Pertemuan pertama

108 4 0
                                    

2 tahun yang lalu...

" Evan, kau sudah pake jas mu belum? Coba sini mama liat. "

" Sudah Ma, ini sudah rapih kan? "

" Ya ampun, tampan sekali anak mama ini... Kamu persis seperti papa mu..." Mama terkejut senang saat aku keluar dari kamar hotel.

" Hahaha, jangan mulai lagi ma... " Aku balas dengan gurauan. Walaupun jas navy blue yang kupakai sudah rapih, tapi mama sepertinya tetap melihat sesuatu yang salah dengan dasiku.

" Kamu nih, memangnya tidak suka kalau disama-samakan dengan papa? " Papa menepuk bahuku dari samping dengan terkekeh.

" Enak saja, tampanan aku pah. "
Gurau ku sambil menutup mulutku ya g menahan tawa.

" Ah kamu ini. Yang penting Mama bilangnya Papah lebih tampan. Iya tidak Ma? " Tanya Papa sambil menyikut Mama yang sedang merapikan dasiku.

" Aduh Papa, jangan senggol-senggol ih. Ini entar miring dasinya. " Keluh Mama yang tiba-tiba tangannya terusik.

Di lain sisi Papa hanya bisa menahan tawa dan menyelamatiku atas 1 lagi keberhasilan yang telah ku genggam.
" Selamat ya, Nak. Kau selalu membanggakan kami. "

" Iya Pah. Terima kasih juga, karna sudah menjadi panutan hidupku. " Aku membalasnya berjabat tangan dan segera merangkul ayah. Ayah menepuk punggungku pelan 2 kali, seolah berkata " Yang teguh, anak kami sudah besar, kau pasti sukses, Nak. "

" Apapun yang kau lakukan, kami akan tetap sayang padamu, Evan. " Kata Mama dengan senyuman hangatnya seperti biasa.

Rambutnya yang mulai keabu-abuan dikonde kebelakang dan dihiasi dengan jepitan rambut yang berkilauan. Aku ingat sekali, ia memakainya saat kelulusan S2-ku.

" Iya, terima kasih juga Ma. Sepertinya kalau aku ingin menuliskan rasa terima kasihku untuk Mama, bisa setebal novel nanti. " Gurauku yang sambil memeluk Mama.

" Kau ini, bisa saja ya seperti ayahmu. " Iya segera mencium pipi kanan dan kiriku pelan. Ia berusaha untuk tidak meninggalkan bekar lipstick merahnya di pipiku ini. Hahaha.

" Tuh kan, lagi. " Tiba-tiba ayah nyeletuk sambil tersenyum simpul.

Aku dan Mama saling tatap sambil menahan tawa. Mama segera melepaskan lenganku dan merangkul lengan Papa sambil tersenyum lucu.

" Kenapa sih Pa?? " Goda Mama.

Mereka adalah orang tua terbaik yang pernah ku kenal. Tak bisa kupikirkan jika tidak ada mereka disampingku. Papa adalah seorang pengusaha bengkel mobil, sedangkan Mama seorang dokter anak. Tentu saja, sebagai seorang anak lelaki satu-satunya, akulah yang paling dibanggakan, apalagi dengan semua kesuksesan yang telah kucapai.

––––––––––––––––––––

Aku mengecek jam tanganku. Waktu yang dijadwalkan sebentar lagi datang. Kami menunggu di lobby sambil duduk-duduk. Sesekali Papa bertemj dengan teman bisnisnya dan menyapanya. Mama sepertinya lebih suka duduk sambil membaca majalah Kartini kesukaannya.

Aku menerima sinyal dari ayah yang kerap melihatku sejak tadi saat berbicara dengan temannya. Kupikir mungkin aku harus mendatanginya dan menyapanya. Siapa yang tau kalau nantinya dia akan menjadi teman bisnis yang paling dibutuhkan?

" Nah, ini anak dia anak saya. Namanya Evan. Dia seorang pebisnis muda juga. " Ayah memegang bahuku kananku dan tersenyum sumringah terhadap temannya.

" Evan. "
Aku menjabat tangannya dengan tegas dan ikut tersenyum dengannya. Aku memperhatikan perawakannya. Sepertinya ia orang Jepang. Matanya yang menyipit di ujung matanya terlihat seperti biji bunga matahari. Terlebih lagi wajahnya yang putih dan rambutnya yang sama seperti Papa. Putih. Ia mengenakan jas hitam yang ia kancingi, kuharap perutnya yang seperti bola basket itu tidak membuatnya sesak. Hahaha.

Mata EvanWhere stories live. Discover now