15. Cake and The Convetional Taxi

9.4K 1.1K 120
                                    

     "Kenapa lagi tuh anak bisa ada di situ?" Dimas merangsek ke dalam mobil dan menutup pintunya. "Abis berantem lagi, pasti. Sweater-nya sampe berdarah-darah."

     "Siapa? Digo?" Sisi menoleh ke arah lelaki itu.

     "Siapa lagi?" Dimas melajukan mobil meninggalkan halte. "Kamu nggak pa-pa kan, tadi bareng dia di situ?" Dia menatap selidik Sisi di sampingnya.

     "Nggak pa-pa. Aku udah biasa ngadepin dia di kelas," tanggap Sisi. "Katanya sih tadi abis nolongin murid cewek yang tasnya kena begal. Nggak tahu bener apa enggak." Wanita itu mengedikkan kedua bahunya.

     "Hah? Begal?" Dimas menatap Sisi penasaran. "Satpamnya pada ke mana? Kok, nggak nolongin?"

     "Nggak kedengeran kali. Tadi pas aku dateng juga di sana udah sepi."

     Dimas tampak berpikir. "Nanti deh aku telepon kepala sekolahnya."

     Sisi tidak menyahut dan hanya memainkan tabletnya.

     "Besok bareng lagi, ya...?" ajak Dimas kemudian.

     Sisi mengangguk setuju. "Kalo nggak ngerepotin."

     "Enggak, kok. Kalo sibuk aku pasti bilang."

     Sisi hanya mengangguk diam.

     "Mau makan dulu, nggak?" tawar Dimas.

     Sisi kontan mengambil ponselnya. "Kita makan di rumaku aja. Ibu tadi masak banyak, terus dikirimin fotonya," wanita itu memperlihatkan satu konten foto untuk Dimas.

     "Wah, dengan senang hati." Dimas tersenyum lebar.

     Sisi ikut tersenyum senang.

     "Abis itu makan dessert di toko kamu, pulang-pulang malah nggak dikenalin sama Mama." Dimas geli sendiri.

     "Kenapa, tuh?" Sisi menatapnya penasaran.

     "Gendut."

     Lalu, keduanya sama-sama tertawa geli.

🍂

     "Kamu itu egois, kamu jemawa, kamu kasar, kamu nggak punya hati nurani sama sekali terhadap orang lain. Kamu seburuk-buruknya siswa yang pernah saya temui di dunia ini."

     Kalimat itu terus saja berdengung, berulang-ulang dan berhasil menggerogoti kepercayaan diri Digo. Dia tersudut sendiri. Sungguh menyesakkan ketika baru menyadari bahwa dirinya dinilai sedemikian jahat oleh wanita yang bahkan akhir-akhir ini bayangannya terus hinggap di kepala.

     Blam! Ditutupnya daun pintu apartemen dan langsung menuju kamar pribadinya.

     Bugh! Digo menjatuhkan badannya secara tengkurap di atas kasur setelah melemparkan ranselnya ke sembarang tempat. Hari ini benar-benar buruk dan sangat melelahkan. Kemudian, remaja lelaki itu membenamkan wajahnya di bawah bantal hingga merasa pengap sendiri. Lalu dibalikannya badan sambil menendang beberapa bantal hingga berjatuhan ke lantai.

      "Huuufh...," Dia menarik napas panjang, mengisi paru-parunya dengan oksigen. Ditatapnya langit-langit kamar, lalu seraut wajah cantik kembali muncul di sana dengan ekspresi khasnya.

     "Kamu itu egois, kamu jemawa, kamu kasar, kamu nggak punya hati nurani sama sekali terhadap orang lain. Kamu seburuk-buruknya siswa yang pernah saya temui di dunia ini."

UNTOUCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang