Similaritas.

266 29 0
                                    

Hey ho-!
Telat banget updatenya ya huhu :"
Gak apa-apa deh..
Lagi banyak pikiran /jangan curcol

Anyway-Mungkin cerita ini bakal lumayan panjang hwhwhw
Dan mengandung sains fiksi
Masih 'Mungkin'

Okayy~ Cukup spoilernya,
Happy Reading~

==================================

Cobalah pejamkan kedua matamu. Kamu akan baik-baik saja karena sang fajar sudah menyingsing di ufuk timur. Kamu dan diriku akan merasakan keamanan yang sudah kita rindukan.

Berulang kali, lidahmu menuturkan satu kata tersebut, tanpa merasa lelah ataupun haus. Kamu menuturkan kata tersebut dengan selang waktu beberapa menit, tanpa jeda sedetikpun. Ketidakpercayaan sudah mendominasi pikiranmu itu.

"Ibu..."

Tuturmu dengan suara nyaris tidak terdengar dan nada sayup. Rambutmu lepek dan seragam yang sedang kamu kenakan sudah basah kuyup oleh bulir-bulir hujan yang tiada hentinya sedari tadi membasahi bumi. Wajahmu otomatis basah, tidak hanya karena hujan.

Air mata. Kamu pun perlahan menangis tersedu-sedu. Dirimu masih tidak percaya akan apa yang sudah kamu lihat dengan kedua iris (E/C)mu. Kamu merasa kesal dan sedih di saat yang sama. Kesal karena tidak dapat melakukan suatu tindakan kecil dan Sedih karena dirimu tidak sanggup berkehendak.

Tidak terasa, dirimu kembali terbawa sampai di depan sekolahmu. Tiba-tiba, suara berat dan lembut nan familiar menyapamu,

"(F/N)..?"

"Akashi-"

Sebelum kamu sempat memutar badanmu, pandangan matamu pun kabur. Memang sedari tadi sudah buram tetapi sekarang tergantikan dengan kegelapan tak berujung.

Akashi yang sedari tadi menggenggam payung di tangan kanannya, dengan sigap membuang payung tersebut dan menyokong badanmu yang nyaris tersungkur ke tanah. Kedua lengannya yang kekar perlahan mengangkat tubuhmu sebelum dirinya memutuskan untuk membawamu masuk ke dalam mobil mewahnya. Kesadaranmu tidak sepenuhnya hilang, kedua bibirmu terbuka sedikit tetapi tetap, kedua matamu terpejam.

Sepanjang perjalanan, Akashi menatapmu dengan tatapan lembut dan khawatir, sebuah ekspresi khusus yang hanya akan Ia tunjukkan pada orang tertentu, tak lain hanya dirimu seorang. Dirimu yang menangis, wajahmu yang pucat, tubuhmu yang basah dan sangat lemah merupakan pemandangan asing baginya. Tangan kanannya perlahan menyibak poni yang menutupi kedua matamu perlahan,

"Kenapa kau bisa berakhir seperti ini, (F/N)? Ini sangat aneh.."

Bisiknya dengan suara yang amat tidak terdengar, volume terkecil yang Ia dapat keluarkan. Perlahan, pemuda bersurai merah ini menyadari bahwa Ia mendapatkan Karma. Kemarin, baru saja Ia membuat dirimu kesal dan bingung. Hanya butuh 1 hari, dirinya mendapat perlakuan yang similar, bingung dan kesal karena tidak mengetahui pelaku yang membuat dirimu renta seperti ini.

"Aku akan memberikan perhitungan kepada setiap orang yang telah membuatnya menangis, Tsk."

Ucap Akashi singkat seraya mendecih pelan. Tetapi, tidak di sangka, ada yang membalas pernyataannya,

"Ibu... JANGAN PERGI-! Ukh.."

Teriakmu seraya memeluk dirimu sendiri dengan kedua lenganmu yang kurus. Ya, kamu mengigau. Akashi membelakkan kedua matanya setelah mendengar kata 'Ibu' yang juga cukup sensitif untuk dirinya. Perlahan, Akashi mendekati wajahmu dan mengecup dahimu. Sebuah ciuman lembut nan hangat mendarat di daimu. Tanpa disadari, sebuah senyuman kecil tersinggung di kedua bibirmu. Lantas, Senyuman hangat pun menghiasi wajah pemuda itu selama beberapa detik.

< Time Skip >

Sang pemuda bersurai merah ini pun perlahan menjejakkan kakinya masuk ke dalam sebuah  ruangan kamar, yang diketahui merupakan Ruang Kamar seorang Seijūrō Akashi. Di atas King Size Bed miliknya, badanmu tergeletak dengan rapi. Seragam basah yang kamu kenakan sudah tergantikan dengan sebuah gaun sederhana berwarna crimson. Gaun itu pun khusus dipilih oleh Akashi untuk dirimu, meskipun hanya digunakan untuk tidur.

"Dia belum sadar juga, huh?"

"Belum, Tuan Muda. Saat saya menggantikan seragam ini, memang Nona Muda ini beberapa kali mengigau.. Tapi tetap tidak terbangun.."

"Apa kalian tahu kenapa?"

"Mungkin karena trauma... Nona ini selalu berteriak kata 'Ibu, jangan pergi! Jangan tinggalkan kami sendirian' Dan kosakata yang terlontar, sebatas itu.."

"Baiklah, Terima kasih."

"Tidak masalah, Tuan Muda."

Tutur sang kepala pelayan yang bekerja di rumah pemuda ini sebelum dirinya mengundurkan diri dan mengunci pintu ruangan tersebut. Akashi lah yang menyuruh wanita baya itu untuk menggantikan pakaian milikmu.

Akashi menghembuskan napas panjang sebelum dirinya berjalan mendekati ranjang tempat tidurnya itu. Perlahan, Ia merebahkan dirinya di samping dirimu. Dirimu sedang tertidur pulas di sebelah kanan pemuda itu, terlarut dalam mimpi yang sangat abstrak dan tidak terdefinisikan.

"Aku rasa ini sudah malam. Aku akan mengantarkanmu kembali besok, Selamat Malam, (F/N) (L/N)."

Ucap sang pemuda itu seraya kedua lengan kekarnya melingkar di pinggang ramping milikmu. Akashi menarikmu perlahan ke dekapannya. Ia pun ikut memejamkan kedua matanya, ikut terlena dengan mimpi fana yang mendominasi pikirannya saat tidur.

Dan mimpi tersebut adalah Mimpi yang Sangat Indah. Akashi sedikit menyerngit dan kecewa karena hal itu sebatas mimpi. Tetapi, figur mungilmu yang sekarang berada di pelukannya bukanlah mimpi. Dan hal itulah, yang membuat seorang Seijūrō Akashi puas.

Dirimu dan dirinya pun belum menyadari sebuah similaritas di antara kalian. Kehilangan figur seorang Ibu di masa muda memang bukan hal yang baik. Trauma muncul di benak kalian berdua. Tetapi tentu, Kalian menutupinya dengan Kesempurnaan.

The Only Exception /赤司征十郎 x reader/Where stories live. Discover now