Part 4

33.4K 2.1K 21
                                    

Esok paginya aku langsung bisa tahu bahwa prediksi Edwin benar. Kamar 19 akan kehilangan penghuninya tepat pagi ini. Setelah mengetahui fakta itu, aku segera menitipkan meja resepsionis pada Suster Ani dan berjalan cepat ke kamar 20, kamar Edwin. Aku harus menuntut penjelasan. Aku menemukan Edwin di atas kursi rodanya, menghadap ke jendela.

"Edwin," ujarku. Edwin menoleh. Ia tersenyum. Seakan sudah menunggu kedatanganku.

"Selamat pagi, Suster," ujarnya riang, "sudah tahu kabar terbaru?"

"Edwin, kau harus menjelaskan sesuatu padaku," ujarku tegas, "kau juga kan?"

"Kau juga apa?" tanyanya heran, tapi aku tahu ia pura-pura.

"Kau juga punya kemampuan... sama seperti aku. Dan kau tahu bahwa aku pun memiliki kemampuan itu," bisikku sambil menggertakkan gigi. Edwin tertawa. Tawa yang pedih dan menyeramkan.

"Ya, aku punya... kemampuan bodoh seperti punyamu, Erliani Herlin. Bahkan lebih dari milikmu sendiri," jawabnya getir.

"Kemampuan... bodoh?" ingin rasanya kujitak kepalanya yang kecil pucat.

"Ya. Bodoh sekali kan? Aku bisa tahu kapan waktunya orang lain mati. Bahkan aku sudah tahu tanggalnya," jawabnya.

"Edwin, kemampuanmu bahkan lebih dari kemampuanku! Kau harusnya... bersyukur."

"Suster, aku bukan hanya bisa tahu waktu kematian orang. Tapi juga nama mereka. Aku bisa tahu nama, tanggal lahir dan tanggal kematian setiap orang. Tepat seperti yang akan tertulis di batu nisan mereka," Edwin menghela napas, "setiap melihat seseorang, pikiranku membawaku kepada pemakaman mereka... aku melihat batu nisan mereka... begitu jelas..." ia mengamati wajahku, seakan ia sudah tahu kapan aku akan meninggal.

"Hebat," bisikku.

"Bodohnya..." sambung Edwin, "aku nggak bisa tahu tanggal kematianku sendiri... Payah. Kenapa orang yang punya kemampuan seperti ini akhirnya harus mati konyol... tanpa tahu kapan malaikat maut akan menjemputnya..."

DEATH ANGELUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum