2 | Mr. Ice

12.8K 456 0
                                    

D U A
❄❄❄

Duh, mampus gue!

Arloji melingkar manis di lengan kiri Tassia. Tangannya erat menggenggam tali tasnya. Bukan berjalan santai lagi kali ini, berlari cepat terburu buru. Ikat kudanya mengayun kesana kemari sesuai irama hentakan kakinya. Tassia panik, sekarang sudah jam tiga lewat sepuluh padahal rapat hari ini di mulai jam tiga. Takut di omelin ketua OSIS takut kalau Tassia dinilai tidak disiplin waktu. Tassia benar benar panik sampai di depan pintu ruang OSIS dia berhenti dan mengatur napasnya sebentar lalu. Tok!

Tassia membuka pintu pelan, kepalanya menyumbul kedalam melihat keadaan. Mata hitam pekatnya mencari keberadaan ketua OSIS. Menghembuskan napas tenang dan melangkah santai ke dalam ruangan. Keberuntungan lagi memihak pada diri Tassia. Gadis manis itu menaruh tasnya di atas meja dekat kursi yang sering dia duduki selagi rapat.

Hani menangkap wajah Tassia dengan tatapan heboh. Perempuan berwajah sangar itu manatap Tassia lekat lekat, melihat keringat dari dahi Tassia yang bercucuran.

"Lo kenapa? Abis di kejar pak Mulyo?" Tanya Hani heboh. Tassia hanya menunjukan arlojinya. Hani malah mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa?"

"Kirain gue, gue telat." Jawab Tassia tenang. "Rapat kali ini tentang apa?"

"Tuh tanya aja sama yang baru dateng." Dagu Hani menunjuk ke arah pintu masuk dan di sana ada ketua OSIS yang sedang berjalan mengarah ke depan semua anggotanya.

Rapat kali ini di pimpin oleh ketua OSIS, dan membahas tentang pembagian jabatan. Tassia hanya menyenderkan pipinya dengan sanggahan tangan. Memerhatikan jalannya rapat dengan sedikit rasa lelah dan ngantuk. Habis lari -larian sampai keringetan lalu masuk ke dalam ruangan dingin seperti ini, bagaimana tidak ngantuk?

Bukan hanya pembagian jabatan, ketua OSIS kali ini juga membuat tim, agar setiap kegiatan berjalan dengan lancar. Gadis dengan rambut sebahu itu melotot kaget melihat namanya di pilih menjadi ketua tim. Awalnya Tassia ingin membantah tapi... iris hitam pekat itu berhenti di sebuah nama yang sangat asing buat dia, bahkan Tassia anggap nama itu bukan bagian dari anggota OSIS.

"Nico Devano siapa?" Tanya Tassia penasaran. "Dia sepantaran kita?"

Hani langsung menaruh tangannya di bahu Tassia dan memberi tatapan tajam. "Jangan dekat dekat dengan orang itu."

"Kenapa? Semua orang berhak dekat kok. Kenapa sama dia nggak boleh?" Tassia melepaskan tangan Hani yang di bahu dan kembali lagi fokus pada nama anggota timnya itu. "Apa jangan jangan lo suka sama dia? Hani, gue nggak bakal sejahat itu kali."

Gadis sangar itu malah bergidik, memutar bola matanya tidak peduli, "gue nggak bakal ngancurin hati gue sendiri keles."

"Sekarang orang itu ada?"

Hani bercelingak celinguk mencari keberadaan orang itu sampai melihat ke ujung ruangan tidak di temukan sama sekali batang hidungnya. "Nggak ada, dia malas rapat kayaknya."

Rapat kali ini selesai. Langit jingga yang sedikit gelap menyebar di seluruh mata memandang. Matahari seperti diam diam ingin beristirahat. Memang ini kerjaan OSIS, selalu pulang sore kalau ada apa apa.

Gadis manis berkucir kuda itu asik memasang aerphone, dan memutar lagu kesukaannya. Hari yang melelahkan. Terlebih lagi ditambah dengan sikap Fachri yang tiba tiba berubah menjauh. Ah, ya... Fachri jadi sedikit dingin. Padahal Tassia cukup mengenal lelaki beramput spike yang selalu slengean dalam keadaan apapun. Tapi hari ini? Sikapnya aneh. Seolah memberikan kode dan Tassia tidak tahu apa maksudnya.

Coldest Senior✔Where stories live. Discover now