Pelepasan

61 1 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Aku menetap lebih lama dari tamu yang lainnya, sekalian membantu merapikan bangku-bangkj dan tenda. Kain tempat tadi Sarah di telentangkan terbentang sedikit kusut di tengah ruangan. Ruang keluarga yang sekiranya 3 x 4m lebih, masih tersirat keharuman bunga-bunga, beberapa kelopak tersungkur di lantai.

" Makasih Kak sudah mau bantu-bantu setelah pemakamannya. "
Sinta datang menghampiri ku sembari membawakan segelas air putih.

" Iya gak apa-apa. Aku juga hari ini libur. "
Bohongku padanya. Aku meng-cancel semua meeting dan jadwal hari ini. Entah bagaimana caranya, aku bisa lolos dari pekerjaanku hari ini. Namun memikirkan bahwa besok akan datang dimana aku harus membayar semua pekerjaan yang tertunda, bahkan setelah peristiwa hari ini, tak heran bila aku akan lupa untuk bernafas.

" Benarkah?  Aku kira Kak Evan hanya libur di Rabu dan Sabtu saja?  "
Ia melirik ku tanpa ekspresi. Seperti hanya mencari bahan pembicaraan.

" Oh. Ya, aku... Mengambil cuti hari ini. Dari mana kau tau?  "

" Kak Sarah sering membicarakan--...  Maaf. "

"... Jangan dihiraukan. Terima kasih minumnya. "
Aku memberikannya kembali gelas bening itu setelah meneguknya setengah habis.

---------------------------------------------------------

Setelah beberapa menit berpamitan dengan Sinta dan Sore, Sinta mengantarku ke mobil yang tidak jauh di depan rumahnya.

Sinar matahari mulai menyengat kepala. Pakaian hitam-hitam ini juga membuat panasnya semakin terasa. Bagi Sinta yang hanya mengenakan dress selutut dengan lengan pendek mungkin hanya terasa panas. Tapi bagi sebagian pria yang mengenakan kemeja dan jas sepertiku, mungkin terasa sangat gerah.

Akhirnya kami sampai di depan mobil. Sinta mengucap terima kasih sekali lagi dan tersenyum padaku. Bahkan senyum dan matanya terlihat sangat lelah.

" Kak Evan. "
Tiba-tiba ia memanggilku yang sedang berbalik membuka pintu mobil.

" Ya? "
Aku balik menatapnya.

" Lusa atau mungkin 3 hari lagi, aku akan pindah ke asrama. Sedang Sore akan ikut tante ke luar kota. "

Tidakkah sudah cukup banyak kejutan hari ini? Aku menghela nafas berat. Sepertinya orang-orang yang mengatakan kalau setiap kai kita mengehela nafas maka kebahagiaan kita pergi satu, itu benar. Karen aku benar-benar merasakannya sekarang. Aku bersender ke pintu mobil dan sesaat hening menyelimuti kita.

"... Benarkah? Aku akan selalu berdoa untuk kesuksesan kalian semua. Semoga kalian baik-baik saja disana nanti. Aku akan sangat merindukan kalian. "
Ucapku tersenyum berusaha menyembunyikan suara serak yang ingin menangis.

" Ya... Terima kasih, Kak. Kak Evan juga. Semoga sukses dan sehat selalu. "

Aku memeluknya pelan dan ia balas memelukku. Aku menahan nafasku, berusaha semaksimal mungkin untuk mengalihkan pandanganku dari wajahnya.

Ia melambaikan tangannya padaku dari kejauhan. Aku melihatnya semakin menjauh dari spion belakang. Setelah tikungan di depan, maka aku akan benar-benar menghilang dari pandangannya. Setelah tikungan, aku mulai berfikir. Aku tidak ingin pulang sekarang, aku tau mungkin Mama akan khawatir tapi aku tidak ingin Mama melihatku payah seperti ini. Akhirnya aku memutuskan untuk singgah di taman kota sebentar. Arah pulangku satu arah dengan taman kota. Jarang sebenarnya aku kesini karena sangat sibuk. Tapi sesekali aku olahraga di sini.

Setelah sekitar 30 menit menyetir menuju taman kota, akhirnya aku sampai dan memarkirkan mobil di bawah pohon palem. Terik matahari sudah tidak terasa lagi, mungkin itu karena awan putih mulai menutupi cahayanya.

Mata EvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang