[Series 6]

1.4K 174 57
                                    

Soonyoung tengah berjalan di lobi kantor ketika tangannya tertarik hingga tubuhnya membalik arah kebelakang. Hampir saja ia berteriak mengumpati orang yang menarik tangannya, tapi ia sadar kini ia tengah berada di area umum sehingga tentu saja disana terdapat banyak orang. Soonyoung memandang kearah wajah orang tersebut. Ia sedikit mendongakkan wajah untuk menatap orang itu yang memang lebih tinggi darinya.

Soonyoung mengerutkan dahi lalu merubah ekspresinya menjadi sedatar mungkin ketika melihat orang yang berada di hadapannya ini— "Ada apa Sekretaris Lee?" —adalah Seokmin.

Seokmin tersenyum tampan kearah Soonyoung. Soonyoung masih tetap mempertahankan tatapan datarnya. Ia lalu menatap lengannya yang di pegang Seokmin. Seolah bisa membaca pikiran, Seokmin lalu melepaskan tangannya dari lengan Soonyoung dan menyengir lebar.

"Hei. Aku benar-benar tidak menyangka kita akan bertemu lagi dengan situasi seperti ini. Aku—"

"Maaf Sekretaris Lee. Jika tidak ada yang penting untuk dibicarakan lagi aku permisi. Masih banyak hal penting yang harus aku lakukan. Selamat Siang."

Seokmin membuka lebar mulutnya. Ingin sekali mengeluarkan kata untuk mencegah Soonyoung pergi tapi seolah tercekat pada tenggorokan tak ada satupun suara yang keluar dari bibirnya. Seokmin menghela napas pelan. Aneh. Soonyoung bahkan terlihat berbeda dengan yang ia temui saat di Bandara kemarin. Tatapannya begitu dingin dan seperti ia sedang membatasi diri dengan Seokmin.

Seokmin lagi-lagi menghela napas. Ia harus mencari tahu tentang Soonyoung. Kenapa anak itu berubah dengan secepat kilat. Membuat pembatas imajiner yang kuat diantara mereka. Padahal dulu Seokmin selalu berada disamping Soonyoung dan anak itu tidak pernah protes padanya.

"Rasanya sakit sekali."

***

Baru saja Seokmin memakai sabuk pengaman mobilnya, tiba-tiba ponselnya yang berada di kursi penumpang samping bergetar. Ia mengambil dan melihat ke layar ponsel siapa gerangan yang menghubunginya. Seokmin mengerutkan dahi ketika melihat nama Ibunya tertera di layar ponsel. Dengan perasaan yang masih bingung Seokmin menjawab panggilan diponselnya.

"Hallo. Ya Bu ada apa?"

"..."

"Aku baru saja akan pulang."

"..."

"Ya Bu. Aku akan berkunjung ke tempat biasa."

"..."

"Aku mengerti. Sampai jumpa nanti Bu."

PIP. Seokmin memutuskan sambungannya, meletakkan ponselnya kembali ke tempat semua dan mulai menyalakan mobil lalu pergi meninggalkan area parkiran kantor. Dengan kecepatan rata-rata Seokmin membelah jalanan Seoul yang malam ini terlihat sedikit lebih senggang dari biasanya. Ia menyempatkan diri berhenti di toko buah-buahan dan membeli beberapa buah segar dari sana. Setelahnya Seokmin kembali melajukan mobil ke tempat yang ia tuju.

Tiga puluh menit lebih menempuh perjalanan, kini Seokmin telah berada di pintu masuk gedung berwarna serba putih dengan sebelah tangan membawa kantong berisi buah yang tadi ia beli. Mengisi buku daftar berkunjung Seokmin melangkah menuju ruangan yang ia tuju. Tepat di ruangan dengan pintu bertuliskan nomer 314, Seokmin hendak membuka pintu tapi urung ia lakukan ketika melihat seorang lelaki mungil berada disana tengah duduk disamping ranjang yang terdapat seorang wanita paruh baya sedang tertidur lelap. Itu Soonyoung dan Ibunya.

THEY NEVER KNOW ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang