Meet Harry Potter

11.6K 644 54
                                    

© Harry Potter and The Sorcerer Stone by J.K. Rowling

Pagi ini adalah pagi yang sangat cerah. Mataku tak bisa lepas dari jalanan. Aku begitu suka memandangi jalanan muggle, mungkin karena aku tidak dibolehkan berjalan-jalan terlalu jauh dari rumah oleh Mum. Sepanjang waktuku sepertinya hanya dihabiskan antara rumah dan halaman saja. Maka dari itu, aku sangat menikmati berjalan-jalan di sekitar jalan London seperti ini, tidak seperti para muggle lain yang terlihat tergesa di jalan ini.

Setelah perjalanan yang cukup panjang, Dad akhirnya memarkirkan mobilnya dengan mulus di antara mobil-mobil muggle yang lain. Kadang aku bertanya-tanya bagaimana Dad bisa menyetir mobil dengan baik? Padahal setiap hari ia pulang-pergi ke Kementrian selalu menggunakkan bubuk floo. Namun pikiranku itu segera teralih karena dorongan kakak-kakakku yang tergesa ingin keluar dari mobil.

Mum bergegas memimpin jalan bersamaku. Sekilas, aku bisa merasakan tatapan para muggle melirik aneh pada kami. Bagaimana tidak? Keempat kakakku masing-masing membawa troli yang berisi koper besar, berbagai macam peralatan aneh seperti kuali, dan berbagai macam buku besar. Belum lagi burung hantu yang ada di troli Percy, sejauh yang aku tahu tidak banyak muggle yang memelihara burung hantu, pasti mereka merasa aneh melihat sekumpulan orang membawa benda tak lazim dan dua kandang burung hantu.

"Kalian duluan saja," gumam Dad. Ia segera berpisah dari kami untuk menghampiri rekan kerjanya di Kementrian Sihir yang kebetulan ada di stasiun ini juga.

"Uh, kita harus cepat, aku tidak mau kalian terlambat. Apalagi stasiun ini sedang penuh muggle, tentu saja, setiap tahun selalu begitu," gerutu Mum. Aku harus berlari kecil untuk menyeimbangkan langkahku agar sama dengan Mum.

"Peron berapa?" tanya Mum lagi sambil menatapku.

"Sembilan tiga perempat!" seruku, kemudian buru-buru menambahkan. "Mum, apakah aku tidak boleh...."

"Kau belum cukup umur, Ginny sekarang diam dulu!" Mum berseru tegas.

Aku mencebik dan segera melipat kedua tangan di depan dada. Aku adalah satu-satunya gadis dalam keluarga Weasley. Menjadi seorang gadis dengan enam kakak laki laki, tentu membuatku merasa lebih spesial dibanding semua kakakku. Setidaknya semua keinginanku selalu diwujudkan Mum. Jadi rasanya sangat menyebalkan jika Mum tidak mewujudkan keinginanku bahkan sekali saja.

"Baiklah, Percy, kau duluan yang masuk." Mum melirik Percy.

Percy mendorong trolinya, ia melirik serombongan turis yang lewat, kemudian ketika turis itu sudah berlalu, Percy melajukan kecepatan larinya dan menembus palang Peron 9 ¾.

"Fred, kau berikutnya."

"Aku bukan Fred, aku George."

Aku tersenyum, tentu saja aku tau itu Fred.

"Astaga, Mum! Katanya ibu kami, masa tidak bisa membedakan bahwa aku George?" seru Fred lagi, seolah sedih.

"Sori, George."

"Cuma bergurau, aku Fred." Fred menyeringai dan bergegas lari mendorong trolinya saat melihat Mum sudah akan meledak memarahinya. George menyusul sedetik kemudian.

Mum baru saja melirik Ron, ingin menyuruhnya bergegas masuk. Ketika seseorang mengalihkan perhatian kami.

"Maaf...." Orang itu berjalan gugup ke arah Mum. Ia tampaknya kebingungan. Apakah dia murid Hogwarts juga? Tapi mengapa ia sendirian? Para kelahiran muggle saja biasanya ditemani orangtua mereka.

Aku melirik orang itu lagi. Dia nampaknya bukan seseorang dari keluarga berada. Dia hanya seorang laki-laki kurus, kemungkinan seumuran dengan Ron, bajunya kelihatan sangat kebesaran di tubuhnya, ia memakai kacamata yang bertambal selotip. Dan jelas aku tidak mengenalnya.

Mrs. Potter (Love Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang