[Series 5]

1.5K 194 51
                                    

Jam telah menunjukkan pukul Sembilan malam ketika Soonyoung baru saja kembali dari menjenguk sang Ibu. Kini Soonyoung sedang berdiri di balkon kamar. Memandang indahnya cahaya lampu-lampu yang bermacam warna dari sana. Terukir senyum kecil dari bibir mungilnya ketika Soonyoung mengingat bagaimana sang Ibu yang tak henti memeluknya selama ia berada di Rumah Sakit. Ada perasaan sedikit lega saat ia kembali bertemu dengan Ibunya. Ya, sedikit. Karena selebihnya perasaan bersalah, takut dan khawatirlah yang mendominasi hati Soonyoung.

Soonyoung menghela napas berat. Ia lalu berjalan masuk kembali ke kamar, tidak lupa menutup pintu kaca yang menjadi batas antara kamar dengan balkon kamarnya. Dahi Soonyoung mengerut ketika melihat ponselnya yang berkelap-kelip. Itu tanda ada seorang yang menelponnya. Soonyoung sengaja membuat ponselnya dalam keadaan silent tadi, karena ia tidak ingin ada yang mengganggu kebersamaannya dengan sang Ibu.

Soonyoung duduk di tepi ranjang dan mengambil ponselnya yang berada di nakas, membaca ID penelpon. Ia lalu menggerser layar ponsel kearah hijau, menjawab panggilan di ponselnya.

"Hallo."

"..."

"Besok? Ah. Baiklah."

"..."

"Ya. Aku akan berusaha sebaik dan sebisa ku."

"..."

"Baik. Aku mengerti."

"..."

"Ya. Hm.. Paman—" Soonyoung menjeda ucapannya. "—terima kasih untuk semuanya. Terima kasih telah menampungku bersama Yuta. Aku berjanji akan mengerjakan 'pekerjaan' ini dengan baik. Dan—" Menghela napas. "—untuk yang terakhir."

Seteleh mendengar jawaban dari si penelpon dan selanjutnya sambungan telah terputus, Soonyoung merebahkan tubuhnya diranjang dengan kaki yang menjuntai. Lagi. Terdengar helaan napas yang terdengar lelah dari bibirnya. Soonyoung memejamkan mata dan saat itu pula air mata jatuh dari mata sipitnya mengaliri pipi gembil Soonyoung.

"Setelah ini... Soonyoung berjanji akan menjadi anak yang lebih baik Bu. Soonyoung berjanji."

***

Ini merupakan hari terlelah bagi Seokmin. Bagaimana tidak. Hari ini ia disuruh untuk membuka lowongan pekerjaan di perusahaan oleh atasannya, Mingyu. Dan besok ia juga yang akan melakukan penilaian seleksi wawancara pada calon karyawan baru itu. Menghela napas pelan, Seokmin menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang keluarga. Sepertinya minggu ini memang jadwal pekerjaan sedang padat-padatnya. Seokmin memejamkan mata dengan tubuh yang bersandar di sofa dan wajah yang mendongak ke atas.

"Sedang menikmati kesibukanmu, Seokmin."

Seokmin membuka matanya dan menoleh ke sumber suara. Disana, disamping kiri, berdiri sang Ayah yang tengah menatapnya. Seokmin lalu menegakkan duduknya.

"Ya. Seperti itulah, Pak Tua."

"Yak! Sifat kurang ajarmu itu tak berubah Seokmin."

Terdengar suara ketukan sendal dengan lantai yang membuat Seokmin dan sang Ayah menoleh. Mendapati Nyonya Lee berjalan kearah mereka dan duduk disamping Seokmin.

"Kenapa ribut sekali?"

"Anak kurang ajarmu ini memanggilku Pak Tua."

Ibu Seokmin terkekeh. "Kau memang sudah tua, sayang." Seokmin mengangguk membenarkan. "Sudah ku katakan."

"Kalian bekerjasama. Oh. Benar-benar." Seokmin dan sang Ibu terkekeh melihat kepala keluarga Lee yang tengah merajuk. Ayahnya ini jika dirumah sangat berbeda dengan di tempat bekerja.

THEY NEVER KNOW ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang