Berbeda

78 4 0
                                    

" Selamat pagi Pak Evan. "

" Pagi. "

Aku menyapa setiap karyawanku seperti biasanya. Mereka yang biasanya menyapa duluan. Sesekali aku bertemu dengan general manager dan berbincang sedikit.

Tidak kusangka, bisnis yang ku jalan kan selama 8 tahun ini telah berkembang menjadi perusahaan besar.

Dalam perjalanan ke ruanganku, seperti biasa. Aku akan berhenti tepat di tempat tunggu yang dibelakangnya persis ada kaca-kaca tebal yang menggantikan dinding. Memperlihatkan kota yang sibuk setiap saat. Orang-orang hilir-mudik seperti selalu terburu-buru. Kendaraan melaju cepat seperti semut-semut kecil. Dan gedung pencakar langit menjulang tinggi seperti rangkaian beat musik. Matahari menyirami wajahku dengan cahaya hangatnya.

Pemandangan yang sama di tempat yang sama, setiap harinya. Tak pernah ku lewatkan saat-saat seperti ini sedetik pun. Melihat dunia dari atas, meluas, jauh, membuatku menyadari betapa kecil dan lemahnya kita. Tapi itu yang selalu memotivasiku untuk selalu menjadi yang lebih besar dari dunia.

Aku menatap ke luar sekitar 5 menit sambil berdiri. Kadang aku sambil ditemani sekaleng kopi. Tapi mesin otomatis yang terletak persis di pojok ruangan sesang rusak. Aku akan menyuruh seseorang untuk membenarkannya nanti.

Sudah hampir 10 menit aku disini. Lebih baik aku ke ruanganku sekarang.

–––––––––––––––––––––––––

Waktu menunjukkan pukul 12:00. Sudah saatnya waktu makan siang. Terkadang teman bisnisku akan mengajak makan siang di suatu restoran. Tapi hari ini aku ada janji. Janji yang lebih penting dan dapat menunda semua pekerjaan. Aku segera mengambil dompet dan hand phone lalu turun menggunakan lift.

Lantas, ketika lift sudah sampai di lantai dasar aku keluar dari kantor sambil merogoh kantong celanaku. Aku membuka hand phone dan segera memencet speed dial.

* tut... Tut... Tut ... *

Aku memiringkan kepalaku sambil berjalan ke luar gerbang kantor. Beberapa satpam menunduk memberi salam kepadaku. Aku balas menunduk walaupun masih menunggu balasan di seberang telfon.

" Halo? "
Tiba-tiba suara yang kunantikan terdengar

" Hey, Sarah. Kau sudah istirahat? "
Aku bertanya agak sedikit meninggikan suaraku. Karena suara bising di pinggir jalan hampir membuatku tidak bisa mendengar suara Sarah jika aku tidak menekan speaker HP keras-keras ke telingaku.

" Ya, aku sedang bergegas ke tempat biasa. "
Aku bisa mendengarnya memang agak sedikit terburu-buru.

" Oh, baik. Santai saja, tidak usah terburu-buru. Sampai bertemu lagi. "

" Ya, sampai bertemu lagi. "

Aku melepas HP dari telingaku dan menekan tombol merah. Sejenak aku terdiam sebentar menatap layar HP yang sudah kumatikan. Tahun ini Sarah akan di bangku kelas 12. Masa-masa terakhir dia akan bersekolah. Sudah 2 tahun kami kerap meluangkan waktu untuk bertemu setiap jam istirahat. Beruntung sekolahnya tidak terlalu jauh dari kantorku.

Aku mengangkat tangan kananku dan menyebrangi jalan sambil menoleh ke kanan dan kiri.

––––––––––––––––––––––––

Di café kecil tempat kami biasa bertemu, tempatnya terang dengan sinar matahari yang menembus kaca-kaca di dinding. Sedikit mereka menggunakan lampu di siang hari. Ketika kalian masuk, bel pintu yang terpasang di atasnya akan berbunyi, dan menjamu kita dengan wewangian kopi. Tempatnya tidak terlalu dingin atau pun panas, hangat seperti cahaya matahari. Di setiap pojok ruangan ada pot besar dengan tumbuhan yang daunnya cukup besar. Aku kurang tau tanaman apa itu, tapi di pinggirannya berwarna kuning. Lalu di di beberapa sisi dinding, digantungkannya pot-pot bunga berwarna-warni di dalamnya.

Mata EvanWhere stories live. Discover now