Chapter 8

3.4K 411 79
                                    

Harry Potter © J. K. Rowling
The Ending © MsLoonyanna
(Ms. Loony Lovegood)
.

Adventure-Suspense-Romance
Setting : Hogwarts War, 7th Year

Modifikasi buku ke-7 : Harry Potter and the Deathly Hallows

[Semi Canon]
.
.
.

"Avada Kedavra!"

"TIDAAAAAKKK!" Kristal bening seketika menghujam bumi, bersamaan dengan sesosok yang tumbang dengan keras menghantam tanah.

•••

PRAAANGGG!

"Narcissa? Ada apa?" Nymphadora Tonks melongok dari balik ruangan, atensinya tertuju ke arah dapur, di mana sumber suara itu berasal.

"Ti ... tidak. Tak ada apa-apa," Narcissa mencoba menyahut tenang, meskipun nada suaranya tak bisa dikatakan demikian.

"Merlin! Kau kenapa, Cissy? Wajahmu pucat. Sudah, sudah. Tinggalkan saja pecahan gelas itu, biar aku yang membereskannya." Nymphadora mendudukkan Narcissa di salah satu kursi meja makan. Ya, meja makan para anggota Orde yang tinggal untuk sementara waktu di markas persembunyian itu.

Dengan sekali jentikan tongkat, gelas yang tadinya pecah itu kini kembali utuh seperti semula. Oh, aku tak akan mengatakan betapa indahnya dunia sihir tanpa tongkat sihir. Percayalah, benda kurus panjang itu benar-benar sangat membantu, tentu saja.

Setelah selesai dengan gelas yang tadinya sempat pecah, Nymphadora akhirnya beringsut mendekat ke arah Narcissa Malfoy yang hanya duduk diam dengan air muka yang cukup sulit dipetakan. Ia menempelkan bokong tepat di sebelahnya.

"Aguamenti," gumam wanita berambut merah muda itu setelah beberapa saat, mengisi sebuah gelas kosong dengan air yang mengalir keluar dari ujung tongkatnya. "Minumlah." Narcissa menatapnya sejenak lantas menerima gelas berisi air itu dengan tangan gemetar.

Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Diam-diam Tonks merasa penasaran.

"Sudah baikan?" tanya wanita animagus itu dengan sabar. Kedua ujung bibirnya melengkung ke atas dengan ramah.

Ah, istri Remus Lupin ini memang tipikal penyihir wanita yang baik hati, meskipun dari luarnya ia kelihatan sangat tangguh dan perkasa untuk ukuran seorang wanita. Well, tetapi siapa yang tahu jika ternyata rasa afeksi dan pedulinya sangat tinggi terhadap sesama—sekalipun terhadap Narcissa yang notabene adalah keluarga dari Pelahap Maut. Oh, benar, jangan lupakan fakta kalau mereka masih berada dalam garis keturunan yang sama.

Wanita aristokrat berambut blonde diselingi hitam itu lantas mengangguk pelan.

"Berceritalah kalau kau ingin bercerita," ujar Tonks lagi. Narcissa beralih memandangnya dengan sorot atensi yang berpendar sayu bercampur cemas.

"Aku ... aku tiba-tiba merasakan hal yang tak enak. Aku ... aku takut apabila sampai terjadi sesuatu pada putraku, Draco," terang Narcissa, memandang Tonks dengan raut wajah serius yang terlihat lelah dan sedikit frustrasi. "Hanya dia yang kumiliki sekarang. Lucius sudah pergi meninggalkan kami."

Perlahan, tetapi pasti, akhirnya pertahanan wanita cantik separuh baya itu runtuh tatkala kristal bening mulai mengucur keluar dan menganak sungai di pipi pucatnya, bak kanal kecemasan yang sejatinya turut memancarkan tingkat afeksi serta amatory-nya terhadap putra kesayangannya, putra satu-satunya, Draco Lucius Malfoy, yang keadaannya entah bagaimana sekarang. Masih hidupkah pemuda pucat itu? Atau jangan-jangan ... Narcissa menggeleng pelan atas apa yang baru saja melintasi kepalanya.

The Ending [Sekuel The Letter]Where stories live. Discover now