[Series 11]

1.2K 158 72
                                    

Seokmin benar-benar tidak pernah menduga jika mencintai seseorang akan sesulit ini. Mencintai seorang yang bahkan dengan terang-terangan meminta ia untuk menjauh. Mencintai seorang yang telah lama menghilang dan baru kembali setelah bertahun lamanya. Seokmin ingin menjauh. Sungguh. Hanya saja hatinya tak pernah mau diajak bekerja sama. Di saat ia memikirkan lelaki bermata sipit itu, hatinya berdebar tak beraturan. Hanya dengan melintasnya nama sang pujaan hati saja membuat Seokmin seperti orang gila. Memikirkannya tiap hari, tiap jam, tiap menit, bahkan di tiap detiknya.

Satu lagi alasan yang tak bisa membuat Seokmin pergi menjauh dari kehidupan seorang Kwon Soonyoung, yaitu Ibunya, Nyonya Kwon. Seokmin bahkan selalu teringat akan isi dari surat yang di berikan Ibu Kwon padanya di hari terakhir Seokmin pergi ke Rumah Sakit. Disana Ibu Soonyoung menuliskan agar Seokmin selalu menjaga Soonyoung. Tak pernah terlintas dipikiran Seokmin bahwa Ibu Soonyoung akan menuliskan surat itu untuknya. Dan sejak saat itu pula Seokmin tak benar-benar ingin menjauhi Soonyoung. Bukan sepenuhnya karena surat yang dikirim Ibu Soonyoung sebenarnya. Tapi karena hati Seokmin benar-benar telah memilih dan memutuskan. Bahwa ia tidak akan pernah menyerah untuk mengejar bintangnya, Kwon Soonyoung.

***

Pagi ini Seokmin dibangunkan oleh alarm jam yang berada di nakas samping ranjang. Entah kenapa Seokmin kali ini kecolongan. Biasanya dia lah yang terlebih dahulu bangun bahkan satu jam sebelum alarm itu berbunyi. Dengan mata yang masih tertutup ia menggapai jam dan mematikan bunyi keras dari alarm. Setelahnya ia menyibak selimut danturun dari ranjang. Mengambil handuk dan berjalan ke arah kamar mandi.

Baru saja Seokmin akan menutup pintu, teriakan sang Ibu menghentikannya. "Seokmin.. Kau sudah bangun? Seokmin."

Seokmin berdecak sebal. Tidak bisa kah sang Ibu tidak teriak sekencang itu. Apa ia pikir mereka tinggal dihutan. "Aku sudah bangun Bu.. Sekarang aku ingin mandi. Jadi berhentilah berteriak seperti kita tengah berada dihutan."

Hening hingga di detik kelima Ibunya kembali menyahuti perkataan Seokmin dengan nada yang lebih pelan dari sebelumnya. Sangat pelan. Bahkan seperti berbisik. Seokmin saja hampir tidak mendengarnya. "Kalau begitu cepatlah. Setelah itu temui Ibu dan Ayah diruang makan."

Seokmin mengerutkan dahi. Kenapa Ibunya tiba-tiba seperti ini? Biasanya ia akan menanggapi perkataan menyebalkan Seokmin dengan petuah-petuah dan mengomelinya hingga menit ke lima. Ini aneh dan tak biasanya. Tapi Seokmin mengabaikannya. Mungkin sang Ibu sedang tidak mood untuk bergurau.

***


Pedal gas ia injak sekuat mungkin. Berharap dengan seperti itu ia akan lebih cepat sampai. Dengan pikiran yang masih melayang entah kemana, Seokmin melajukan mobilnya dengan secepat yang ia bisa. Membelah jalanan Seoul yang tidak terlalu padat.

Seokmin membanting kemudi kearah kiri saat lamunannya kembali dan melihat sebuah truk besar yang berada di hadapannya melaju kencang. Ia mengangkat kepala ketika merasa mobilnya terhenti. Ini memang buruk. Tak baik berkendara saat pikiran masih bercabang. Tapi apa yang bisa ia lakukan. Yang ia fikirkan saat ini adalah sampai di tempat yang ia tuju dengan segera.

Seokmin mengusap wajahnya kasar. Pikirannya benar-benar kacau. Ia lalu menolehkan pandangannya ke samping ketika mendengar seorang mengetuk jendela mobilnya. Seokmin menurunkan kaca jendela dan melihat seorang yang ia kenal berdiri disana.

"Hyung.. Turunlah. Biar aku saja yang mengemudi untukmu." Seokmin mengangguk menuruti. Ia lalu keluar dari mobil dan berpindah di bangku sebelah. Setelahnya mereka kembali membelah jalanan kota.

THEY NEVER KNOW ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora