[Series 1]

4.6K 304 79
                                    

Seokmin tidak pernah mau disuruh-suruh oleh orang lain yang bukan anggota keluarganya. Well, pengecualian untuk yang menyuruhnya hari ini. Orang itu atasannya di kantor, dan mana mungkin Seokmin menolak. Ia masih sayang dengan gajinya yang baru dinaikkan oke.

Begini ceritanya. Tadi setelah rapat selesai atasannya —yang biasa ia panggil dengan Tuan Kim— memanggil agar menemuinya diruangannya yang bersebelahan dengan ruangan Seokmin. Setelahnya ia malah mendapat tugas menjemput kekasih atasannya di bandara. Seokmin sempat berpikir sebenarnya kekasih orang yang ingin ia jemput itu siapa? Kenapa disini ia yang merasa sedang menjemput sang kekasih. Sebenarnya tidak seratus persen salah juga sih. Lebih tepatnya Seokmin menjemput mantan kekasihnya yang kini menjadi kekasih dari atasannya dikantor. Berbicara masa lalu kenapa membuat Seokmin jadi baper sendiri. Sudah lah. Masa lalu biarlah berlalu.

Setelah selama empat puluh menit Seokmin mengemudi menuju Bandara, kini ia telah memarkirkan mobilnya di parkiran Bandara. Ia keluar dari mobil dengan membawa selembar kertas yang berisi tulisan sebuah nama. Seokmin berdiri diantara orang-orang yang kini juga tengah menanti penumpang pesawat yang datang dari Tokyo. Kekasih atasannya itu pulang dari Tokyo omong-omong. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebentar lagi —pikirnya.

Tepat tiga menit setelahnya mulai terlihat penumpang pesawat jurusan Tokyo—Seoul berjalan melewati pintu keluar. Dan saat itu pula Seokmin mengangkat kertas yang sedari tadi ia pegang berharap si empunya nama yang tertulis disana dengan mudah menemukannya.

Seokmin mengedarkan pandangannya dan tepat diarah jam dua Seokmin melihat seorang yang sangat ia hapal bagaimana rupanya bahkan mereka telah tidak berjumpa selama delapan tahun lamanya. Sesosok pria manis dengan bawahan jeans hitam, kaos polos berwarna putih dengan luaran cardigan abu-abu, ditambah dengan kaca mata hitam yang bertengger pas pada batang hidungnya yang bangir membuat Seokmin buru-buru mengejar si pria manis tersebut.

Dengan sigap Seokmin berjalan cepat —bisa disebut dengan berlari kecil— kearah orang tersebut. Dan lihatlah si pria manis dengan berjalan tidak terlalu cepat, sebelah tangannya menyeret koper, dan dagu yang diangkat sedikit menambah kesan anggun nan berkelas terpancar dari dirinya. Dengan secepat mungkin kini Seokmin telah berada dihadapan si pria manis dan itu membuat si pria otomatis menghentikan langkah kakinya. Seokmin tersenyum secerah matahari. Masih tidak percaya bahwa ia tengah berada dihadapan sosok manis yang masih didambanya sejak delapan tahun yang lalu.

"Soonyoung." Seokmin menyapa yang mana membuat si pria yang dipanggilnya dengan nama Soonyoung itu mengerutkan dahi dan menaikkan sebelah alisnya, bingung. Sepuluh detik dalam keheningan dan itu terasa seperti sepuluh jam bagi Seokmin. Ketakukan dan kekhawatiran menghinggapinya. Bagaimana jika ia salah orang? Bagaimana jika orang itu memarahinya? Dan jika orang itu memanglah Soonyoung, bagaimana jika ia tidak lagi mengenali Seokmin? Dan lebih buruknya bagaimana jika Soonyoung telah melupakannya? Kalimat bagaimana yang lain terus bergentayangan di otak Seokmin dan terhenti saat pria dihadapannya tersenyum kearahnya.

"Lee Seokmin, right?" Dengan penuh semangat Seokmin mengangguk cepat. Dalam hati ia bersyukur bahwa pria ini memang benar adalah Soonyoung. Pria manis itu membuka kaca mata hitamnya yang mana itu memperlihatkan secara langsung mata sipit yang ia miliki. Mata itu pula yang membuat Seokmin sangat yakin bahwa pria ini memanglah Soonyoung, pria yang dulu disukainya disekolah menengah hingga saat ini pun masih tetap begitu.

Ingin sekali Seokmin mendekap erat tubuh mungil yang ada dihadapannya ini. Memeluknya tanpa ingin melepaskannya. Tapi ia sadar jika ia melakukannya pasti Soonyoung akan menganggapnya aneh. Demi apapun Seokmin benar-benar rindu dengan orang ini.

"Seokmin." Merasa namanya dipanggil oleh Soonyoung, Seokmin membuyarkan lamunannya. "Ah! Ya."

"Apa yang kau lakukan disini? Kau baru pulang dari luar Negeri?" Seokmin menggeleng. "Tidak. Aku kemari ingin menjemput— ASTAGA! AKU MELUPAKANNYA." Seokmin menepuk dahinya dan itu cukup keras omong-omong.

THEY NEVER KNOW ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang