiknya itu tak mengikuti jejaknya. Hamil di luar nikah tidak selamanya membawa nikmat atau keberuntungan seperti yang digembar- gemborkan media seperti novel atau film- film remaja masa kini.

Selama di Semarang ini, Laras menghabiskan waktu dengan membuka usaha makanan beku yang dipasarkan secara online juga di garasi rumah kontrakan yang ia ubah jadi toko.

Ia mempelajari cara membuat cireng, lumpia, pisang cokelat, martabak, bakpau, roti goreng isi, risol, dim sum, pangsit, kulit lumpia, otak- otak, secara otodidak. Baik dari Bunda Intan yang kerap ia ajak video call atau dari video YouTube.

Rumah yang ia kontrak dilengkapi dengan garasi yang lumayan luas. Selain menjual produk yang ia produksi sendiri bersama dua orang asistennya, Laras juga menyetok frozen food seperti sosis, nugget, dan lain sebagainya.

Ia membeli empat freezer box. Dua diantaranya adalah Subzero, untuk diletakkan di garasi yang hanya menampung satu mobil SUV, satu sepeda listrik untuk si Nuning mondar- mandir.

Selain Nuning, Laras juga mempekerjakan dua orang untuk membantunya memproduksi dagangannya, serta belakangan menambah seorang untuk menjaga toko di depan. Laras bersyukur  karena uang pemberian Gatra sangat berguna untuk menunjang kehidupan barunya saat ini.

Walau sebenarnya, dengan uang itu ia bisa hidup nyaman selama beberapa tahun ke depan tanpa mengeluarkan tenaga sama sekali alias cuma ongkang- ongkang kaki. Tapi Laras yang sudah terbiasa bekerja sejak kecil, tentu saja tidak betah kalau cuma disuruh duduk diam sambil menghabiskan uang dalam rekeningnya.

"Bu Laras," Mamik salah satu asistennya masuk membawa satu keresek jumbo berisi buah melon. "Ini dari Pak Fardhan."

Fardhan adalah dokter gigi yang tinggal di depan rumah Laras. Usianya mungkin lebih tua lima- enam tahun dari Laras yang saat ini sudah  27 tahun.

Aroma segar melon membuat Laras tergoda. "Wah, enak nih buat bikin melon selasih, Bu!" sambar Wida. "Tinggal dikerok, tambahin biji kodok, sirup Marjan melon, sama soda! Mantap pasti!"

"Ih, kamu nih. Bu Laras kan lagi jadi busui . Mana boleh minum soda?!" Mamik nyolot.

"Udah deh, kalian kalo mau bikin sendiri buat diminum. Saya cuma butuh dikupasin. Biar saya makan buahnya aja."

Miss Dandelion Where stories live. Discover now