41.2 | Menyebalkan

3.4K 148 2
                                    

EMPAT PULUH SATU . DUA
❄❄❄

Nico memejamkan matanya. Tassia melihat setiap garis ketenangan di wajah Nico.

"Jangan liatin saya kayak gitu. Nanti tambah sayang." Ucap Nico masih dalam keadaan mata yang menutup.

Entah apa yang di buat Nico. Tassia mengerti, bukan jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi jatuh cinta setiap kali memandang dia.

Tassia kembali melirik wajah lelaki yang sudah mulai tertidur. Hatinya sedikit lega, ini hasil dari perjuangannya dulu. Tassia terseyum dengan tatapan yang teduh, ia mengerti bagaimana harus mengutarakan perasaannya kepada Nico, bukan melalui ucapan, tapi perlakuan.

Kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk sabit pada lukisan hangat di wajah manisnya. Ingin rasanya Tassia berkali kali terseyum, dan kembali lagi melihat wajah Nico yang sedang tertidur pulas.

Seakan hatinya tahu, bahwa kali ini pandangan Tassia tidak salah. Hatinya selalu nyaman, dengan perlakuan Nico, ya... Walaupun seperti ada yang membeku disetiap kalimat yang diucapkan Nico. Tapi, sekali lagi Tassia membuat lengkungan indah di wajahnya dengan sempurna.

Warna biru yang memenuhi pandangan Tassia kali ini. Mungkin alampun juga merasakan ketenangan hati gadis manis yang sedang dimabuk cinta. Biru cerah, Tassia menyukainya. Tassia menyenderkan punggungnya di sofa, menghela napas pelan dan lama kelamaan matanya mulai tertutup.

Tassia tidak yakin bisa menunggu Nico tidur hanya tiga puluh menit, padahal dirinya sendiri sudah menunggu Nico hampir satu tahun. Tapi kali ini Tassia tidak bisa menang dari rasa kantuk di dirinya.

"Tiga puluh menit lagi bangunin gue." ucap Tassia pelan, diikuti pandangannya yang mulai meredup. Tassia tertidur.

Nico tahu persis ini akan terjadi. Hanya dua puluh menit Tassia sanggup menunggunya tidur, walaupun sepenuhnya Nico tidak benar benar tidur.

Nico merasakan bagaimana arah pandang Tassia yang selalu mengarah pada dirinya. Lalu Tassia tersenyum, itu yang bisa Nico rasakan.

Nico memeriksa garis wajahnya melalui pantulan dari layar ponsel. Ia hanya melihat wajahnya tanpa tambahan lain, tapi kenapa setiap Tassia melihatnya selalu tersenyum?

Tiga puluh menit, itu yang Nico tunggu sekarang.

Berkali kali Nico hanya menggeser layar pada ponselnya. Permainan, akun sosial, chatting, keluar, permainan, akun sosial, chatting, keluar. Itu yang Nico lakukan selama menunggu tiga puluh menit.

Jam pada ponselnya sudah menunjukan pukul dua tepat. Sudah tiga puluh menit, dan Tassia masih terlihat pulas dengan tidurnya. Nico bangun dari pangkuan Tassia dengan hati hati, takut mengganggu ketenangan tidur Tassia.

Nico berdiri dari sofa, melihat kearah jalan kosong persis seperti tiga tahun yang lalu. Masih sama, dan masih menyisahkan kenangan yang sama. Nico mendengus, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Kembali mengotak atik ponselnya.

"JAM DUA LEWAT?" teriak Tassia tiba tiba baru bangun dari perjalanan mimpi panjangnya yang tadi pagi sempat terputus.

Nico hanya melihat kesumber suara. Memperhatikan gerak gerik Tassia yang terlihat panik.

Tassia melihat ke arah Nico sambil menunjukan jejeran gigi rapih miliknya. "Maafin gue ya, malah ke tiduran bukannya bangunin lo tiga puluh menit."

"Hmm,"

"Nggak marah kan? Jangan marah, plis, jangan slek." rengek Tassia seraya mendekat ke arah Nico dengan telapak tangan disatukan dan dengan wajah yang memohon. "Jangan slek yaaaaa."

Coldest Senior✔Where stories live. Discover now