Perubahan Besar.

278 31 3
                                    

Akhirnya akhirnya bisa update lagi.
Sekaligus saya menonton film haha, The Avengers (ω)/nak

Oke oke.
Mau kasih hint.
Kalau jadi, mungkin karya yang satu ini akan mengandung unsur science fiction. Sekali lagi, KALAU JADI.

Ups. Silahkan kembali menyimak lanjutan ceritanya~

==================================
Jika kedua insan tidak saling mencintai pasangannya lagi, apakah hal yang akan mereka lakukan? Menyalahkan satu sama lain atau meninggalkan semua kenangan yang sudah mereka lalui untuk memulai hidup baru?

Hari-hari pun berlalu, hanyalah hari-hari sekolah biasa yang terlewatkan. Tidak ada hal spesial yang membuatmu senang ataupun bahagia. Terkecuali hari ini, hari Kamis, hari kesukaanmu karena selama beberapa jam kelasmu mendapat pelajaran olahraga. Layaknya seorang anak kecil, kamu tidak merasakan lelah atau letih sama sekali.

"Ayo, semuanya! Main lagi~!"

"Capek-Hey! Kita sudah terlalu lelah, (L/N)-chan!"

"Ekh-Sayang sekali!"

"Maaf..."

Kamu hanya bisa menghela napas dan menyeka butir demi butir keringat yang menggenangi wajahmu. Kedua matamu terpejam, khawatir jika ada setetes keringat bisa masuk ke dalam matamu dan berakibat fatal. Tiba-tiba, kakimu menyandung sesuatu barang,

"Uwaa-!!"

Teriakmu seraya secepat kilat, badanmu kehilangan keseimbangan dan membentur lantai hall olahraga yang licin tersebut dengan keras. Karena hantaman tubuhmu dan lantai tersebut cukup keras, hal itu mengakibatkan seluruh perhatian teman sekelasmu teralih menuju figurmu yang tersungkur di tanah seraya menyerngit kesakitan,

"(L/N)-chan, kau tidak apa-apa?"

"Ti-Tidak ada apa-apa kok, aku baik-baik saja!"

"Benarkah..?"

"Ya... Aku akan pergi ke ruang kesehatan."

"Perlu kami antar?"

"Tidak-Jika aku tidak kembali dalam jangka waktu panjang, berarti aku sedang beristirahat."

"Tentu."

Kamu hanya bisa menganggukkan pelan kepalamu. Kedua matamu sudah terbuka lebar tepat saat teman-teman sekelasmu menghampirimu. Perlahan, Kamu berdiri dari posisi awalmu menggunakan kekuatan dan keseimbangan yang tersisa. Lalu, kamu meninggalkan hall olahraga itu seorang diri menuju ke ruang kesehatan.

Selama melangkahkan kedua kakimu, kamu dapat merasakan kepalamu yang berulang kali diserang rasa sakit yang membuatmu pusing seketika. Sangat jarang dirimu, (F/N) (L/N) dapat kalah oleh rasa sakit atau penyakit.

Sesampaimu di ruang kesehatan, kedua matamu terbelalak lebar saat menangkap sebuah figur orang yang kamu benci dan sangat tidak ingin kamu temui. Seijūrō Akashi, rambut bersurai merah miliknya menyentrik karena paparan sinar matahari dari jendela di belakang tempat tidurnya. Mata heterokromatik itu pun menyingsing dan memandang dirimu,

"Apa?"

"Untuk apa kau di sini?"

"Mencari obat."

"Heh... Gadis sepertimu bisa sakit juga?"

"Aku rasa kau butuh cermin... Sayang sekali jika kau tidak bercermin saat ini."

Tuturmu dengan nada sarkastik dan remeh sebelum kamu melangkahkan kedua kakimu kembali menuju lemari besar dimana obat-obatan berada.

"Untuk apa cermin?"

"Lemah."

"Kau sendiri lemah, hanya karena terjatuh, kau harus meminum obat penghilang rasa sakit untuk menghapus kepusingan yang mendominasi kepalamu."

"Bagaimana kau tahu akan hal itu?"

Mendengar pertanyaan yang terlontar secara tiba-tiba itu, Akashi menghela napas sebelum berdiri dari kasur yang Ia duduki itu. Kemudian, Akashi mendekati dirimu. Raut wajahmu kusut dan kesal, tetapi dirimu tidak terganggu akan kedekatan di antara dirimu dan Akashi.

"Karena aku selalu benar, (F/N)."

Akhirnya, untaian kata-kata yang selalu terdeklarasi dengan sombong dari pemuda itu keluar. Tidak lupa, Akashi mengukit sebuah seringai lebar nan licik di kedua bibirnya itu. Kamu hanya menaikkan salah satu alismu, menatapnya jijik,

"Selalu benar 'ndasmu, kau pikir kau ini siapa? Tuhan?"

"Aku mutlak, (F/N). Kau harus tahu akan hal itu."

"Ha-Di atas langit, masih ada langit, Seijūrō Akashi."

"Ya. Dan aku berada di langit teratas."

"Terserah padamu lah."

Gumammu pelan seraya memutar kedua bola matamu malas. Kedua tanganmu meraih obat yang dapat teridentifikasi sebagai obat pereda sakit. Tidak memakan waktu lama, kau menelan obat tersebut. Di waktu yang sama, Akashi hanya memandangmu dalam diam dan tatapan datar,

"Aku harus pergi."

"Jangan tinggalkan aku sendiri, (F/N)."

Mendengar hal tersebut, kamu terdiam dan menatap Akashi dalam-dalam. Sekarang, kamu dibuat bingung akan pemuda bersurai merah ini. Semburat merah perlahan mewarnai kedua pipi pucatmu itu.

"Apa? Apa pedulimu juga?"

"Ini perintah, (F/N) dan aku tidak menerima penolakan."

"Perintah? Aku heran... Kemarin kau jelas-jelas menolakku dan sekarang menyuruhku untuk tidak meninggalkanmu... What do you mean?"

"Ya, Perintah... Tidak ada alasan khusus, aku hanya menginginkanmu."

"Menginginkanku?"

"Ya."

"Bodoh-Tentu saja tidak!"

"Berani sekali, (F/N)."

"Kau pikir aku apa, huh? Sebuah boneka? Aku punya perasaan, begitu pun orang lainnya? Kami tidak seenaknya bisa diperintah oleh orang sepertimu! Jadi, aku permisi!"

Teriakmu kesal, terkesan lebih menggertak sebelum memutar badanmu dan meninggalkan pemuda iu. Ditambah, kamu membanting pintu ruang kesehatan. Lengkap sudah amarahmu, tetapi, Akashi hanya menyimpulkan sebuah seringain tipis di bibirnya melihat tingkah lakumu.

"Memang pada awalnya, kau terlihat aneh di mataku.. Tapi sekarang, dirimu sangat mempesona, (F/N). Aku, Seijūrō Akashi akan segera membuatmu menjadi milikku."

Tutur Akashi dengan nada bangga sebelum kembali membiarkan tubuhnya terbaring di atas kasur yang sudah dingin serta berantakan itu, kedua matanya terpejam seraya pikirannya penuh dengan sosokmu. Ya, Ia berusaha untuk beristirahat.

The Only Exception /赤司征十郎 x reader/Where stories live. Discover now