Mata Kanan

185 7 0
                                    


Namaku Evan Chakra Mulianto.Aku seorang yang biasa kalian sebut , pengusaha muda--itupun kalau umurku yang sedang jalan 30 tahun ini masih terbilang muda. Aku menyukai pekerjaanku dalam bidang otomotif. Menjual perangkat dan sebagainya,mempekerjakan para pegawai yang bekualitas, dan tentu saja, disebut-sebut sebagai orang sukses. Aku menyukai kehidupanku, aku sukses dalam berbagai hal. Sungguh, bukan aku narsis atau apa, tapi itulah yang dikatakan orang-orang.

Aku adalah orang sukses, dan aku tau itu.

Arogan? Tidak. Kalau pun iya, aku boleh melakukannya bukan? Aku punya apa yang dibutuhkan untuk menjadi arogan. Tapi aku bukanlah sekedar arogan yang suka meremehkan bawahanku, aku berbicara fakta dan apa yang memang kulihat. Oh ya, dan kalau pun aku arogan (tergantung kalian menilaiku) aku tidaklah suka bicara banyak menghabiskan nafasku demi hal kekanak-kanakkan seperti menyombongkan diri dan merendahkan yang lain. Aku berbicara dengan hasil, bukan hanya sekedar nafas.

Kehidupan karir ku yang terbilang sukses, keluargaku yang sedang menikmati hari tuanya di villa Bandung, dan kisah cintaku yang belum tertulis--lagi-- itu semua adalah kehidupan yang selalu aku rasakan 10 tahun ini semenjak berkarir.

Tapi, itu semua terusik oleh kutukan sialan ini.

Aku mendapat kekuatan.

Aku mendapatkannya 2 tahun lalu, dan aku tidak ingat betul apa yang sebenarnya terjadi. Yang ku tau, semenjak hari itu, mata kananku bisa melihat yang seharusnya manusia normal tidak bisa.

Aku melihat tanggal kematian di atas kepala mereka setiap 40 hari sebelum ajal menjemputnya. Aku juga dapat mengetahui bagian tubuh apa yang akan terluka parah. Saat kukira kutukan ini tidak bisa lebih buruk lagi, aku salah. Aku bisa melihat malaikat kematian.

Entahlah apa ini sekedar bonus kehidupan atau apa, tapi aku lebih memilih untuk tidak "memakainya".

Ya, aku bisa memilih untuk menggunakan mata kananku atau tidak. Jika aku ingin- yang dimana aku jarang sekali- menggunakannya maka aku tinggal menutup mata kirikun dan seketika mata kananku akan berubah menjadi warna biru pucat.

Terdengar gila? Memang. Aku saja sempat berfikir untuk ke psikiater.

Tapi terlepas dari kutukan itu, aku sebenarnya merasa sedikit teruntungkan dengannya.

Aku memang tidak suka memakai kekuatan ini, karena entahlah, aku merasa itu sangat sangatlah tidak baik melihat tanggal kematian seseorang tanpa sepengatahuannya.

Tapi terkadang aku membuang pikiran itu dan tetap memakainya. Kau tau, untuk mencari perhatian kepada boss boss besar lainnya--seperti berbuat baik dan memperhatikannya sebelum ia meninggal, mencari tau kapan musuh perusahaanku akan ... Meninggal. Sejauh ini aku hanya melakukannya untuk 2 hal itu. Bahkan hanya untuk orang-orang di kantor. Keluargaku dan orang terdekatku, bahkan diriku sendiri. Aku tidak pernah melakukannya.

Atau aku memang tidak berani.

Aku mengetahui aku mendapatkan kekuatan ini tepat 2 tahun yang lalu. Aku ingat waktunya. Tapi aku tidak ingat semuanya. Seperti apa yang menyebabkannya dan apa yang terjadi setelah hal itu. Keluargaku mengatakan bahwa aku koma 3 hari, dan itu semua adalah kecelakaan yang bisa dibilang parah. Untungnya tidak ada bagian tubuhku yang terluka parah.

Pertama kali aku memakainya--tepat 5 hari setelah aku aku bangun-- aku tidak sengaja sedang mengucek mata kiriku yang kelilipan saat sedang berdiri di halte bus. Hampir aku menjerit tertahan saat melihat angka-angka merah bertebaran dimana-mana. 40,37,15, 1, berbagai macam angka melayang-layang di atas kepala mereka. Wajah dan tubuh mereka banyak berubah menjadi warna merah. Pertama kalinya aku merasa ketakutan sampai pucat pasi setelah 28 tahun itu. Aku menoleh ke kerumunan orang-orang disampingku, dan hanya beberapa saja yang terdapat angka merah di atas kepalanya.

Sekali lagi--setelah kupikir hari itu tidak bisa lebih seperti film horror lagi-- aku salah.

Seketika ada bus metromini ugal-ugalan datang dari arah yabg berlawanan berisi penumpang. Bahkan dari jarak 10 meter tempat ku berdiri saja sudah bisa terdengar jeritan pada penumpang.

" Awass!!! "
Semua orang berteriak hal yang sama. Tapi mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri.

Dalam sekejap suasana jalanan menjadi ricuh, orang-orang berlarian kesana kemari. Berbagai suara teriakan,klakson mobil, dan decitan ban semuanya bercampur jadi satu. Darah bersimpah dimana-mana akibat dari tertabrak bus metromini itu.

Semuanya yang di halte segera berlari ketakutan. Tentu saja, kejadian itu hanya berjarak 30 meter dari halte. Beberapa dari mereka berteriak ketakutan, tapi ada juga yang berlari maju dan mengeluarkan handphone.

" Ini gila... "
Itulah hal yang pertama kali aku pikirkan. Aku berdiri mematung di halte bus, masih menutup mata kiriku dengan tangan kananku selagi tangan kiriku membawa ransel kantor. Aku mengenakan jas rapih,dasiku tidak miring,rambutku tertata rapih ke belakang, mukaku terlihat segar. Lalu, kesalahan apa yang membuatku menyaksikan kengerian itu?

Mulutku masih ternganga tidak percaya, entah apa yang merasuki ku, tapi kaki ini bagaikan tertanam ke bumi. Aku tidak bisa bergerak sama sekali.

Dan seketika, diantara kericuhan itu, mataku terpaku pada satu kejadian. Kejadian yang sebenarnya dialami semua orang di tempat ini, namun mungkin aku terlaljlu sibuk atau takut untuk melihat kenyataan.

Dari kejauhan 10 meter, seorang ibu-ibu, duduk lunglai di aspal. Kakinya berlumuran darah. Setelah kuingat-ingat kembali, ternyata bukan hanya kakinya, tapi perutnya juga, dan seluruh tubuhnya memberikan bayangan merah. Ia terlihat pasrah sudah menghadapi apa yang akan terjadi padanya. Ia duduk sambil tangan kanannya menopang dirinya dan tangan kirinya terpangku di pahanya. Yang tidak bisa kulupakan dari adega itu adalah, matanya.

Matanya terlihat pasrah, tapi tidak menunjukkan kesedihan sedikitpun. Ia mendongak keatas lemas. Dari belakang aku melihat metromini itu ngegas menuju kami. Yang itu artinya siap melindas ibu-ibu itu.

Aku terlalu lenyap dalam duniaku sendiri, sampai aku tidak lagi mementingkan sekitarku. Yang aku tau hanya ada ibu-ibu duduk lemas di aspal yang sebentar lagi akan tertabrak bus.

Juga.

Sesosok 'mahkluk' berjubah putih, berperangai indah, posturnya terlihat berwibawa namun tidak mengintimidasi. Ia bercahaya, aku yakin itu. Ia berdiri 1 langkah di depan ibu-ibu itu. Aku sungguh tidak bisa berfikir lagi, keindahan mahkluk itu mengusir semua kengerian yang ada di sekitarku-- sejenak. Namun, anehnya sosok itu hanya diam berdiri tanpa mengulurkan bantuan sedikitpun.

5 meter lagi bus itu menabrak.

Kejadiannya begitu cepat. Terlalu cepat untuk kucerna, tapi masih dapat ku rekam dengan mataku.

Tanpa kusadari, tiba-tiba seseorang mendorong tubuhku kesamping kuat-kuat. Mebuatku terhempas jauh dari halte bersamanya.

2 meter lagi.

Tidak sengaja tangan kananku terlepas dari mata kiriku. Entah kenapa, semuanya perlahan terjadi di depan mataku. Seperti hanya mata kananku yang dapat mengejar cepatnya waktu ini.

Aku terlempar kesamping, diamabng udara, sebelum mata kiriku benar-benar terbuka, aku menyadari sesuatu di ibu-ibu itu.

0.

Ya. Ada angka 0 di atas kepalanya.

1 meter lagi.

Sosok putih itu mengangkat tangannya, dan--entah apa itu hanya imajinasiku saja--sekilas aku melihatnya tersenyum.

Aku tidak tau apa dia wanita atau pria, tapi ia memiliki senyum yang sangat indah. Terlau indah bahkan untuk seorang... Manusia.

Metromini itu persis 1 langkah disamping tubuh yang terduduk itu.

Seperti mengibaskan tangan ke asap, tangan sosok itu tembus melewati leher ibu-ibunya.

Dan semuanya terjadi sangat cepat. Mata kiriku kembali terbuka. Angka-angka itu hilang. Sosok putih itu juga menghilang. Aku tersungkur ke aspal dengan sedikit dentuman keras, orang yang mendorongku juga selamat dari tabrakan. Kudengar ia berteriak berkali-kali mencoba menyadarkanku-- walaupun mataku terbelalak lebar.

Tapi ada 1 hal yang tidak berubah. Warna merah darah yang bersimpahan di jalan.

Hari itu, pertama kalinya aku menggunakan kekuatan ini.







Mata EvanWhere stories live. Discover now