53.1 | Bandung

3.1K 123 16
                                    

LIMA PULUH TIGA . SATU
❄❄❄

Bunyi alarm terdengar sampai memenuhi kamar ini. Rega sudah bangun sejak tadi, posisi tidurnya yang di sofa membuat dirinya kurang leluasa untuk tidur, agak tidak nyaman jadinya.

Cowok itu berjalan mendekati nakas, tangannya dengan baik mematikan alarm yang berbunyi begitu nyaring. Respond tidak temannya itu hampir sama, semuanya menutup telinga mereka menggunakan bantal dan meringkuk keberisikan.

Satu tangan Rega asik mengaduk satu gelas sereal yang ia buat sendiri tadi. Ia berjalan menuju balkon kamar ini. Rega duduk dengan santainya seraya menghirup udara segar pagi hari.

Jahilnya Fachri yang tidur pertama, keberuntungan kali ini ia dapat bangun pagi. Ia menatap Nico yang ternyata ada di atas kasur, nyaman dengan ditutupi selimut. Fachri tersenyum jahil ketika melihat dua temannya masih pulas.

"Woi bangun! Mulung mulung!" teriak Fachri heboh.

Alfi langsung bangun dari tidurnya tapi tidak untuk tuan rumah yang masih asik mejamkan matanya.

"Ada apaan sih lo, pagi pagi udah heboh!" seru Alfi, ia langsung berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka bantalnya.

Fachri berjalan menuju Rega yang asik menyeruput serealnya. "Bukannya sekalian beliin gue lo!"

"Apaansih, beli sendiri, jalan sendiri nikmatin sendiri. Beli sana di warung depan."

Fachri berdesis tidak peduli. Ia mempedulikan sejuknya pagi ini seraya menunggu sang fajar muncul dengan indah.

Masih dalam keadaan mata yang menyipit. Nico bangun dan langsung berjalan menuju lantai utama. Dua temannya itu tidak mengetahui bangunnya Nico, apa lagi Alfi yang masih betah di kamar mandi.

Nico kembali ke kamarnya dengan bi Warsih di belakangnya. Wanita paruhbaya itu membawa nampan yang berisikan empat roti isi dan empat gelas sereal. Nico sendiri yang meminta Bi Warsih membuatnya.

Fachri tersenyum sumringah mengetahui Nico datang dengan paket sarapan pagi."makasih bi,"

Bi warsih mengangguk. "Setiap mereka disini, nggak ada yang ngambil makanan dari rumah. Mereka malah beli di luar."

"Makanya kita bertiga langsung bangun ketika lo bawa martabak." cengir Fachri seraya bi Warsih pamit turun ke lantai utama.

Nico duduk di tepi tempat tidurnya. Matanya melihat ponsel yang lama ia tidak gunakan. Tangannya meraih ponsel itu. Awalnya Nico terkejut, ada banyak panggilan tak terjawab ketika ia mengaktifkan kembali ponselnya, nama yang sering menelpon Nico lebih di dominasi oleh Tassia. Cowok dingin itu tersenyum tipis. Ia beralih melihat tumpukan notifikasi pesan. Matanya hanya menangkap jelas pesan dari gadis itu yang tertera paling atas dengan hampir seratus pesan belum terbaca.

Nico membaca dari awal, ia tersenyum sendiri memperhatikan bagaimana pedulinya Tassia dengan dirinya yang waktu itu meninggalkan Tassia tanpa kabar ke Jerman.

Cowok dingin itu menggeser sampai ke pesan paling akhir. Hatinya cukup tersayat membacanya. Ia sama sekali tidak tega meninggalkan Tassia kalau seperti itu caranya, tanpa kabar.

And the last, i love u so bad but this heart hurt so good : Tassia

Nico hanya bisa tersenyum tipis.

And I miss u so bad. Ucap Nico dalam batinnya.

"Woah, siapa yang bikin nih? Tumben ada sarapan." heboh Alfi ketika keluar kamar mandi dan menemukan piring sarapan itu.

Coldest Senior✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang