9. The Punisment and Rescue

9.2K 1K 120
                                    

     Sisi menghela napas panjang menatap kerumunan para remaja berseragam putih-biru malam yang tak habis-habisnya dari depan lift. Dua alat pengangkut yang bersisian itu penuh. Baru saja turun satu dan yang satu lainnya muncul dari bawah, mereka sudah berlomba-lomba masuk hingga beberapa yang mengalah keluar akibat sesak dan lift tersebut tidak mampu bergerak.

     Menghela napas lagi, Sisi memutuskan untuk pergi mencari lift lain meski letak keberadaannya cukup jauh. Ya daripada capek-capek turun lewat tangga darurat, pikirnya.

     Benar saja. Lift yang didatanginya cukup longgar. Tetapi, satu dari keduanya sudah telanjur turun sebelum dia tiba di sana. Satu di sebelahnya masih tertutup. Sisi melangkah cepat, bermaksud menunggu di depan pintunya. Namun hasil dari tindakannya, dia baru menyadari bahwa ada seorang murid lelaki dari arah berlawanan juga tengah melakukan hal serupa, melangkah buru-buru ke tempat yang sama.

     Mereka berdua kontan menghentikan langkah secara bersamaan, lalu saling menatap dalam waktu beberapa detik. Bukan Sisi. Namun, Digo lebih dulu berbalik arah dengan raut wajah penuh permusuhan. Dia lalu lenyap setelah menyeret langkahnya menjauh.

     Dari tempatnya Sisi terkekeh masam dan memilih tidak peduli. Setan di hatinya tiba-tiba berbisik menang, tanpa gue laporin, besok lo juga bakal diciduk ke BK atas tindakan lo ke gue yang kerekam sama cctv.

      Pintu lift terbuka. Sisi kemudian memasukinya sambil merogoh ponselnya yang mengalunkan dering sebuah panggilan.

     Dimas. Tumben? bisiknya dalam hati. Diangkatnya panggilan tersebut dan menaruh ponsel di satu telinga sambil memencet tombol lantai dasar. "Halo, Bapak Pengawas."

     "Halo. Suka gitu, kenapa, sih?" dari seberang sudah terdengar nada keberatan.

     Sisi terkekeh. "Ya, kenapa?" tanyanya kemudian.

     "Lagi di mana? Udah jam pulang, kan?"

     "Udah, nih. Lagi di lift turun. Udah mau nuju parkiran," jawab Sisi jujur.

     "Gitu. Ng..., malem ini kamu ada acara gitu, nggak? Mamaku ngundang kamu dinner, nih, di rumah."

     "Sumpah demi apa?" tanggap Sisi refleks dan langsung keluar cepat dari lift yang sudah tiba di lobi. "Kok, bisa?"

     "He-he-he...," Dimas terkekeh. "Aku kebiasaan cerita sama Mama sih kalo aku lagi deket sama siapa. Dan Mama kelihatan antusias waktu aku cerita jujur kalo kita berdua deket dari sebelum kita ketemu di SMA."

     Sisi memegang dada sembari menduduki motornya. "Seriously? Kok aku jadi deg-degan gini?" akunya.

     Dimas tertawa renyah. "Jam tujuhan malem ini aku jemput, ya."

     "Bentar," Sisi menyela,"ini makan malem dalam rangka apaan dulu?"

     "Nggak dalam rangka apa-apa, kok," sahut Dimas, "katanya Mama cuma pengen kenal kamu secara pribadi aja."

     "Woah...." Sisi memperbaiki posisi duduknya di atas jok.

     "Kenapa?" Dimas terkekeh. "Tapi Mama orangnya santai kok kalo di rumah."

     "Oke." Sisi mendesah pendek. "Nggak mungkin ditolak, kan?"

     "Wait, ikhlas, nggak, nih?"

     Sisi kemudian tertawa kecil menanggapi. "Ikhlas, kok. Ya ampun...."

     Dimas ikut tertawa. "Ya udah. Sampe ketemu jam tujuh, ya. Bye."

UNTOUCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang