ftsy 14

2.2K 489 265
                                    

"Kak Ta—"

Suaranya tercekat di tenggorokan tak mampu lolos dari bibir pucatnya. Dua manik matanya bergerak tak fokus. Napasnya terengah meraup oksigen, entah karena air mata atau apa, semua yang ia lihat berganda lalu sensasi mual yang yang tak terkira kian mendesak diluapkan.

"Psstt... Ibu di sini, nak."

Suara yang sangat familiar menyapa indranya dan dua tangan lembut itu mengarahkan tubuhnya kembali rebahan. Rasa tak nyaman makin bergejolak mendemo tubuh, mendesakkan sesuatu keluar dari mulutnya.

Wanita ber-snelli¹ panjang itu telah mengantisipasi keadaan, mengarahkan stainless berbentuk ginjal tepat waktu hingga muntahan yang sedikit menyembur tak mengotori tubuh putranya. Tiga luapan, dan tubuh itu benar-benar lemas, sandarkan kepala di lengannya. Hana serahkan basin pada perawat, membantu rebahkan tubuh Jungkook yang sangat pucat.

"Istirahat, ya Sayang."

Hana usap kening dingin yang penuh titik keringat, ciumi penuh kasih sayang. Masih terbayang beberapa saat lalu saat Jungkook yang tersadar dari pingsannya muntahkan banyak cairan dengan semburan yang begitu kuat disertai lelehan darah dari hidungnya. Ia kembali berteman gelap tanpa sempat berkata-kata dan Hana sangat yakin putranya mengalami cedera di otak. CT Scan jadi rujukan utama untuk mengetahui ada tidaknya pendarahan di otak, dan untunglah Commotio Cerebri menjadi jawaban. Hana bisa sedikit bernapas lega.

"Koo gegar otak. Jangan pikirkan banyak hal, istirahat, Ibu temani."

Jungkook pejamkan mata dan segulir airmata menetes. Dari bahasa tubuhnya Hana tahu ada yang Jungkook pikirkan. Berkali-kali putranya panggil nama Taehyung dalam igauan dan wanita ini yakin Jungkook bermimpi buruk.

"Taehyung baik saja, Koo. Untunglah peluru hanya menggores atas fontanel²-nya saja. Koo mimpi buruk ya?"

Kembali Jungkook kedipkan mata sebagai jawaban, meremas jemari sang ibu.

"Ibu mana bisa bohong, Koo kan bisa melihatnya."

Jungkook masih tetap menangis, gelengkan kepala brutal menciptakan ringisan pilu. Di sela isak tangisnya ia berkata lirih,

"Bu, kenapa aku tak bisa melihat vision apapun?"



"Maaf..."

Beribu penyesalan menghujam memberi rasa sakit yang mengoyak hati.

"Maaf, maafkan aku. Semua ini tak akan terjadi kalau aku menuruti perkagaan Jungkook. Ini salahku."

Dipegangnya lengan pria yang berdiri menyilangkan dua tangannya di dada.

"Izinkan aku menemui, Koo," mohonnya mengiba.

"Taehyung, aku tidak pernah menyalahkanmu. Jadi sekarang berhenti menghukum dirimu," Yoongi berucap lembut.

"Apa terasa pusing?" tanya Yoongi khawatir ketika Taehyung terlihat mengernyit.

Remaja itu mengangguk pelan dan menuruti titah Namjoon yang tiba-tiba saja menuntunnya rebahan.

"Tsk! Masih pusing begini mau menyembuhkan adikku. Bisa mati aku didemo penggemar dan kakakmu. Istirahat saja! Jangan pikirkan Jungkook, dia baik saja."

Yoongi mengakhiri kalimatnya dengan menepuk lembut bahu yang lebih muda.

"Maaf..."

"Hah! Lima kali sudah kau bilang maaf. Tak bisakah cari kata lain?"

"Maaf, Kak—"

"Enam!"

Entah aura apa yang keluar dari pria berkulit pucat itu hingga membuat Taehyung tertunduk takut tak melihat tatapan lembut Yoongi yang tak selaras dengan nada bicaranya. Tahu kan rasanya saat sendiri dan tiba-tiba ada angin dingin menyapa tengkukmu?
Seperti itulah rasanya dan kata 'enam' membuat Taehyung bergidik.

[MZ] FATE TO SAVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang