Ftsy 6

3.7K 576 186
                                    

Ringisan pilu keluar dari bibir Jungkook saat Jae Suk menarik paksa pisau dari tubuhnya dan sekali lagi menusuk perutnya.
Remaja ini tersungkur dengan cairan merah berlomba keluar dari lukanya.

"Selamat tinggal, Kim Jungkook"

•••

"Cukup! Hana, hentikan!"

Seorang paruh baya dengan jubah putihnya berusaha menghentikan aksi CPR dokter wanita yang membabi buta. Lengkingan konstan dari garis hijau Kardiograf telah menggema lebih dari 300 detik, tak berubah sekuat apapun wanita itu menekan dada sosok yang terbujur tenang.

Linangan airmata tak henti membasahi pipinya saat dokter Kwan merengkuhnya dalam pelukan dan berkata lirih, "Dia sudah meninggal."

"Waktu kematian... 11.00 am, KST."

Beberapa perawat mulai mencabut peralatan medis dari tubuh remaja yang tersenyum di tidur abadinya.

dokter wanita itu duduk di tepian ranjang, tak kuasa menahan luka hati. Tangisnya kembali pecah, memeluk erat tubuh tak bernyawa.

"Nak, kesayangan ibu. Tolong, bangun sayang. Tolong... Ibu mohon. JANGAN PERGI KOO... Jangan tinggalkan ibu."

.
.
.

Yoongi merutuki dirinya.
Ia hanya meninggalkan Jungkook tak lebih dari sepuluh menit untuk mandi dan sedang mencatut diri di cermin saat atensinya teralih pada kegaduhan ruang keluarga.

Tenaganya seakan menguap, mengurai belulang menjadi butiran debu yang membuat tubuhnya  merosot jatuh bersimpuh.

Namjoon, sedang me-resusitasi jantung Jungkook untuk tetap bekerja, meng-compresi dadanya dalam ritme yang teratur.

"Shit! Sadarlah, Koo!"

Tak ada respon dari tubuh yang kehilangan napas. Tak kenal kata menyerah, dokter muda itu kembali menekan dada Jungkook dan memberi napas buatan, namun usahanya nihil.

Yoongi hanya terfokus pada Namjoon yang mencoba mengembalikan hidup adiknya, hingga tak menyadari presensi Taehyung yang tiba-tiba menggeser posisi Namjoon, meraih satu tangan Jungkook untuk ia dekap di dadanya dan tangan lain meraba poros semesta sang Albarka sambil merapal asa. Tak butuh waktu lama untuk tubuh Jungkook merespon Hira-nya, ia tersentak bangun seiring Taehyung yang meluruh jatuh dalam dekapan Namjoon yang menahan tubuhnya.

"Yoon, buat Jungkook tetap sadar!" perintah Namjoon yang terbagi perhatian dengan Taehyung yang kini diambang batas sadarnya. Ia menggoncang tubuh sang adik sambil memanggil namanya namun mata yang menutup sempurna menjadi jawaban.

Namjoon berusaha tenang, menelpon rumah sakit untuk mengirim ambulan, seraya meraba nadi Taehyung yang lemah.

Sedangkan Yoongi, ia merangkak mendekati Jungkook yang dalam kondisi setengah sadar lalu memiringkan tubuh sang adik menghadap dirinya. Sekilas Yoongi menemukan PSP-nya retak di lantai dan menyimpulkan bahwa sesuatu yang buruk pasti dilihat Jungkook dalam vision-nya.

"Semua akan baik saja, Koo. Baik saja..."

•••

Ambulan membawa Jungkook ke rumah sakit dan remaja ini mendapat penanganan langsung dari Hana, dokter spesialis jantung yang juga merangkap ibunya. Lain kisahnya dengan Taehyung yang dibawa dengan mobil sang kakak, ia siuman ditengah perjalanan menuju rumah sakit dan langsung mengeluarkan jurus maut berupa rengekan pada Namjoon untuk tidak diperiksa apalagi membawanya ke IGD. Pemuda ini beralasan ia telah pulih setelah sebelumnya tenaganya terkuras habis untuk membawa Albarka kembali.

Dan kini ketegangan pun mereda.

Berakhirlah dua sulung bermarga Kim tengah menikmati secangkir teh chamomile— saran dokter Namjoon tentunya, yang berdalih kandungan glisin akan menghilangkan ketegangan sel-sel saraf dibanding kopi yang jadi pilihan Yoongi.

Keduanya duduk berhadapan di sudut kafetaria rumah sakit yang ramai pengunjung.

"Kebetulan aku mengantar Taehyung dan bocah itu menjerit memanggilku yang hampir saja pulang." Namjoon berucap sambil jarinya memainkan pinggiran cangkir yang masih mengepul uap beraroma menenangkan.

"Cardiac Arrest— henti jantung," lanjutnya lagi. Tenanglah, jantung Jungkook baik saja. Kurasa karna dampak vision yang dilihatnya."

"Maaf, Joon." Yoongi berkata lirih.

"Untuk apa?" Namjoon mengernyit tak mengerti.

"Karna menolong Koo, Tae ikutan sakit."

Entah apa yang lucu dari kalimatnya hingga membuat pria berlesung pipit ini terkekeh.

"Hai, ini tak seberapa dibanding hutang budiku pada keluargamu, Yoon."

"Sudah, jangan diungkit!" sergah Yoongi. "Takdir telah menuliskan apa yang harus terjadi."

"Tetap saja, Yoon, aku berhutang banyak padamu. Seandainya tiga tahun lalu ayahmu tak menolong ibu dan Taehyung, mungkin saat ini aku akan hidup sebatang kara di dunia."

"Dan aku juga akan kehilangan Jungkook bila Taehyung tak membawa adikku kembali dari sekarat-nya," balas Yoongi. "Walau harus kehilangan ayah, setidaknya Albarka menemukan Hira-nya."

Dua bersahabat ini kembali melempar konversasi dengan topik yang sama— tentang kehilangan dan kembalinya yang hampir pergi.

"Tapi, Yoon. Bukankah ayahmu juga Albarka, tapi kenapa—"

"Yoon! Joon!"

Tiba-tiba Jin datang dengan wajah suram dan memutus dialog Namjoon. Ia mengambil tempat duduk diantara keduanya.

"Untung saja ibumu menjawab panggilan teleponku. Ada sesuatu yang penting."

To the point— bukan tipe Jin yang bisanya akan berbasa-basi, setidaknya menyakan kabar Jungkook atau Taheyung di situasi genting seperti ini. Bila ini terjadi, biasanya ada sesuatu yang membuat pria berbahu lebar ini frustrasi.

"Jae Suk, aku sudah telepon penjara Pohang, dia masih di sel dan tak mungkin bisa kabur. Tapi—"

Jin memberikan ponselnya dan dengan teliti Yoongi menggeser satu persatu foto yang tertera. Sesosok pria muda berkulit putih terbujur kaku tanpa busana dengan sweater hitam mengikat kencang leher. Namun satu yang membuat Yoongi bergidik, sayatan yang terlukis di dada si mayat: 'I'm back'

Dan ingatan Yoongi seakan ditarik paksa mundur saat di dalam ambulan, Jungkook, dengan napas tersengal meracau ketakutan.

"Kak, dia datang. Jae— Jae suk kembali."



Masih lanjut
16092019

Ada masukan untuk story ini?

Makasih semua

[MZ] FATE TO SAVE YOUWhere stories live. Discover now