Ftsy 8

3.2K 543 147
                                    

Ketiga remaja sedang menikmati alunan merdu lagu yang diputar salah satu station televisi hingga sesuatu mengalihkan perhatian mereka.

"Kau lapar, Jim?" Taehyung bertanya.

Suara 'kruyuk - kruyuk' dari perut  kotak-kotak Jimin berdemo minta diisi. Suaranya sangat keras, seakan ada ribuan cacing ber-sariosa menyampaikan hak kesejahteraan diri.

Jimin mengangguk iba dengan tangan yang sibuk mengelus perut keroncongnya.

"Hei, hati - hati!"

Taehyung memekik kaget dan reflek menahan tubuh Jungkook yang hampir saja terjerembab dari ranjangnya. Pemuda ini hilang keseimbangan saat berusaha membuka laci nakas di samping kanannya dengan tangan kiri yang terbebas dari infus.

"Koo kan bisa minta tolong. Kalau jatuh gimana?" omel Taehyung membantu sahabatnya ini kembali ke posisi aman.

"Mau ambil apa? Biar kuambilkan," tanyanya dengan tangan yang masih berada di lengan Kookie.

"Ada snack di laci" jawab Kookie pelan.

"Bawel ih ! Lama-lama mirip kak Yoon."

"Oo, beraninya bilang aku bawel."

"Ngga! Siapa yang bilang? Aku tidak bicara apapun, ya, kan Jim?" dalihnya mencari dukungan.

Jimin menggeleng masih dengan ekspresi memelasnya. Jujur, pria terpendek diantara tiga bersahabat ini tak paham dengan apa yang terjadi dengan dua temannya yang tengah berdebat kecil. Pikirannya hanya satu, makan dan makan.

"Iya, maafin Koo ya Kak Tae. Kenapa sih sensi, PMS ya."

"Koo kan mau jatuh, aku khawatir. PMS apaan!" jelas Taehyung kesal tapi wajahnya tersenyum. Aneh juga anak ini.

"Makanlah!"

Taehyung melempar sebatang coklat pada Jimin yang dengan sigap menangkapnya.

"Ngga ah. Bisa gemuk makan ini. Aku ke kantin saja. Mau titip?"

"Tidak, aku sudah kenyang," jawab Taehyung diikuti Jungkook yang menggeleng.

Suara ketukan terdengar, Jimin pun bertanya pada Jungkook apa ia menunggu seseorang dan sobat-nya ini menggeleng.

"Aneh. Biasanya kalau ibu atau Kak Yoon ketuk sekali, kadang langsung masuk. Perawat juga," gumannya.

"Biar aku buka pintunya sekalian ke kantin. Yakin tidak ingin sesuatu?" tanya Jimin memastikan dan sekali lagi dijawab gelengan dua sahabatnya.

Jimin membuka pintu dan nampak seorang perawat pria dengan masker menutup sebagian wajah berdiri di pintu.

Jimin mengangguk hormat dan segera berlalu. Perawat itu menutup pintu lalu menghampiri ranjang Jungkook. Tangannya merogoh saku jubah birunya dan sebuah suntik siap menembus infus.

"Tunggu!" cegah Taehyung. "Apa tidak perlu di steril dulu? Obat apa itu?" tanyanya penuh curiga.

Entahlah, Taehyung merasa ada yang janggal dengan pria berjubah biru ini. Dia tidak menyapa pasien ataupun meminta ijin untuk disuntik.
Yang Taehyung tahu, seorang perawat selalu membawa baki untuk meletakkan peralatan medis maupun obat-obatan bukan menyimpannya di saku seperti itu.

Pria itu tertawa lirih.

"Oh, ada yang curiga rupanya," dan ia pun melepas maskernya.

"Kau!" Jungkook memekik.

"Apa kabar Kim Jungkook," sapa sang perawat mengulas senyum sinis di wajahnya.

Tangan kekarnya mengusap rambut hitam Jungkook yang gemetar ketakutan. Untuk sesaat remaja ini memejam mata dan saat terbuka manik bambi itu dipenuhi genangan krystal bening yang siap berlomba mengalir di pipinya.

"Apa mau mu, Jae Suk?"

"Hah! Seharusnya tak perlu ada pertanyaan bodoh seperti itu. Kau pasti sudah lihat apa yang akan terjadi, kan?"

"Ba—baiklah. Tapi lepaskan temanku."  Jungkook mengenggam tangan Taehyung yang dibalas gelengan Hira-nya itu.

"Tidak! Aku akan menemanimu," tolak Taehyung cepat.

"Kak!" Jungkook semakin mengeratkan genggamannya. "Ku mohon..."

"Pergilah! Lagipula tak ada gunanya kau disini. Aku lebih suka menikmati kesenangan ini sendiri. PERGI." titah Jae suk tegas.

Dengan langkah berat Taehyung meninggalkan Jungkook yang memberinya senyum menenangkan.

Psikopat itu dengan cepat mengunci pintu dan memastikan tak seorangpun bisa masuk.

Pria itu duduk di tepian ranjang memandang Jungkook dengan tatapan yang tak bisa diungkapkan. Ada gairah sekaligus aura kebencian menjadi satu terpancar dari matanya.

"Sekarang waktunya," Jae Suk menyodorkan sebilah pisau lipat yang segera berpindah tangan ke Jungkook.

"Lakukan! Atau—"

"Akan kulakukan," sergah Jungkook.

Namun remaja ini hanya mampu menatap benda berkilau yang memantulkan bayang wajah pucatnya.

"PENGECUT!"

Sreett

Jae Suk yang dipenuhi aura kemarahan merebut pisau dari tangan Jungkook, mencengkram erat tangan kirinya dan mengiris urat nadi tanpa ragu.

Cairan pekat berlomba keluar dari luka sayat yang segera memerah darahkan tangan Jungkook.

Jae Suk tersenyum bahagia.

"Tenanglah, kau masih bisa menikmati empat puluh menit hidupmu ini bersamaku," Jae Suk tersenyum. "Tragis bukan?"

.
.
.

"Ibu..."

Yoongi memeluk erat wanita tercintanya yang terisak pilu.

Apa yang ditakutkannya terjadi.
Psikopat yang mengincar hidup Jungkook berada satu langkah di depan dan ia terlambat.

Saat ini Yoongi hanya mampu menatap nanar pintu kamar rawat yang terkunci.

Jin yang telah menghubungi kepolisian dan mendatangkan tim-nya serta beberapa security rumah sakit nampak sibuk mengatur strategi pembebasan Jungkook. Sedang Taehyung dan Jimin bersandar di dinding dalam diam, sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Dobrak saja pintunya, lalu tembak pembunuh itu!" usul Yoongi penuh amarah.

"JANGAN!"

Namun suara lantang mengejutkan semua orang.

"Kenapa, Tae?" tanya Yoongi tak senang.

"Jangan tembak. Pria itu—" Taehyung berhenti sesaat mengatur nafasnya yang terasa sesak. Tangan gemetarnya saling meremas menghalau gundah yang menyerang hatinya.

"Ada bom di sini."



Masih berlanjut
27092019

[MZ] FATE TO SAVE YOUWhere stories live. Discover now