Kecewa

763 65 11
                                    

Note : Baca  chapter 'Bertemu Alfred' lalu chapter ini! Chapternya ngaco hehe.

-----

"Kau sudah sadar?"

Lena menatap seseorang yang duduk disampingnya tenang, wanita bermata biru itu menyelesaikan bacaannya saat melihat mata Lena perlahan terbuka. Wanita bermata coklat itu bangkit dan bersandar pada dinding kasur.

"Aku pingsan lagi?" tanya Lena dengan suara yang hampir habis.
Rowena mengernyit, sejurus kemudian ia menyodorkan segelas air putih kepada wanita itu. "Minumlah, kerongkonganmu begitu kering."
"Itu memang efek samping dari obat itu untuk mengurangi rasa sakit kepalamu."

"Pantas saja sakit kepalaku lenyap begitu saja sekarang." Ucapnya setelah meletakkan air minumnya kembali ke nakas.

Rowena mengangguk dan itu menjadi pembicaraan terakhir mereka sebelum suasana menjadi hening. Lena melihat wanita itu lamat, menampilkan raut wajah penasaran yang amat pada wajahnya.

"Ada apa Lena? Ada yang ingin kau bicarakan?" Rowena membuka percakapan terlebih dahulu, tak sanggup lagi menahan rasa penasarannya lebih dalam.

Wanita yang ditanyai itu menggigit bibir bawahnya pelan, menarik napas lalu berbicara. "Aku mengalami mimpi aneh tadi. Tapi rasanya itu tidak seperti mimpi."

"Mimpi aneh?" Alis Rowena terangkat.

"Ya." Lena mengangguk. "Aku bertemu dengan seseorang bernama Alfred dan dia berkata kalau ia adalah anggota kerajaan dan yang paling aneh lelaki itu mengatakan aku harus kuat karena Justin membutuhkanku."

Rowena membisu dengan raut wajah terkejut yang berhasil ia tutupi sedemikian rupa.

Aku merindukanmu Alfred. Terimakasih atas perbuatanmu pada Lena. Batin Rowena dalam hati, berharap sepupunya itu mendengarnya.

"Apakah kau mengenalnya?" Lena bertanya lagi saat tak mendapat jawaban dari bibir Rowena.

Rowena tersenyum tipis, "Ya, Lena bahkan kita semua sangat mengenalnya."

Kening Lena berkerut. Kita semua?

"Yasudah Lena." Rowena menghela napas. "Aku akan menemui Christian sekarang, beristirahatlah."

Lena mengangguk dan sesaat kemudian Rowena menghilang dibalik pintu kayu yang tertutup.

---------

Suara langkah kaki disusul suar deret pintu terdengar dari lantai atas. Lena memperhatikan ruangan disekitar kamarnya di Rjukan, didepan kamarnya terdapat sebuah ruangan tempat kerja Justin dan kamar Justin terletak disampignya. Bangunan yang memiliki tema klasik dengan warna merah-hitam ini  terasa begitu familiar. Aneh, tapi belakangan ini semua hal di Nowergia membuatnya terus merasakan dejavu belum lagi siluet-siluet bayangan hitam yang terus terngiang dikepalanya.

Ia berjalan perlahan menuju ruang kerja Justin, berusaha sekeras mungkin tak menimbulkan suara. Ia menempelkan telinganya ke pintu, mencoba mencari tahu apakah ada seseorang didalamnya.

"Lena."

Lena terperenjat kaget, ia melihat ke belakang dan menemukan sosok lelaki itu disana. Berdiri santai dengan segelas susu di tangan kanannya. Lelaki itu mengerenyit, memperhatikam dirinya dari atas sampai bawah. Lena mengikuti pandangan lelaki itu, lalu tersadar jika ia hanya menggunakan piyama dengan corak bonek beruang berwarna putih dan rambut yang acak-acakan.

"Umm .. Maaf."

Lelaki itu masih terpaku, Lena nampak ribuan kali lebih menawan dengan tampilan apa adanya seperti itu.

"Aku .. akan pergi ke bawah." Lanjut Lena lagi lirih.

Justin tersadar dan mengerdip, "Bagaimana jika berkunjung ke ruang kerjaku, Lena?"

Lena melongo, "Aku?"

Justin mengangguk patuh, "Ya." Membuka pintu ruang kerjanya dan masuk. "Kau pasti penasaran bukan."

Lena mengerdip melihat ruang kerja Justin, terlihat begitu teratur tapi tidak kehilangan kesan maskulin pada sosok lelaki itu. Justin menaruh segelas susunya dimeja, lalu duduk di kursi kerjanya.

"Masuklah, tak apa." Kata Justin setelah menyadari wanita itu tak bergerak sama sekali. Lena melangkah perlahan demi perlahan, setiap langkahnua terasa begitu aneh. Ada sesuatu dihatinya yang merasa nyaman.

"Pekerjaan kita sudah selesai, lalu kenapa kita tak kembali London?" Ucap Lena santai seraya duduk di sofa ruang kerja Justin.

Justin menatap mata coklat itu lamat dan langsung membuat Lena terdiam bisu seperti patung.

"Kau tak ingin bersama denganku, lebih lama?" kata Justin tiba-tiba.

Lena lagi-lagi melongo. Kaget dan bingung bercampur menjadi satu.

"Aku ingin bersamamu lebih lama, apa kau tak ingin?" Ulang Justin lagi.

Lena tersadar, menarik napasnya dalam dan berdiri. "Tolong, Justin. Berhentilah memberiku terlalu banyak harapan seolah-olah kau menginginkanku." Katanya berjeda lalu menyatukan kedua telapak tangannya menjadi satu, "Jujur, aku memang mencintaimu. Tapi, aku tak bisa kau permainkan seperti ini. Pergilah dengan Elise jika kau ingin tapi ja..ngann ..."

Lena menangis, suaranya bergetar. Satu butir air mata mengalir keluar dari matanya yang coklat, "Memberiku harapan." Lalu terduduk lemas disofa dan menutup kedua wajahnya.

Punggung wanita itu bergetar hebat, Justin bangkit dari duduknya dan menghampiri wanita itu perlahan. Ia berlutut dihadapannya, membuka tangan wanita itu dan mengusap air matanya lembut.

"Aku bukan memberimu harapan." Justin melirih. "Aku hanya tak ingin kau merasakan sakit, Lena." sambungnya.

Sesegukan mulai terdengar dari Lena, ia menarik napas panjang dan menghentikan pergerakan tangan Justin pada wajahnya.

"Cukup, Justin. Aku minta maaf jika aku mencintaimu. Mulai sekarang, aku akan belajar melupakannya. Jadi tenang saja."
Lena bangkit, meninggalkan Justin sendiri yang terduduk gusar dilantai.

---------

"Aku tak tahu Rjukan seramai kota London."

Lena menggungam sendiri, ini sudah hari kedua ia tak pernah berbicara dengan Justin. Setiap kali mereka bertemu, Lena selali menghindar dan berusaha tidak memperdulikannya.

Ia benci hal-hal seperti ini, apa kesalahannya sehingga ia harus menjalani kisah cinta pahit seperti ini?

"Zac tak membalas pesanku." Kata Lena lagi sembari mengecek ponselnya. Sejak tadi pagi, Zak, Rowena, Christian bahkan lelaki itu tidak ada dirumah. Itu sebabnya sekarang ia berada disini, dipusat perbelanjaan Kota Rjukan seorang diri.

Langkahnya terhenti, ditatapnya toko yang berdiri dengan megah diseberang jalan itu. Itu toko Elise; seorang wanita yang berhasil mendapatkan sang pangeran. Ia mengamati dengan lamat, baru saja ia ingin beranjak tapi seorang lelaki dan Elise keluar dari tokonya. Elise nampak begitu bahagia, memegang jari jemari lelaki itu dengan lembut. 

Justin Lena membatin.

Sang lelaki nampak ingin pergi tapi Elise menarik tangan lelaki itu lalu ---- menciumnya!

Lena menahan sesak didadanya, matanya memerah, kakinya goyah. Semua mendadak kabur, tertutup oleh air matanya yang menumpuk dipelupuk mata.

Aku memang terlalu berharap.

Lena berlari menjauh. Tanpa arah, yang jelas ia tak akan kembali ke rumah untuk saat ini.

~~~~~

Haloha semuanyaa^^ Maaf banget ya hibernasi lama banget. Tapi, I am back! doain bisa terus lanjutin cerita ini. Hehe.

Lena Lee : When You Comeback[2]Where stories live. Discover now