7. Reveal

9.5K 1K 83
                                    

Gue dong, balik dari kondangan temen langsung update! Tepuk tangannya manaaaaaa?!

Selamat membaca, dan semoga menikmati alurnya. :)

🍂

   Surya di ufuk barat kota sudah membiaskan cahaya keemasan. Agung. Indah. Jingga sore itu sepertinya sudah siap menyembunyikan diri di balik mega cakrawala.

     Seraya diam bertopang dagu, Digo menengadahkan wajahnya di balik kaca mobil, menatap rupa sang sore yang sudah siap menyapa malam. Ada burung-burung berterbangan mengepakkan sayap, beriringan melintasi langit menuju tempat persinggahan masing-masing. Cantik sekali.

     Cantik? Digo tersenyum kecut menyadari sesuatu. Sejak kapan suku kata itu berani muncul benaknya? Hal itu bahkan tidak pernah melintas di pikirannya selama ini. Digo menegakkan badan dengan napas terhela panjang. Ditatapnya lagi langit di atas kota dengan takjub. Senja yang indah. Namun, hal itu bertolak belakang dengan kabut amarah di hatinya yang belum sepenuhnya sirna.

      Tadi siang itu ... Digo kembali terlibat dalam tawuran besar di sekolahnya. Akan tetapi remaja itu menolak jika dialah penyebabnya. Jelas, tawuran ini di luar sepengetahuan sebagai orang yang bisa dikatakan ketua.

     Hampir satu hari penuh Digo dan teman-teman beserta dengan musuh-musuhnya disetrap di kantor polisi. Ditahan dalam sehari, dan masing-masing dari mereka diberikan peringatan keras, juga dibekali surat perjanjian tertulis di hadapan orangtua atau pun wali mereka sendiri.

     Bunyi dering ponsel memecah kesunyian di dalam mobil. Kontan, Digo melirik singkat di mana lelaki yang juga sebagai utusan ayahnya sedang menyetir dan mengangkat panggilan di telepon genggamnya.

     "Your Daddy," Iyan mengulurkan ponselnya pada remaja itu, "he wanna talk to you."

     "I don't wanna talk to anyone for a while." Digo membuang tatapannya ke kaca jendela samping sembari bersedekap.

     Ada helaan napas berat dari lelaki bernama Iyan tersebut. Ditempelnya kembali ponsel ke telinga dan langsung memberitahukan keogahan Digo berbicara kepada sang ayah. Ada beberapa ucapan persetujuan keluar dari mulutnya sebelum memutuskan komunikasi. Dan setelah itu tidak ada percakapan lain lagi antara dia dan Digo hingga mobil tiba di Royal Calakia. Iyan lalu menekan klakson hingga pintu gerbang sekolah terbukakan lebar oleh penjaga dan kendaraan tersebut melaju masuk menuju parkiran khusus tamu.

     "Take care yourself, okay?" Iyan melongokkan kepalanya dari dalam mobil saat Digo baru saja melompat turun. "Call your Daddy when you're feeling well. He was worried."

     "Will do," jawab Digo sembari menutup pintu mobil, lantas setengah berlari menuju ke parkiran motor siswa.

     Sekolah sudah sepi. Tidak ada ekstrakulikuler sebab seluruh siswa sedang menjalani ulangan semester secara serentak. Di parkiran motor pun hanya tertinggal beberapa motor siswa yang terlibat tawuran, sisanya hanya kendaraan guru-guru di parkiran khusus mereka sendiri.

     Digo menaiki motor sambil mengambil helm. Akan tetapi ketika akan memasang benda tersebut di kepalanya, perhatian murid lelaki itu teralih. Dia mendengar bunyi ketukan sepatu dengan irama pelan dari arah belakang. Kontan, kepalanya tertoleh ke arah suara dan mendapati Sisi tengah berjalan gontai dengan pandangan menunduk memasuki area parkiran.

    Hanya beberapa meter dari posisi Digo. Namun, wanita itu seperti sengaja tidak mau melihat sang murid lelaki, atau sekadar melirik sinis keberadaannya pun tidak.

     Digo meletakkan helm di satu paha dan memangkunya sembari mengamati sang guru muda. Segala gerak-gerik wanita itu dibacanya dengan saksama. Menyimpan tas jinjing di pijakan depan motor, memasang blazer dan menguraikan sanggulan rambut hingga memasang helmnya.

UNTOUCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang